"Kau terlihat pucat. Sebaiknya kau tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Aku akan panggil pelayan untuk membantu pekerjaanmu." Naruto sangat Khawatir dengan keadaan Hinata. Istrinya tampak lemas dan pucat.
"Aku baik-baik saja. Sebaiknya naruto-kun bergegas ke kantor agar tidak terlambat." sebenarnya Hinata sangat lemas, perutnya sangat sakit. Mungkin sebaiknya Hinata periksa ke Dokter, dia takut terjadi sesuatu yang aneh pada Janinnya.
"Aku yang memiliki perusahaan, itu bukanlah masalah."
"Kau tidak boleh memberikan teladan bos yang suka bolos Naruto-kun." Hinata mulai mengambil alat makan mereka untuk segera dicuci.
"Aku tidak bolos, hanya mengerjakan hal penting dirumah" balas Naruto. Dia ikut membantu Hinata membawa sisa makan mereka.
"Hal penting apa itu?" Tanya Hinata. Istri mungil Naruto berhenti sejenak dari aktifitasnya dan bersandar di wastafel. Melihat suaminya yang ikut membantu membuat Hinata senang.
"Menemani istri bos yang sedang sakit" Naruto memeluk istrinya.
"Aku tidak sakit."
"Hmm.."
"Biarkan aku mencuci piring" Naruto melepaskan pelukannya dengan berat hati. Dia lantas duduk kembali. Lalu mengambil kopi huatan Hinata. Menyesapnya sembari menatap khawatir sang istri. Perlahan tatapannya melebar manakala mendapati cairan merah merembes dari kaki Hinata. lebih tepatnya dari pangkal pahanya.
"Hinata!!" Dia langsung menghampiri sang istri.
"Perutku sakit"
Naruto langsung melepas sarung cuci piring dari tangan istrinya dan menggendong Hinata, membawanya keluar. Otaknya memutar mengingat nama-nama rumah sakit terdekat. Ah ya, rumah sakit neneknya ada didekat sini. Hanya 15 menit maka ia akan segera sampai.
"Kumohon bersabarlah" katanya panik.
"Ugh..." Hinata hanya bisa mengeluh. Air matanya menetes, takut terjadi sesuatu pada bayinya.
-
"Hinata sudah mengandung 7 minggu lebih. Sepertinya dia kekurangan asupan makan dan terlalu lelah."
"Hinata hamil?" Naruto cengo menatap Nenek sekaligus dokter yang menangani Hinata.
"Naruto. Apa yang kau lakukan pada istrimu hingga ia kelelahan seperti itu?"
"Aku tidak melakukan apapun"
Naruto mencoba mengingat pekerjaan apa saja yang telah dilakukan istrinya sampai-sampai kelela-
Hamil?
han begitu.
Arrghh Naruto tidak bisa konsentrasi.
"Naru?"
Selama ini istrinya hamil dan dia tidak tahu?
"Naruto!?"
Pletak!
"Bocah bodoh!"
"Awwww"
"Bayiku?!" Tiba-tiba Hinata terbangun menjeritkan bayinya membuat nenek dan cucu itu akhirnya bersegera menghampiri Hinata.
"Dia baik-baik saja. Dan itu bayi kita Hinata" hatinya menghangat ketika mendengar keselamatan bayi mereka. Naruto kemudian mencium lembut kening Hinata.
"Terimakasih..."
Hinata hanya bisa menangis haru. Dia berterimakasih kepada Kami-sama sudah menyelamatkan buah hatinya.
"Apa kau mual-mual belakangan ini?"
Hinata mengangguk.
"Benarkah? Pantas saja kau tampak pucat."
Pletak!
"AWW"
"Dasar Bodoh! Harusnya kau memperhatikan istrimu." Neneknya memang sangat menyayangi cucunya ini. Tapi juga tidak akan pernah segan untuk memberikannya pukulan jika perbuatan bodoh sidah dilakukan Naruto.
"Aku minta maaf Hinata, mulai sekarang dan kedepannya aku akan selalu menjagamu" dia menghiraukan pukukan sang nenek. Rasa sakit yang diberikan sang nenek tak berati apa-apa kala mendapat kabar kehamilan istrinya.
Hinata hanya tersenyum sembari mengangguk.
"Kau harus banyak Istirahat dan menjaga nutrisi untuk tubuhmu. Meski mual dan makanan yang kau makan akhirnya keluar semua, kau harus memasukkan makanan yang baru." Kata Nenek Tsunade dengan penuh kelembutan dan perhatian.
"Dan Naruto, kau yang harus memperhatikan pola makan dan istirahatnya. Jangan membuatnya lelah!" Sambung sang nenek dengan nada galak.
"Roger!"
"Hinata boleh pulang ketika tubuhnya sudah benar-benar fit."
Setelah nenek Tsunade meninggalkan ruangan itu, Naruto tak henti-hentinya menatap Hinata dengan pandangan memuja. Membuat Hinata takut.
"ja-jangan menatapku terus"
Naruto langsung memeluk tubuh Istrinya. Merek jadi tampak seperti sedang berbaring. Naruto bahkan ingin benar-benar berbaring dengan istrinya.
"terimakasih banyak. Terimakasih sudah melengkapi diriku, menyempurnakanku dan menjadikanku seorang ayah itu adalah hadiah terindah sepanjang hidupku. Terimakasih Hinata" Naruto berulang kali mencium pelipis istrinya. Dia benar-benar bahagia menjadi seorang ayah. Rasanya perannya sebagai manusia kini sudah lengkap dan Hinata-lah wanita yang melengkapinya. Ah sakin bahagianya ia sampai lupa bahwa mereka akan berpisah dan lupa tentang syarat-syarat dari para tetua. Mungkin inilah yang disebut kebahagiaan yang membuatmu lupa akan sekitar. begitulah pikirnya Hinata.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Anata
Teen FictionMereka hidup bersama dengan sebuah syarat. #5 kategori Naruhina