1

30K 1.4K 31
                                    

Kediaman keluarga William yang di dominasi warna putih tampak sepi.

Senyum Anna mulai terbentuk saat ia melihat Daniel berjalan dari arah ruang tamu.

"Hai Daniel" sapa Anna kepada Daniel yang masih lumayan jauh. Alis Anna tertaut saat ia melihat wajah Daniel dari dekat.

"Ada apa dengan wajahmu?" tanya Anna sambil terus menyiapkan makanan di atas meja makan.

Daniel duduk santai di atas kursi yang telah tersedia. "Ini hanya kecelakaan kecil, mom. Jangan khawatir" kata Daniel santai lalu tersenyum kearah Anna.

"Tapi cukup parah. Kecelakaan apa yang sudah kau alami?"

"Terjatuh"

"Terjatuh? Separah itu?"

"Ayolah Mom. Ini hanya memar. Seminggu mungkin sudah hilang"

"Baiklah. Aku memasak masakan kesukaan mu" kata Anna lalu memegang pucuk kepala Daniel.

"Benarkah?"

"Iya tentu saja. Kau pasti sangat merindukan masakanku kan?"

"Tentu saja. Kau sudah pergi sebulan dan baru pulang sekarang. Aku kelaparan saat kau pergi. Tinggallah bersamaku saat ayah ke Aussie lagi"

"Bagaimana dengan ayahmu? Apakah kau tega membiarkannya tinggal sendirian disana?"

"Tetapi tidak ada masakan seenak buatanmu. Aku benar-benar rindu masakanmu. Makan di restoran membuatku bosan"

"Kau benar-benar manja. Makanya aku menyuruhmu untuk menikah agar ada yang bisa mengurusmu"

Daniel memutar kedua bola matanya. Ia sudah tahu alur pembicaraan mamanya itu. "Bukan waktu yang tepat untuk membahas itu, mom"

Anna mendekati putranya itu lalu membelai-belai rambutnya seperti anak kecil. Daniel memeluk tubuh Anna yang berdiri di hadapannya.

"Umurmu sudah sangat cukup untuk menikah, Daniel. Kau sudah berumur 27 tahun. Kau mapan, tampan, berpendidikan. Kurang apa lagi? Gadis mana yang tidak mau padamu"

"Cari istri tidak segampang itu"

"Kau yang terlalu pemilih"

"Aku masih ingin bermanja-manja denganmu"

"Dasar bayi raksasa. Kau akan lebih bisa bermanja-manja dengan istri dan juga anakmu"

Daniel mengangkat kepalanya menatap Anna dari bawah. Anna masih tersenyum.

"Sudahlah. Nanti aku carikan istri dan cucu yang banyak tapi bukan sekarang. Sekarang waktunya untuk aku memakan makananku"

Anna tertawa lalu melepas pelukan Daniel. "Akan ku panggilkan ayahmu dulu. Kita akan makan bersama"

Daniel mengangguk pelan.

Setelah makan malam selesai, Daniel diminta untuk ikut bersama ayahnya ke ruang kerjanya.

William sudah duduk di kursi kekuasaannya sementara Daniel hanya berdiri di hadapannya.

"Jadi bagaimana putraku, apakah ada masalah dengan bisnismu?" tanya William lalu mulai membakar cerutunya.

"Tidak ayah. Semuanya berjalan lancar"

"Daniel, apakah kau tidak kasihan melihat ayahmu ini? Umurku sudah sangat tua. Seharusnya aku menikmati masa tuaku dengan bersenang-senang tetapi aku masih saja bekerja sampai saat ini" kata William lalu mengisap cerutu dan menghembuskan asapnya.

"Berhentilah bekerja. Aku saja yang bekerja"

"Baiklah. Tapi, kapan kau menikah? Ayahmu ini sudah tidak sabar menimang cucu"

Daniel menghela nafasnya pelan. Dia juga sudah mulai tahu dengan alur pembicaraan ayahnya ini. "Aku masih belum siap"

William mengerutkan alisnya. "Kenapa? Bagaimana bisa kau menerima tanggung jawab sebagai CEO sekaligus pemilik William Group jika menikah saja kau belum siap"

"Itu hal berbeda ayah. Menikah dan bekerja itu berbeda"

"Itu hal yang sama. Kau saja yang tidak tahu" bantah William

"Terserah ayah" kata Daniel pasrah.

William kembali menghirup cerutunya dan menghembuskan asapnya ke sembarang arah. "Aku dan ibumu ini sudah tua. Impian kami hanya melihatmu menikah dan memiliki keluarga. Bagaimana jika aku atau ibumu bahkan kami berdua tidak sempat melihatmu menikah. Kami pasti akan sangat sedih"

"Jangan bicara seperti itu ayah. Kau akan melihat itu"

"Tapi kapan? Aku sudah lelah menunggu"

"Cari istri tidak semudah itu"

"Kalau begitu aku yang akan mencarikanmu. Kau terlalu pemilih"

Daniel terdiam. Dia sudah kehabisan cara agar bisa mengelak dari pertanyaan ayahnya ini. "Aku akan mencari sendiri. Ayah tidak perlu repot-repot melakukan itu"

"Baiklah. Aku akan memberimu waktu selama 2 minggu untuk mencari istrimu sendiri"

"Apa?!! 2 minggu?!! Itu waktu yang sangat singkat"

"Kau tidak setuju? Baiklah kalau begitu kau ku nikahkan besok pagi dengan wanita pilihanku" kata William lalu tersenyum. Daniel kembali terdiam.

"Baiklah. 2 minggu. Akan ku bawa calon istriku dalam waktu 2 minggu" kata Daniel.

"Ok. 2 minggu. Aku menunggu itu. Saat kau telah menikah, aku akan berhenti bekerja dan akan kuserahkan William Group kepadamu sepenuhnya" kata ayahnya lalu tertawa puas.

Daniel tidak tahu apakah ini langkah yang tepat atau tidak. Setidaknya dia memiliki waktu 2 minggu untuk memikirkan jalan keluar dari permasalahan hidupnya ini. Dia harus mencari wanita yang mau menikah dengannya tanpa dasar cinta atau perasaan semacam itu.

Update lagi guysss..
Gue lihat komen-komen kalian dan itu buat gue terharu banget :') *Skip

Meski cerita gue rada gaje tapi kalian tetap ngasih respon baik ke cerita gue :') *SkipLagi

Thanks buat dukungan dan komen-komen serta vote-vote yang kalian kasih sehingga gue makin semangat buat nulis.

Jangan lupa voment ya :D

Love you,
Bekicot mangap

Let Her Go (COMPLETE) ✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang