Four

11K 679 18
                                    

Hinata tetap melakukan rutinitas paginya. Meski kepalanya sedikit pusing karena tidur hanya tiga jam saja. Hinata tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Bangun pagi, menyiapkan sarapan, merendam pakaian dan ah kalau dipikir-pikir bahwa pekerjaan menjadi seorang ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Lihat saja agenda Hinata di sabtu ini yang notabene-nya seorang pekerja kantor hanya masuk sampai setengah hari atau bahkan libur. Tapi dirinya masih bekerja seperti yang biasa dia lakukan. Bangun, memasak, merendam cucian yang kemudian akan di cuci. Kemudian membersihkan rumah yang luasnya tak sebesar rumah utama keluarga utama Namikaze ataupun Uzumaki. Tapi membersihkan rumah sederhana mereka bukanlah hal yang mudah. Belum lagi Hinata harus memandikan boruto, memberinya makan kemudian mengajaknya bermain. Biasanya Hinata akan mengambil kesempatan bermain di taman rumah sembari ia membersihkan tanamannya. Hinata sangat menyukai tanaman terutama bunga. Kemudian dilanjut dengan menyetrika baju dan ah...

Sepertinya sangat melelahkan. 

Tapi Hinata menikmatinya. Dia sangat mengetahui bahwa dibalik rutinitasnya yang monoton ini ada kebaikan besar yang menantinya. Bak petani yang menanam bibit, kelak ia akan memanen hasilnya. Bibit itu adalah seorang anak, dengan didikannya kelak ia akan menikmati hasilnya. Tidak berupa Harta namun generasi yang hebat.

Tapi hati-hati saja dengan kehidupan saat ini. Tidak sedikit ibu-ibu depresi memutilasi buah hatinya sendiri. Belakangan istri seorang polisi memutilasi anaknya kerena diduga depresi dengan perannya sebagai ibu. Dibawah kesadaran ia memutilasi anaknya. Dunia benar-benar kejam. Hinata sampai merinding tidak habis pikir dengan keadaan masa kini.

Tapi bagaimanapun adakalanya dia merasa bosan. Alaminya manusia akan merasa bosan dengan kehidupan monoton. Inilah dibutuhkannya peran suami untuk kembali membuat sang istri menjadi istimewa. Mungkin dengan mengajaknya liburan atau paling tidak menghabiskan satu harinya dengan memanjakan sang istri.

Sejauh ini Naruto selalu bersikap baik pada Hinata. Wanita itu mengakui bahwa kepekaan suaminya sedang ON belakangan ini. Hinata betul-betul merasa dimanja kala dekat dengan suaminya. Bukan hal besar yang dilakukan suaminya. Hanya hal kecil seperti mengelap rambutnya. Mengelus pinggangnya yang sakit ketika hari pertama haidh. Mencuci piring, menyapu. Bahkan mengganti celana Boruto ketika bocah itu menumpahkan sesuatu. Ah, bagi Hinata hal-hal kecil itu sangat manis dan membuatnya bahagia.

Namun senyumnya memudar berubah sedih kala mengingat kejadian tadi malam. Dimana kemeja suaminya beraromakan farfum khas wanita. Asing dan menggoda. Ugh siapa?
-
Hinata sudah menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Boruto asik bermain di didepan televisi bersama sang ibu. Wajah kedua sangat kontras berbeda. Boruto dengan tawa bahagia bersama mainannya. Hinata dengan wajah sedih dan murung.

Harusnya kini saatnya Naruto untuk turun. Dia sudah memasak bahkan mungkin sayuran itu sudah dingin. Waktupun sudah menunjukkan pukul 11 siang. Masih dengan wajah sedih Hinata beranjak meninggalkan tempatnya menyusul sang suami. Meninggalkan Boruto dengan aktifitasnya. Karena jarak kamar utama mereka tidak jauh dari tempat Boruto. Ruang televisi berada didepan kamar Naruto dan Hinata. Ugh, Padahal sejak tadi dia sudah berniat mendiami suaminya. Dia bahkan sengaja tidak mencuci baju-baju suaminya. Hinata dalam mode kesal, sedih, dan ah bad mood pokoknya. Tapi tidak tega juga melihat suaminya kelaparan.

Benar, Naruto kalau sudah sangat lelah akan sangat sulit untuk bangun. Dia akan tertidur meski dalam perut yang lapar. Kebiasaan buruk yang tidak boleh ditiru.

"Naruto-kun, ba-" Hinata tidak menemukan suaminya. Kasurnya sudah rapi dan kosong dari penghuni. Kemana suaminya?

Oh, disana suaminya baru saja selesai mandi. Cih Hinata tidak akan tergoda dengan tubuhnya yang kekar itu. Hinata segera berbalik begitu melihat Naruto menyunggingkan sebuah senyuman. Hinata tidak peduli dengan senyumannya yang menawan, dengan tubuhnya yang kotak-kotak, dengan rambutnya yang masih basah, dengan ugh.

-
"Dia kenapa?" Naruto bergumam. Dia mengaduk-aduk nasinya. Sesekali memakannya kemudian dengan kunyahan yang begitu pelan sarat dengan nafsu makan yang hilang akibat memikirkan istrinya.

Biasanya istrinya itu sudah membangunnya. Mengajaknya sarapan dengan menyuruhnya mandi terlebih dahulu. Namun panggilan itu tak juga datang. Naruto sudah bangun sejak sejam yang lalu. Namun ia tak kunjung beranjak karena menunggu kehadiran istrinya yang ternyata tak junhung hadir. Karena rasa laparnya yang besar, Naruto akhirnya bergegas mandi.

Tau-tau Hinata didepan pintu. Memanggilnya. Naruto lega, ternyata istrinya masih peduli tapi kemudian senyumannya luntur ketika Hinata bergegas pergi kala menemukannya. Ah dia pasti memiliki salah.

Setelah selesai makan Naruto mencuci piringnya kemudian berniat ke tempat Hinata dan Boruto berada tanpa sengaja dia melewati tumpukan pakaian. Keningnya mengernyit. Biasanya Hinata sudah mencuci lalu kenapa masih ada yang tersisa?

Istrinya sakitkah?

Dia bergegas melangkah. Hinata tidak boleh sakit. Nanti program dede Boruto akan gagal. Lebih utama dari itu istrinya tidak boleh sakit. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti ketika melewati balkon. Disana tampak pakaian terjemur dengan rapi. Kemudian untuk memastikan pakaian itu benar baru saja dicuci, Naruto mendekatinya dan memegangnya.

Masih basah.

Lama dia terdiam memikirkan beberapa kejadian sejak ia bangun pagi ini (siang ini maksudnya). Dia segera berlari menuju tumpukan pakaian kotor dan, ah... Itu semua bajunya. Cuma bajunya yang tidak dicuci. Bajunya yang kemarin ia pakai. Baju itu berada digenggamannya.

Ah, benar Hinata marah.

Naruto yang langsung lesu itu mengembalikan bajunya. Namun ada yang terasa ganjal. Baju itu memiliki aroma yang sangat menyengat. Ini, aroma wanita. Kenapa ia baru menyadarinya?

Gawat! Hinata...

-
TBC

Kok ngerasa Naruto jadi cerdas dan peka yah?

Yaiyalah yah terserah saya 😄

AnataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang