Prompt 7 - Get in the Car

496 61 13
                                    

Siang itu awan tampak berarak pelan, berkumpul membentuk hamparan kelabu bergelung-gelung di atas langit, hingga angin tak sanggup lagi untuk mengusirnya pergi. Perlahan mendaraskan air yang mengguyur kota di tengah merahnya dedaunan, berisiknya hiruk-pikuk dilalap suara hujan tanpa henti. Pada saat seperti inilah ia biasanya membuat secangkir teh dengan susu untuknya sendiri, ditemani pendar dari komputer, dan alunan musik darinya. Merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal.

Ia kembali duduk di kursinya, mengerjakan makalahnya yang harus dikumpulkan esok pagi. Tubuhnya kaku setelah seharian berada di sana bergumul dengan buku untuk referensi juga daftar pustaka. Meraih sebungkus keripik jagung, ia menggunakan sumpit untuk mengambilnya, menghindari bumbu yang menempel di jemarinya.

"Dad?" ucapnya ketika mengangkat telepon dari ayahnya. Remaja itu menegakkan tubuhnya emi mendengar ayahnya berbicara dengannya, meletakkan bungkus keripik di pangkuannya.

"TaoTao," panggil pria yang tengah berada di belakang kemudi, dan tengah menepi di taman tersebut. "Kamu sudah makan?"

Tao melirik dua bungkus keripik, sebungkus snickers, juga beberapa bungkus granola bars yang mengisi tempat sampahnya. "Belum, dad. Apa daddy mau membeli makan malam?" ia balik bertanya.

Sang ayah tampak berpikir sejenak. "Lebih baik kau siap-siap, dad akan menjemputmu setengah jam lagi, dan kita akan makan di luar," ujarnya melirik ke refleksi seorang remaja berambut acak-acakan yang tengah duduk dengan wajah bersalah juga gelisah di kursi belakang.

"Benarkah? Memangnya daddy di mana?"

Ayahnya melihat sekilas ke luar di mana hujan masih mengguyur deras dengan orang-orang yang berlari-lari mencari tempat berteduh, sesekali menghindari genangan air yang tercipta di sana-sini. "Dad ada di taman dekat sekolah musik," sahutnya. "Aku membawa seorang anak lelaki yang ketahuan merusak pagar rumah orang lain," imbuhnya.

Dahi Tao berkernyit bingung. "Anak kecil?"

"Bukan, anak seumuranmu. Dia berumur tujuh belas tahun," jelasnya sekali lagi mengerling ke arah remaja di belakang yang sepertinya mulai menyadari jika ia menjadi bahan pembicaraan.

Tao tertawa renyah, dan sepertinya dapat didengar oleh sang remaja berambut berantakan yang kini terlihat tertarik untuk mendengarkan. "Benarkah? Apa dia tampan?" tanyanya penasaran.

Sang ayah mendengus. "Hei," ia menoleh ke belakang mengagetkan remaja malang yang tengah berusaha mencari kegiatan lain supaya tak bosan di dalam mobil polisi tersebut.

"Ya, sir?" tanyanya kikuk dengan jaketnya yang basah, juga rambutnya yang seperti habis diterpa badai.

Pria berseragam itu mengulangi pertanyaan anaknya, membuat sang anak tertawa di ujung sana. "Anakku bertanya apa kau tampan, bagaimana menurutmu? Apa kau tampan?" Alisnya naik satu dengan pandangan mengintimidasi.

Remaja itu menggaruk tengkuknya dengan wajah sedikit malu, dan canggung. "Menurut ibu saya, saya tampan, sir," sahutnya dengan cengiran aneh membuat polisi itu mengulum senyumnya.

"Kata ibunya dia tampan," ucapnya kepada Tao yang sudah mendengarkan jawaban itu.

"Aku sudah dengar langsung darinya," katanya lagi meletakkan keripik jagungnya di meja, menyimpan data tugasnya. Membuka lemarinya, ia memilih-milih baju yang akan dipakainya nanti.

"Baguslah." Ayahnya terdengar tak suka terlebih saat menemukan senyuman bodoh di wajah remaja yang ditangkapnya beberapa belas menit lalu. Merusak pagar rumah orang lain dengan mencoret-coretnya, bahkan mengelak jika itu bukan kelakuannya meski ditemukan cat kaleng di dalam knapsack yang ditentengnya. Pria itu tengah dalam perjalanan menuju kantor saat matanya menangkap seorang pria berteriak-teriak kepada seorang remaja yang balik membantah dengan wajah merah di tengah rinai hujan. Tanpa pikir panjang ia menepi untuk menanyakan pokok permasalahanny. Ia memutuskan untuk mengamankan anak itu ke kantor untuk ditanyai lebih lanjut, dan mungkin menunggu orang tuanya untuk menjemputnya nanti.

PeachWhere stories live. Discover now