"Kau tahu tidak, aku melihat hal yang mengejutkan lho." Suaranya lirih terdengar hingga ia harus menempelkan telinganya ke dinding demi menangkap lanjutan pembicaraan beberapa orang di luar tersebut.
"Apa itu?" tanya suara lain yang terdengar lebih feminim.
"Itu, kemarin aku melihat kejadian di ruang guru, Wang-laoshi, dan Huang Zi Tao berciuman!" serunya membuat semua orang di sekitarnya bereaksi, dan mulai berbisik-bisik sendiri.
"Eh, ini Wang Li Kun atau Wang Kai?" tanya sebuah suara yang berat penuh rasa penasaran.
"Wang Kai!" serunya berapi-api sembari menghentakkan tangannya.
Murid lain mulai mengomentari, "Wah, bisa jadi skandal ya. Guru, dan murid harusnya tak boleh mempunyai hubungan romantis." Beberapa suara menyetujui dengan riuh.
"Iya 'kan? Huang Zi Tao itu cuma berpura-pura menjadi anak berandalan, padahal dia hanya mau meminta perhatian lebih dari Wang-laoshi," tukas suara pertama seakan tengah mengungkapkan fakta tak terbantahkan.
"Wah, aku tak menyangka ya," murid lainnya menanggapi.
Cukup sudah. Tao perlahan beranjak dari sisi dinding luar tempatnya bersandar, dan pergi menuju perpustakaan. Sebenarnya ia ingin berdiam di atap sekolah seperti semester lalu, tapi apa daya pintu ke lantai atas sudah dikunci, dan kuncinya sendiri berada di ruang penjaga sekolah. Tao tak mau menyulitkan mereka, dan lebih memilih menyingkir di antara tumpukan rak, membaca kembali terusan mengenai flora, dan fauna yang hidup di taiga serta makanannya. Menyelonjorkan kakinya sebentar, ia memeluk bantal kecil yang diambilnya dari sofa, tak memedulikan Alan Ng, pustakawan yang mencuri pandang padanya.
Tao tersenyum membaca bagian mengenai bobcat, kucing hutan sepanjang dua kaki yang memiliki pola tutul untuk berkamuflase. Bobcat terlihat lucu dengan telinganya yang lebih kecil dibandingkan proporsi badannya, dan ekornya yang pendek. Ia jadi ingin memeliharanya di rumah, tapi tentu saja ayahnya akan marah jika mengetahui anaknya memelihara hewan liar yang mampu membunuh mangsanya dengan taring, dan cakar tajamnya.
Tao membalik halamannya untuk membaca mengenai karibu, rusa besar bertanduk lebar, dan kokoh. Menarik ujung lengan sweater-nya untuk menutupi telapak tangannya yang mulai terasa beku, ia kembali pada posisi favoritnya, meringkuk. Tiba-tiba matanya terasa perih, memaksanya mengusap-usap matanya yang terpejam dengan punggung tangannya sementara kacamatanya jatuh ke pangkuannya.
"Jangan kasar begitu, nanti matamu merah," sebuah suara memperingatkan.
Tao berhenti, merutuki dirinya sendiri yang sempat melupakan kegiatan rutin menyebalkan manusia satu ini. Ia menegakkan tubuhnya, melemparkan tatapan tak suka pada pria yang tengah berjongkok memegangi buku ensiklopedia yang kini menjadi salah satu favoritnya. "Flora, dan fauna? Kau memang menyukai alam ya," komentarnya berbasa-basi.
Tao berdecak pelan, tangan menurunkan kakinya yang menekuk setinggi dada meski terhalang oleh bantal di pelukannya. "Mau apa Anda ke sini? Memangnya Anda tak memiliki kerjaan lain ya?" tanyanya sinis.
Sebuah senyuman terpatri di wajah tampan yang seringkali membuat Tao naik darah. "Tentu saja aku sudah menyelesaikannya, aku hanya ingin bertemu denganmu," aku Kai sembari menyentuh kepala bersurai kemerahan tersebut.
Bagai kucing pemarah yang membenci perlakuan lembut tuannya, Tao menepis tangan itu untuk kesekian kali dalam minggu ini. Ia mendengus kesal, makin merapatkan diri pada dinding di belakangnya, berharap bisa langsung menghilang dari sana. "Apakah laoshi tak pernah diajari untuk tak menyentuh orang lain dengan tangan kotor Anda?" cecar Tao menohok netra obsidian tersebut.
YOU ARE READING
Peach
Fanfiction13 chapters. On going. Some prompts has been posted as private posts. Follow me to read further. Prompts compilation. Every prompt has different pairing and theme. AU. Tao-centric. Bottom!Tao Because Tao is too beautiful for his own good.