Tangan mungilnya berusaha menggapai pipi bergaris tiga milik ayahnya. Bocah yang dua minggu kelak akan berusia satu tahun itu terkikik ketika tangan-tangan kecilnya merasakan pipi tegas sang ayah. Tak hanya tangan, tubuhnya pun kini merapat dengan gesit mencoba mengeksplor sang ayah. Tubuhnya yang tidak gempal, tidak pula kurus itu berusaha naik kedada bidang sang ayah. Setelah berhasil mendaki, tangannya menepuk-nepuk dada bidang sang ayah. Seolah mengajak pria dewasa itu untuk bermain bersamanya. Belum juga melihat tanda-tanda sang ayah bangun. Bocah dengan mata sebiru laut itu mulai maju menciumi wajah sang ayah. Menampar-namparnya. Lalu tertawa senang saat wajah dewasa didepannya mengernyit karena ulahnya. Bocah itu tidak sadar saja bahwa perbuatannya menyakiti sang ayah. Ah, siapa yang perduli. Dia hanya mengerti bahwa sebentar lagi ayahnya akan segera bangun.
Sang ayah yang sejak tadi terusik dalam tidurnya itu kini tersenyum dengan sebelah mata yang terbuka. Mengintip tawa bahagia bocah dengan rambut seperti miliknya. Dua garis dipipinya membuat sang ayah gemas. Tak ingin berlama-lama mengamati. Naruto langsung membuka kedua matanya. Memeluk sang bocah hingga menghantarkan wajah kecil anaknya untuk ia ciumi, lagi dan lagi. Naruto terduduk sembari memeluk Boruto, duplikatnya. Bocah itu semakin tertawa bahagia karena sang ayah kini sudah bangun dan mulai mengajaknya bermain. Naruto yang tidak memakai baju merasakan tangan-tangan mungil Boruto. Ah dunia, dia tidak butuh apapun lagi. Dia sangat beruntung memiliki keluarga kecilnya.
Asik bercengkrama, keduanya tidak menyadari kehadiran Hinata. Wanita yang sudah melahirkan seorang anak itu kini nampak tersenyum penuh haru. Hampir saja ia kehilangan Naruto karena keegoisannya. Tapi syukurlah bahwa kali ini Naruto benar-benar menjatuhkan pilihannya kepada Hinata dan Boruto. Tidak ada yang perlu ia sesalkan sekarang. Tidak lagi ada kekhawatiran. Dimasa depan, sudah ada Naruto bersamanya. Semua akan baik-baik saja.
"Ah Hinata, apa yang kau lakukan disana?" tanya Naruto. Tadinya dia tidak menyadari keberadaan istrinya sebelum Boruto yang menggapai-gapai kebelakang. Memanggil-manggil mama. Saat itulah Naruto berbalik melihat istrinya tersenyum hangat dengan tatapan yang fokus kepadanya namun seolah menerawang entah memikirkan apa.
"Tidak ada" lagi, istrinya kembali tersenyum hangat. Menghampiri mereka.
"Ohayo Boruto-kun?" Hinata berjongkok. Hidungnya sengaja ia dekatkan ke hidung mancung Boruto. Menggeseknya pelan membuat sang buah hati tertawa bahagia. Sakin gemasnya Hinata tidak ragu untuk menciumi putra semata wayangnya. Kening, mata, pipinya yang gembil bahkan lehernya tak luput dari serangan Hinata. Melihat perbuatan istrinya mau tak mau Naruto menyinggungkan senyum. Lalu semakin lama diamati, ada rasa lain yang muncul.
"Ne Hinata" suara yang pelan dan dalam membuat Hinata mengalihkan atensinya kepada sang suami.
"Aku juga ingin diperlakukan seperti itu" seringainya muncul. Hinata tiba-tiba saja gugup dan salah tingkah. Bukannya Hinata berpikiran mesum. Hanya saja mengingat kegiatan mereka tadi malam belum juga hilang dalam benaknya. Mengingat bagaimana tatapan Naruto (yang sama dengan sekarang) mau tak mau membuat Hinata malu. Karena ia sangat mengetahui isi kepala suaminya itu.
"Um, aku sudah menyiapkan sarapan. Sebentar lagi Ayah dan yang lain akan segera turun" Hinata buru-buru mengambil Boruto dari pelukan ayahnya. Bocah itu semakin gembira. Dia tertawa senang mengabaikan seringai ayahnya dan gugupnya sang ibu. Ah, dia mana tahu menahu hal yang berkaitan dengan masalah orang dewasa.
Sebelum Hinata beranjak pergi. Naruto sudah menahan tangannya. Memaksa wanita itu untuk duduk dipahanya. Boruto aman dalam pelukan Hinata. Melihat wajah ayahnya lagi-lagi Boruto tertawa menyebutkan kata papa berulang kali. Tangan-tangannya mencoba meraih wajah sang ayah. Jadi, Boruto itu ingin menghabiskan waktunya bersama siapa? Ibunya atau ayahnya? Intinya dia senang dengan kedua orang tuanya.
Naruto mendekatkan wajahnya. Kali ini bukan kepada Boruto. Melainkan kepada istrinya. Boruto sempat terdiam melihat wajah kedua orang tuanya mendekat. Boruto menunjukkan giginya yang belum tumbuh seluruhnya. Dia tampak sangat menggemaskan mengamati sang ayah yang mencium hidung ibunya, lalu kedua mata, kening hingga kedua pipi yang sudah memerah sejak tadi.
Tapi kemudian Boruto mengernyit heran melihat kudua bibir orang tuanya saling melumat dalam waktu yang cukup lama. Tidak, Boruto tidak mengerti. Dia hanya menatap aksi keduanya. Ah sang ayah dan keperkasaannya. Hinata bahkan harus menyadarkan dirinya berulang kali saat merasa pegangannya kepada Boruto mulai melemah. Ini bahaya!
"Ah haaa stop. Sto- aaah" Boruto semakin mengerutkan keningnya. Ibunya tampak memukul-mukul dada sang ayah. Boruto yang melihat mamanya kesusahan mulai melancarkan serangannya. Boruto memukul lengan sang ayah. Tak lupa bocah itu meneriaki nama mamanya. Usahanya berhasil. Naruto berhenti. Menatap malas kepada Boruto. Masih kecil saja sudah sangat tampak kepada siapa kasih sayangnya ia berikan. kepada Hinata lebih besar dari ayahnya yang jelas-jelas mewarisi semua gennya itu. Anak durhaka, cibir Naruto dalam hati.
Bagaimanapun dia masih sangat merindukan Hinata. Ah tidak, dia memang selalu merindukan wanitanya. Menginginkan wanita itu setiap saat.
"Aku mengingankanmu" Bisik Naruto. Kini wajahnya berada dileher wanita yang sudah melahirkan kloningnya itu. Naruto menciumi leher Hinata. Membuat wanita itu kembali mendesah. Oh astaga, kali ini wajah Boruto tampak tak senang. Seketika itu juga sang bayi menangis. Tidak lagi-lagi membiarkan sang ayah memakan ibunya.
"Ok fine, I'm done!" pekik Naruto. Hinata masih berada dipangkuannya. Berawal dari menyamping, kini posisi wanita itu sudah mengangkangi Naruto. Tubuh mereka benar-benar merapat. Hinata terkikik pelan. Kemudian berusaha untuk beranjak dari pelukan suaminya. Sebelum dia benar-benar pergi, Hinata menyempatkan mencium kening suaminya.
"Gomen ne Naruto-kun" Wajah Naruto yang sempat terkejut karena ciuman istrinya itu kini beralih dalam mode merajuk. Hinata mengelus rahang suaminya. Dapat ia rasakan janggut-janggut halus yang mulai melesak keluar. Kemudian Hinata tersenyum lagi. Mencium kedua mata suaminya secara bergantian. Warna mata yang selalu ia rindukan. Sewarna laut yang berhasil meneduhkannya. Sebiru langit yang terkadang Hinata bisa merasakan tatapan jahil menggoda dari sana. Kamudian ciumannya beralih kepipi suaminya. Dan terakhir bi-, Naruto yang tidak sabar sudah lebih dulu menyambar bibir istrinya. Ah ah... dia tidak akan bisa menunggu. Tidak lama, sebab Naruto takut lepas kendali.
"Ne, aku juga ingin merasakan menjadi milikmu" Kata Naruto lagi dengan senyum jahil.
"Ya?" tanya Hinata. Dia tidak mengerti maksud suaminya.
"Aku sudah punya cincin. Tapi aku ingin kepemilikan yang lain." Lagi-lagi Hinata merasakan bulu kuduknya ketika Naruto menyeringai.
"Dan apa itu?" tanya Hinata hati-hati. Boruto kini asik memainkan rambut Hinata. Bocah itu menghadap belakang ibunya. Seolah dia tidak lagi ingin melihat kebejatan ayahnya.
"Disini." Naruto menunjukkan lehernya. Leher jenjang nan menggoda. Jakunnya naik turun seolah menggoda iman Hinata.
"Kiss me" kata Naruto lagi. Perlahan Hinata mendekat ragu-ragu. Wajahnya sudah memerah. Berkebalikan dengan Naruto yang kini tampak puas menjahili istrinya.
Cup. Ciuman itu sampai dan secepat itu pula Hinata melepaskannya. Buru-buru ia beranjak. Tapi lagi-lagi suaminya menahan dirinya.
"Itu tidak bertanda. Biar kuajarkan. Seperti ini" Dengan cepat ia menarik Hinata mendekat kemudian menlabuhkan bibir merahnya keleher mulus sang istri. Lama, dalam dan menghisap.
"Begitu. Sekarang giliranku" Naruto memamerkan lehernya. Menyodorkan pada Hinata agar istrinya segera mengeksekusi leher jenjang Naruto. Tapi saat itu juga, pintu yang tidak dikunci itu di dobrak oleh gadis tomboy klan Hyuga.
"Nii-san! Turun sekarang, kami sudah menunggu sejak tadi. Astaga... kalian pasti berbuat mesum dipagi hari. Aku sudah terlambat sekolah. Ayah tidak akan-"
"Oke-oke aku turun. Hinata dan Boruto turunlah lebih dulu." Naruto sengaja memotong perkataan Hanabi. Adik iparnya itu memang cerewet sekali. Naruto dan kegagalan misinya.
-
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Anata
Teen FictionMereka hidup bersama dengan sebuah syarat. #5 kategori Naruhina