Eyes

64 9 10
                                    

Author POV

"TETTTT TETTTT"

           Bel istirahat di Eagle School sudah berbunyi. Emily pergi dari kelasnya lalu bergegas untuk berjalan - jalan di setiap lorong - lorong Social Class. Menikmati segala terpaan angin yang ada di sekelilingnya. Rambut panjangnya yang berkuncir satu menari ke kiri dan ke kanan sesuai dengan irama dia berjalan.
Emily duduk di kursi panjang yang terletak tak jauh dari lorong - lorong itu. Ia memejamkan matanya dan menenggelamkan diri dalam terpaan angin yang membelai wajahnya. Seketika terbesit pikiran tentang Devano. Laki - laki itu sudah menyelenap di hatinya tanpa ia sadari. Emily menyukai setiap gerak - gerik Devano. Apakah Devano berfikiran yang sama?. Ia juga tersenyum saat ia memikirkan laki - laki itu. Devano sungguh menganggumkan baginya. Walaupun pertemuan awal tidak semanis yang dia bayangkan. Devano sudah mampu membuat Emily tersenyum kecil ketika memikirkannya. Emily langsung mengeluarkan Diary pemberian Ghally yang sudah ia bawa sedari tadi. Di halam Kedua ia memulai menarikan jari - jari nya dengan pena yang ada di genggamannya dan menulis sesuatu disana.

Saat gelap mulai tiba.
Aku menemukan mu.
Aku tak seindah dan sebahagia itu.
Apakah orang - orang melihat ku bagaikan bunga yang bemekaran ?
Aku tak sesenang itu.
Matamu yang tenang itu,
Aku tak mengerti tatapan apa itu.
Tatapan yang seakan menusuk ataukah tidak mempunyai arti.
Mengapa semua sangat sulit aku artikan
Terjebak dalam teka - teki ini,
Adalah hal terindah yang pernah aku temukan.
Emily.

Emily tersenyum dan meraba tulisan - tulisan itu dengan jemari nya. Ia berharap akan bertemu dengan Devano. Laki - laki yang sudah membuatnya terjebak dalam teka - teki dirinya sendiri.
Emily yang sedang melamunkan Devano, tidak sadar jika seseorang telah memukul kecil bahunya.

Emily's POV

Aku melihat seseorang itu melambai - lambaikan tangannya tepat di depan mataku. Aku tersentak. Aku dari tadi ternyata melamun. Apa ini.
"Emm..." Katanya.
"Emm.." lanjutnya.
Ini.... Dia... Devano. Mengapa ia disini. Aku memandangnya dari atas ke bawah terlihat pin berwarna Hijau yang menandakan Eagle School lebih tepatnya Science Class di sekolahku. Itu berarti....
Devano satu sekolah dengan ku ?!
"i—iya..?" ucapku terbata bata.
"Remember me ?" Tanyanya.
"Tentu saja!" Jawabku bersemangat.
Ini benar Devano. Ternyata dia satu sekolah denganku.
"Nih..." ucapnya sambil menyodorkan Handphoneku.
"Kemarin ketinggalan di Café jangan ceroboh lagi." Lanjutnya dengan tatapan datar.
"Terima kasih." Jawabku.
Dia masih duduk di sebelahku dengan tatapan ke arah murid - murid lainnya.
"Kamu sekolah disini juga ?" Tanyaku.
"Iya." Katanya singkat.
"Kok aku gak pernah liat kamu ?" lanjutku.
Dia hanya menatapku dan memandang ke arah lainnya lagi. Kemudian ia meraih buku yang ada di tanganku.
"Bukumu? Diary ?" Tanyanya.
"Iya. Kenapa ?"
"Heran aja. Jaman udah maju gini ternyata masih ada juga yang di sekolah nulis Diary." Katanya sambil menatapku.
itu kalimat terpanjang yang pernah ia ucapkan padaku.
Aku hanya tersenyum.
"Jangan di buka" Lanjutku.
Dia mengangguk dan segera mengembalikannya padaku.
"Kelas berapa ?" Tanyaku.
"Science Class-1" Jawabnya sambil berjalan menjauh dariku.
Aku hanya memandang punggungnya dari jauh. Tunggu, itu berarti dia satu kelas dengan Gally dan Ana.
Ah, aku bisa gila.

Bel tanda masuk kelas berbunyi lagi. Kali ini aku tidak bisa berfikir jernih di kelas. Aku selalu menunggu - nunggu untuk pulang dan menanyakan banyak hal ke Ghally.

*TETTTTTTT TETTTT*

"YES" ujarku dalam hati.
Aku sudah membereskan buku - bukuku yang berserakan dan segera menyusul Ghally. Berlarian ke lorong - lorong Science Class. Dan Yes, Aku tiba sebelum kelas Ghally bubar. Aku memandang tubuh itu. Devano. Ia masih duduk disana di kursi paling ujung. Persis tempat dudukku di kelas. Ghally pun segera keluar dan menghampiriku ketika aku sedang memperhatikan Devano.
"HEIIII" katanya bersemangat.
"Heii." Kataku.
"Em. Hari ini pulang bareng sama aku kan. We have to see Eliana !." ucapnya dengan tersenyum.
Aku menganggukkan mantap. Lalu di perjalanan menuju parkiran aku memberanikan diri bertanya kepada Ghally.
"Ly, Can i ask you something ?" Tanyaku.
Dia menatapku seolah ingin memakanku. Lalu pandangannya seperti biasa lagi.
"Yes, why ?" lanjutnya.
"ehm, Do you know Devano?" Tanyaku.
Mata Ghally terbelalak besar.
"EM, Kamu kenal Devano?!!!!!!!!! Wow." Katanya sambil melebarkan matanya.
"Yes, Why ?" Aku menatap matanya dengan serius.
"Namanya Devano Xavier Hills." Jawab Ghally.
"LYY, Jangan bilang kalo... Dia keluarga Hills yang itu?" ucapku dengan menganga.
"I'm not sure Emily." ucap nya lagi.
"Devano Xavier Hills. Pendiam. Dingin. Dia termasuk di rombongan di mana banyak temannya yang menganggumimu. Dia pintar. Tetapi sering tertidur di kelas. Dia tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan mana pun." Jelas Ghally panjang lebar.
Aku hanya memandangnya dan langsung memakai helm dan mengikuti Ghally. Kami berdua diam dalam keheningan. 
Aku melihat gedung tinggi besar itu Ya. Ini adalah Rumah sakit dimana Eliana di rawat. Aku memasuki dengan penuh ketegangan. Aku dan Ghally mendapat kabar bahwa Ana sudah siuman.
Aku menarik napas dan membuka pintu ruangan VIP ini. Ana memang sudah di pindahkan dari ruang Emergency karna keadaan yang membaik.
"Hai" Sapa Ana lembut.
"Heii. Where's your mom na ?" Tanya Ghally.
"She's bring my stuff from penthouse Ly." Katanya Tersenyum.
"Well, Gimana kalo keadaan kamu Ana ?" Tanyaku.
"Doctor say It'll be okay." ucap Ana sambil tersenyum miris.
"Na, Why don't you tell us the Whole Stories about you last night ?" Tanya ku sambil memgang tangannya.
"Okay...But Em please don't you dare to hurt him."Jawab Eliana.
Aku dan Ghally hanya menganggukkan kepala.
"Jadi, semalam itu sebenarnya luka - luka ini sudah lama. Beberapa itu memang ulah Robert. And on the other hand it's also my fault. Aku kacau. Aku muak. Tapi aku sayang sama Robert jadi aku berniat membunuh diriku sendiri. Apalagi keluarga ku pun hanya perduli ketika aku sudah terkulai lemas. Malam itu Robert datang ke Penthouse ku. Sebenarnya tidak ada yang terjadi, tapi aku memulai perdebatan. Karna sifatnya yang egois ia pun menampar ku. Tanpa sadarnya dia langsung pergi dan tidak melihat keadaanku bahwa aku sudah jatuh dan membentur lantai terlalu keras. Setelah beberapa menit Robert pergi, benar - benar tidak ada yang mengecek keadaan ku di Penthouse. Sampai - sampai aku mendengar bahwa kau datang Em. Thankyou so much." Katanya sambil meneteskan bulir bulir air mata.
"We love you Na." Jawabku dan Ghally bersamaan dan memeluknya.
"Ana, i'm sorry. Aku temanmu laki - laki tetapi tidak bisa melawan Robert. I'm so sorry Eliana Charlotte Tan." ucap Ghally menahan emosi terhadap dirinya sendiri.
"it's Okay guys." Ucap Ana lembut.
Aku memandang keseliling. Terlintas Wajah Devano di benakku. Aku terlihat kebingungan sekarang.
"Em, What's wrong ?" Tanya Eliana.
"n—nggak" jawabku dengan senyum.
"Na, Kayaknya Emily dekat dengan Devano." Celetuk Ghally.
"What?!" Teriak Eliana.
Aku hanya tersenyum.
"Em... Yakin?" Tanyanya lagi.
"Guys, Aku belum tentu dekat dengan Devano. Aku kemarin tidak sengaja bertemu dengannya. Tapi, Aku penasaran." Jawabku.
"Em, I guess you like him." Jawab Eliana tersenyum.
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Eliana. Tapi, Feeling sahabat jarang salah. Aku dan Eliana sibuk bergosip tentang ini dan itu. Tetapi Ghally malah hanya sibuk bermain game di Handphonenya. Jika aku sedang bersama mereka hatiku merasa getaran bahagia. Cukup seperti ini dan jangan di rubah lagi. Kehangatan mereka sudah cukup bagiku.
"Em, if you have a boyfriend.. Jangan seperti Robert ya." Ia tersenyum miris.
"Ana, cukup." Jawabku sambil mengencangkan genggaman ku di tangannya.
"Em, Robert bentar lagi kesini." Katanya
Mataku membulat besar. Ghally yang sedari tadi memegang Handphonenya langsung melirik ke arah Eliana.
"Are you kidding me ELIANA?!?!" kata - kata itu justru terlontar dengan cepat dari bibir Ghally.
Terdengar pintu terbuka. Aku secara tak sadar sudah menahan napas. Badan tinggi itu. Rambut yang di tata rapi. Kacamata itu.
"Hei El.." Sapanya dengan bunga d tangan kanannya.
Eliana tersenyum. Sorot matanya berubah menjadi kesedihan. Semakin lama bulir air matanya turun.
"Udah cukup Robert!" Teriaknya.
Aku dan Ghally benar - benar tidak bisa melakukan apa - apa.
"KELUAR! BELUM CUKUP AKU BEGINI?!?!?!" Teriakannya semakin histeris,
"Maafkan aku Eliana. Ku mohon. Robert maju semakin dekat. Tapi yang terjadi Eliana melemparkan gelas dan barang - barang di sekitarnya.
"PERGI!!! AKU SUDAH HANCURRR, MULAI SEKARANG KITA SUDAH TIDAK ADA HUBUNGAN APA - APA LAGI!" Eliana terlihat semakin menyedihkan. Ia mengacak rambutnya dengan kasar.
"Ghally, bawa Robert keluar!" Kataku dengan sigap.

Keep votes and comment yaaa!!!!
Maafkan ketypoann😂😂😂😂
Masih banyak lagi cerita Emily dan Devano sekaligus liku rintangan yang di alami Eliana . Selain itu apakah Ghally hidupnya hanya datar saja??

Terus baca yaa kritik , saran kalian akan selalu bermanfaat bagi dita.
Sincerly, Anandita

Rain dropsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang