Prompt 12 C - Goody Two Shoes

554 57 15
                                    

Tao memandang awan berarak di luar jendela, mengulum pastilles lemon tak memedulikan gurunya yang sedang berbicara di depan kelas. Ia hanya mengangkat tangan sekenanya ketika wanita itu mengabsennya, dan kini ia tak terlalu peduli mengenai hukum gerak dan gaya yang sedang dibahas. Suara ketukan di pintu berhasil menarik nyawanya kembali ke tubuhnya, ia melirik sekilas ke arah teman-temannya yang mulai berbisik-bisik kemudian kembali memandangi langit tanpa minat.

"Baiklah, hari ini laoshi akan mengajar lebih singkat karena ada urusan. Tolong kalian belajar sendiri ya, jangan ribut! Kerjakan halaman seratus dua puluh tujuh di kertas selembar, dan dikumpulkan," titah guru wanita tersebut seraya membereskan barang-barangnya setelah berbicara dengan guru lain yang tadi singgah.

Murid-murid langsung menghela napas lega, dan riuh begitu sang guru keluar. Beberapa murid serentak membuat kelompok-kelompok kecil, dan membuka buku. Sebagian langsung mengerjakannya, sebagian lagi mengeluarkan makanan, dan sisanya mengeluarkan gadget bahkan memejamkan mata bersandar ke mejanya. Terlelap dalam mimpinya, tinggal menunggu menyalin tugas milik teman sebelahnya meski sebenarnya mereka mampu mengerjakannya sendiri.

Sehun, murid yang mejanya bersebelahan dengan Tao hanya memandang datar ke arah pemuda tersebut. Acapkali ia melemparkan tatapan sinis pada kutu buku yang anehnya tak sesuai dengan stereotype yang dianggap culun, dan selalu menurut. Sehun benci sikapnya yang sombong, tak ayal ia memandang prestasinya sebelah mata. Hei, kalau kau berkuasa, dan memiliki segalanya, wajar jika kau banggaーmenunjukkannya sehalus mungkin. Terbungkus rapi dalam tampilan indah tak tersentuh, karena mungkin Tao membenci tangan-tangan kotor yang tak pantasーpikir Sehun.

Pemuda berambut kemerahan tersebut mengerjakan tugasnya seorang diri, tak terlalu memedulikan Sehun yang sejak tadi menatapnya lekat-lekat seakan ia adalah spesimen langka. Otaknya berusaha menganalisis yang ditangkap indra penglihatannya sampai tertumbuk pada pemuda berkacamata di sebelahnya. Pemuda yang sesekali terlihat mengulum bibir bawahnya sendiri kemudian memainkan pulpennya seakan bosan dengan hidupnya sendiri. Sehun mengamati matanya yang seperti kucing dengan bulu mata panjang sampai menyentuh kaca mata berbingkai tebalnya, dan hidungnya yang mancung sesekali digosok dengan tekukan jemari lentiknya. Anak satu ini juga terkenal dengan pelanggarannya berupa berkelahi, dan terlambat bahkan sering ditegur karena melamun. Sehun tak habis pikir mengapa ia dianakemaskan sampai ia tak sengaja melihat interaksi antara Tao, dan kepala sekolah mereka.

Bel istirahat siang yang berbunyi bagaikan melodi surga bagi murid yang lantas berlari berhamburan menuju kantin. Belum sempat Sehun beranjak dari duduknya, ia kembali dikerubungi oleh siswi yang penasaran untuk berdekatan dengannya. Tak ada bedanya dengan istirahat pertama tadiーtimbul rasa geram di hatinya.

"Sehun, kau mau makan siang denganku?" Seorang siswi berkuncir dua bertanya penuh semangat. Suara yang berisik layaknya cicitan tikus. Minta diinjak, dan dibakar.

Sehun memandanginya malas, tak menampakkan senyum sama sekali. "Tidak, dan bisakah kalian berhenti berisik? Aku ingin ketenangan," tandasnya tajam dengan tatapan menusuk. Siswi yang berasal dari kelas lain itu pun terkesiap, wajahnya memerah, gelagapan meminta maaf sebelum menyingkir membiarkan Sehun lewat.

Remaja itu berdecak, tak menunjukkan tanda-tanda tertarik pada para siswi yang mencuri pandang ke arahnya ataupun siswa yang memandanginya penasaran juga sinis. Ia jelas-jelas tak peduli, dan langkahnya membawanya memasuki perpustakaan yang sunyi. Baguslah, tempat teraman untuk kabur dari keriuhan sekolah yang seringkali tidak disukainya, karena benci adalah kata yang terlalu kuat.

Ia memilih lorong yang agak tersembunyi di bagian belakang berisikan ensiklopedia dan jajaran buku tebal lainnya, menyelonjorkan kakinya di atas lantai kayu dengan IPhone di tangan. Memejamkan matanya yang terasa berat juga perih, sepertinya Sehun harus tidur sebentar. Di tengah pikirannya yang melalang-buana, suara erangan menelusup ke gendang telinganya, membuatnya mau tak mau menampakkan netra cokelat tuanya.

PeachWhere stories live. Discover now