Masih di malam yang sama. Aku berdebat dengan pikiranku sendiri atas kehidupanku yang single dan tiba-tiba sudah berubah status menjadi istri orang lain sekarang. Istri seorang pria yang masih misterius bagiku. Rayfan Alfito Ardiwilaga, anak laki-laki dari Direktur Utama pengusaha teman Ayahku. Ya, kini, dia suamiku. Kedua orang tua kami menikahkan kami berdua tanpa ada penjelasan yang panjang yang harus AKU mengerti. Yang bisa kusimpulkan, semua ini terjadi karena sebuah perjanjian yang sudah mereka (orang tuaku dan orang tuanya) buat dan akulah yang terjebak disini. Tinggal dan hidup bersamanya sebagai pasangan sehidup semati.
Aku masih ingat dengan jelas disaat orang tuaku hanya menjelaskan akan ada seseorang yang melamarku dalam waktu dekat. Dan pernikahan itu sudah mereka rancang sedemikian rupa, membuatku takjub. Aku diam mendengar pengakuan mereka. Tentu karena otakku juga yang tiba-tiba saja mengalami benturan hebat saat mendengar pernyataan itu. Pernikahan. Sebuah kata yang sama sekali masih belum aku fikirkan. Aku masih ingin menikmati masa-masaku menjadi mahasiswi dan berkutat dengan segala tugas kuliahku. Tapi, ketika suatu hari aku tiba di rumah aku harus mendengar berita dari orang tuaku bahwa aku akan menikah. Menikah dengan orang asing yang sama sekali tidak aku kenali. Bayangkan saja, itu adalah awal mula mimpi buruk bagiku, saat itu.
Jujur aku memang tidak menolak saat orang tuaku memberitahukan berita perjodohanku dengan Ray. Bisa kupastikan mereka memang tidak menerima penolakan. Tapi, aku sendiri juga tidak menjawab iya saat akan dinikahkan dengan Ray. Dan sejak awal, kami sama sekali tidak pernah dipertemukan. Bahkan ketika fitting baju dan lain hal, kami menyiapkannya secara terpisah melalui orang tua kami masing-masing. Dan Ray sendiri adalah pria yang sangat sibuk, dia workholic. Tapi, H-1 kami akhirnya dibertemukan hanya untuk saling mengenal. Kalian bisa bayangkan betapa awkward situasi yang ku alami.
Aku pun masih heran. Pria itu, Rayfan Alfito Ardiwilaga atau yang akrab dengan sebutan Ray. Apa ia sendiri sama sekali tidak membantah apa yang kedua orang tuanya inginkan saat ingin menikahkan kami? Bulshit! Jika ia diam saja. Seharusnya ia tidak menerima dan kembali mempertimbangkannya, kan? Atau memang dia sudah melakukan hal itu, tapi penolakannya gagal dan akhirnya kami tetap dinikahkan. Aku merasa bingung dan cukup terpukul. Aku sempat berfikir, apa dia tidak berniat menikahiku saat kemarin aku melihat matanya yang dingin. Ya walaupun setelah tingkah lakunya hari ini, jadi membuatku kembali berfikir. 'Sebenarnya dia itu pria seperti apa?' hatiku mencelos, terlalu bimbang dengan semua situasi singkat ini.
Aku memutuskan masuk ke dalam kamar dengan langkah pelan. Seperti maling saja ya, fikirku random. Aku melihat Ray dengan look kacamata yang bertengger diwajahnya, terlihat nerd tapi sangat memukai, tolong garis bawahi! Sangat. Saat melihat ke arah berkas-berkas yang cukup banyak di meja, raut wajahnya jelas terlihat ada semburat lelah di sana. 'Padahal aku sudah menyuruhnya untuk tidur' gumamku dalam hati. Karena takut menganggu, aku berjalan dengan sesekali mencuri pandang ke arahnya dan tetap terus berjalan untuk segera ke tempat tidur dan mulai berbaring di sana.
Tak mau terpejam, hatiku justru merasa gelisah hingga membuatku sangat tak leluasa di atas tempat tidur berukuran besar ini. Kedua mataku masih terbuka lebar. Jujur aku juga merasa gugup karena pria itu ada dalam satu ruangan denganku. Aku mencoba berpura-pura tidur dan memunggungi keberadaannya. Itu posisi yang paling tepat agar jantungku tidak berdegup kencang dan menahan gugup saat melihatnya.
"Nay.." tiba-tiba suara itu menyeruak di dalam kamar dan membuatku menegang. 'Apa baru saja dia memanggil namaku, ya?' aku masih mencoba menerka-nerka benar atau tidak. Kalau saja salah kan, bisa malu besar aku.
"Nayla.. kamu sudah tidur?" kali ini aku yakin dia memang sedang memanggilku. Dengan perasaan yang masih tergagap, aku memberanikan diri untuk memposisikan badanku agar terduduk di atas tempat tidur dan memandang pria itu.
"Iya, Ray?" sambutku sedikit ragu saat menjawab panggilannya. Mataku menatap pria itu dengan penuh harap. Semoga saja ia masih berlaku baik padaku. Pria itu menatapku dengan senyum kecil dibibirnya.
"Bisa kemari sebentar?" tanyanya. Aku menyambutnya dengan anggukan kecil dan sedikit berfikir. 'Ada apa ya?' tapi aku tetap berjalan bermaksud mendekat ke arahnya. Kini aku berdiri di samping dirinya yang duduk menatap layar laptopnya dengan serius. Saat ia menyadari aku sudah disampingnya, ia menatapku yang masih berdiri mematung melihatnya.
"Duduk, Nay." Silahnya. Aku mengangguk dan duduk. Entah kenapa aku memberi jarak dan memang, cukup jauh. Ia melirikku dan tawa renyah itu terlepas dari bibirnya.
"Nayla, aku tidak akan menggigitmu. Mendekatlah!" pintanya yang disambung tawa renyah yang baru saja menjadi favoritku. Ya Tuhan, sikapnya sudah benar-benar tidak sedingin saat pertama melihatnya. Aku pun berusaha tenang dan mendekatkan posisi dudukku padanya. Mencoba memberanikan diri saat ia kembali fokus pada laptopnya.
"Ada apa? Apa ada yang perlu aku bantu ya, Ray?" tanyaku yang terkesan polos. Benar-benar, ya tuhan. Aku bisa menjadi wanita yang paling buruk, bahkan berlaku pada suamiku sendiri. Pria itu kembali tersenyum dan memberikan kesan hangat untukku dan sedikit.. ya, menenangkan.
"Tidak. Aku hanya ingin kamu duduk di sini menemaniku. Kamu tidak keberatan, kan?" pernyataannya membuatku serasa tidak percaya. Dia memintaku untuk menemaninya. Tuhan, aku sangat berterima kasih jika pria ini benar-benar tidak membuatku takut lagi terhadapnya. Tapi, tentu aku tidak boleh seenaknya. Aku memandangnya dan mengangguk saja.
"Sebenarnya, aku memang tidak bisa tidur." Terangku padanya. Ia mengangguk. Setelah itu ia kembali fokus pada laptopnya. Aku memperhatikan saja. Ia terlihat sangat bertanggung jawab dalam dunia kerjanya. Semangat, Ray! Walaupun hubungan kita rasanya masih sangat jauh untuk disatukan dan dijangkau, tapi aku akan mendukungmu dari belakang.
- - -
Hampir 1,5 jam aku menemaninya. Aku melirik ke arah jam yang terpampang dinding dan jam menunjukkan pukul 12.05 tengah malam. Kurasakan otot-otot persendianku mulai kaku. Padahal aku hanya menemaninya duduk. Ini semua karena aku masih saja merasa gugup duduk disampingnya. Sikapku jadi tegang dan alhasil jadi membuat badanku terasa kaku dan sakit. Aku mengalihkan pandangan mataku untuk melihatnya yang masih fokus menatap ke arah laptopnya. Sesaat ia mulai berhenti dan melepas kacamata yang ia kenakan, kemudian beralih mengurut pelipis didahinya. Aku rasa dia terlihat makin lelah. Bodohnya aku bahkan tak membuatkannya minum. Aku menatap dengan ragu.
"Ray," panggilku begitu pelan. Apa dia bisa mendengarku ya? Kulihat dia menoleh dan menatapku. Aku mencoba menyungginggkan senyum dan menatapnya.
"Mau aku buatkan minum?" pria itu diam. Tak menjawab apapun dari pertanyaanku. Sebaiknya aku buatkan saja, kasihan melihatnya seperti itu. Aku pun bangkit dan akan segera berjalan keluar kamar tapi lenganku tiba-tiba tertahan. Kulirik ke arah lenganku dan mendapati ia menggenggamnya dengan erat. Sebuah tarikan seduktif darinya membuatku jatuh kembali terduduk dan posisi sekarang, malah membuatku susah untuk bernafas. Dia—sangat dekat dengan tubuhku, ya tuhan. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali.
"Mau kemana, Nay?" suaranya serak namun terdengar melembut. Tangannya sukses melingkar dipinggang rampingku. Aduh! Apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa bernafas bebas. Tolong aku!
"Tadinya—aku ingin membuatkanmu—minum." Jawabku sekenanya. Gugup. Tentu saja. Ia semakin mendekat mengikis jarak diantara kita. Ia sama sekali tak ingin memberikan celah untuk aku menjauhinya. Bagaimana caranya aku kabur kalau begini. Otakku seakan tersumbat dan tak bisa berfikir apapun. Dia mendekatkan wajahnya ke arahku, membuatku menelan ludah berkali-kali. Nayla, jangan takut! Dia itu suamimu. Dia sah kok melakukan apa saja padamu. Dia suamimu, Nay. Suamimu. Dengan berusaha meyakinkan, aku mencoba menenangkan diriku sendiri walau nafasku masih saja tercekat saat dia terus mendekatkan wajahnya.
CUP!
Bibir tebalnya sukses mendarat dibibirku. Entah kenapaaku sudah reflek menutup mataku saat ia mulai menggerakkan bibirnya, memagutdengan lembut. Kedua tanganku sudah melingkar dilehernya, jemariku pun sudahbergerilya disela-sela rambutnya. Ku rasakan tubuhku terangkat tanpa memisahkanpagutan kami dan tubuhku terduduk dipangkuannya.
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa :)

KAMU SEDANG MEMBACA
When I See You Again [COMPLETE]
RomanceTentang perjodohan ngasal yang dilakukan orang tuaku tanpa ku tahu dengan siapa aku dijodohkan. - Nayla #1 Rank - Rayfan [23/03/21] #1 Rank - duniawattpad [12/02/21] #3 Rank - duniawattpad [13/02/21] [28/02/21] [02/03/21] [03/03/21] [24/03/21] #5 Ra...