Suddenly

39 7 5
                                    


Emily's POV
Ghally menuntun Robert yang terlihat shock keluar. Aku memeluk Eliana. Eliana semakin meringis. Erangan tangisannya semakin jadi.
    "Aku udah gak kuat Em. Aku gak kuat." katanya sambil menangis. Airmatanya sudah tak terbendung lagi.
    "EM, Ini salah dia Em..." guraunya.
    Aku semakin tidak mengerti ada apa dengannya.
    "Kamu kenapa Eliana. Cukup. Biar nanti kamu jelaskan.
    Aku memberikan Eliana minum. Setelah dia sedikit tenang aku memencet Bel supaya perawat datang.
    Para perawat itu menyuruhku keluar ruangan karna Eliana harus beristirahat total. Aku yang baru saja keluar melihat Robert yang masih acuh tak acuh melihatku dan Ghallly secara bergantian. Kami bertiga bergeming dan tak ada yang mau memulai obrolan. Disatu sisi aku menangkan tubuh tegap itu yang berjalan santai mengelilingi koridor rumah sakit. Terlihat para perawat pun berbisik membicarakanya. Aku pun mengalihkan pandangan.
    "Robert.." Aku memecahkan suasana.
    Ia terlihat menoleh ke arahku. Ghally pun begitu.
    "Maaf kalau aku ikut campur. Tapi, apa sebaiknya kalau kamu tidak sayang lagi kepada Ana kamu bisa memutuskan hubungan dengannya. Aku sebagai temannya merasa marah dengan perlakuanmu itu. Walaupun aku tak bisa marah denganmu karna Ana memintanya. Tapi, percayalah setiap manusia mempunyai batas kemampuan untuk menahan emosinya." ucapku dengan nada tenang.
    "Gak semudah itu Em." ucap Robert.
    "Kenapa ?"
    "Eliana yang memaksaku melakukannya." Jawabnya.
    Mataku dan Ghally spontan bertemu dan saling mengernyitkan alis.
    "Ana bilang dia tidak mau berpisah denganku sekalipun aku memukulnya." ucap Robert.
    Tetapi dibalik perkataanya itu, tersirat sorot mata yang penuh kepedihan. Aku tidak melakukan pertanyaan lebih lanjt. Hanya memandangnya saja. Aku ingat sekali moment dimana Eliana begitu bahagianya membawa bunga yang diberikan oleh Robert. Semuaorang memandang penuh iri karna perlakuan Robert. Tetapi, kebahagiannya hanya sebatas di awal. Sejak saat itu Robert tidak pernah membuatnya bahagia lagi.
    Perawat pun keluar.
    "Hei Miss, Apakah anda temannya ?" Tanya seorang perawat itu.
    "Dia membutuhkan istirahat. Aku harap jangan berisik bila ingin menjenguknya." ucapnya sambil tersenyum
    "Baiklah." Jawabku.
    Dari kejauhan aku melihat sosok Miss Tan yang sudah ingin kembali. Aku langsung tersadar bahwa di sebelahku ada Robert yang masih duduk dengan kepala menunduk dan tatapan kosong.
    "Robert, cepat pergi. Miss Tan sudah dekat." ucapku dengan berbisik.
    Dia menganggukkan kepalanya dan langsung pergi lewat tangga darurat yang tidak jauh dari ruangan Eliana.
    Miss Tan memandangku dan Ghally dengan ramah.
    "Hai Miss Tan, Sebelumnya aku dan Ghally ingin pamit pulang. oh ya, Tadi ada kejadian yang sedikit rumit dan susah di jelaskan. Hanya perdebatan sejenak saja dengan Ana. Jadi para perawat menyuntikkan obat penenang untuk Ana. Para perawat itupun bilang Ana harus beristirahat total." Jawabku dengan senyum dan sopan.
    "Yasudah, Terimakasih ya Em. Titip salam buat Miss dan Mister Patterson. Tidak lupa Miss dan Mister Ram." Katanya tersenyum ke arahku dan Ghally.
    Ghally menganggukkan setuju. Lalu, aku berjalan di koridor dengan Ghally menuju parkiran.
    "Em, Are you sure?" Tanyanya blak - blakkan.
    "About what ?" Kataku dengan meliriknya.
    "Devano. Aku penasaran banget. Tumben aja. Kamu kan jarang banget nih nanyain cowok. Perilaku kamu juga sama ke setiap cowok. Tapi, baru kali ini aku liat kamu bener - bener semangat kalo lagi ngomongin Devano." ucap Ghally panjang lebar.
    "Seriuosly? Kepo banget jadi orang Ly!. Kayaknya aku penasaran deh sama dia." ucapku sambil tersenyum.
    "Dia jago futsal loh Em." Katanya dengan menatap Emily.
    "Aku gak tau banyak banget sih Ly. Aku juga baru kenal." kataku dengan manrik napas panjang.
    Aku memakai helm dan langsung naik ke atas motor Ghally. Di perjalanan ini sepertinya aku tau ini ke arah mana. Sesuai dengan dugaanku.
    "Ly, Bisa gak stopin aku di Café itu aja ?" Teriakku saat motor nya sedang melaju dengan kecepatan kencang.
    "Yang mana?" Tanyanya sambil berteriak juga,
    "Ituuuu. Arah toko buku langganan aku." Kataku sambil menunjuk Café itu.
    "Siapp bos." ucapnya.
    Ghally memarkirkan motornya tepat di depan Café itu. Ia melihat bangunan itu dengan seksama.
    "Nih Ly." Jawabku dengan mengembalikkan helmnya.
    "Em, yakin aku tinggal sendiri." Tanya Ghally.
    "It's Okay. Bye Ly." Jawabku.
    Aku berjalan dan memasuki Café itu. Aku masih berseragam sekolah yang memang dari tadi belum sempat aku ganti. Karna ya, simple. Belum pulang ke rumah. Aku memesan kopi seperti biasa.
    "Caramel Macchiato, Grande Size. Emily. Please." kataku tersenyum.
    "Seperti kemarin." Jawabnya tersenyum dan mulai memasukkan orderanku.
    "Yap." balas ku dengan semagat.
    "Kalau kesini terus bakal ingat sama Miss Emily." Katanya sambil tertawa kecil.
    Aku tertawa kecil melihat tawa pegawai disini. Ia tersenyum melihatku. Seperti kemarin aku menunggu dengan berdiri. Sesaat kemudian pesanan ku tersedia. Aku pun segera mengambilnya. Aku mencari tempat duduk yang ingin ku tempati. Aku rasanya ingin duduk di tempat Devano kemarin. Aku berjalan menuju kursi itu. Tetapi tidak ada satu pun orang disana. Tapi, aku akan tetap duduk disana. Aku mengeluarkan buku Diary yang dibelikan oleh Ghally dan mengambil Pena. Kemudian tak lupa aku menyalakan lagu di Handphone ku dan memasang Earphone. Avril Lavigne - Stop Standing There. Aku belum menulis dan sebaliknya aku memejamkan mata. Tanpaku sadari aku bernyanyi - nyanyi kecil.

All this talking to you i don't know what i'm to do
i don't know where you stand what's inside of your head
all this thinkin' of you is that what you're doin too?
you're always on my mind i talk about you all of the time.

    Lucu rasanya bernyanyi - nyanyi kecil sendiri seperti itu. Aku masih memutar lagu - lagu lainnya dan akhirnya aku pun menuliskan sesuatu di sana.

Jika kamu adalah tumbuhan aku harap kamu bukanlah bunga Mawar. Hanya harum dari jauh, Tapi akan melukaiku dari dekat.
   
                                    Emily.

    Setelah aku menuliskan sesuatu disana. Aku tak sadar jika dihadapanku sudah ada orang yang dari tadi mentap tajam ke arah ku. Aku tersentak ketika bertemu matanya. Aku pun kembali dan tersadar. Dengan cepat aku menarik kasar Earphoneku dan mematikan lagu. Tak lupa aku menarik dan memasukkan buku itu dengan cepat ke dalam tas.
    "Em, Santai." jawabnya.
    "E—eh iya dev." ucapku sambil tersenyum kecil.

Devano's POV

    Aku pergi ke Café untuk membeli minumanku seperti biasa. Duduk di kursi paling Pojok. Tapi, kini ada pemandangan berbeda. Emily ada disana. Sejak kapan dia disana. Dengan perlahan setelah memesan minuman, aku berjalan menuju Emily. Aku mendengar nya sedang melantunkan lagu itu. Seolah ia memang sedang jatuh cinta. Dengan senyumannya yang terus mengembang dan sorot matanya yang tak lepas dari kertasnya dan sibuk memikirkan kata-kata. Aku duduk di depannya. Ia sama sekali tak sadar akan kedatanganku.
    Ia menuliskan sesuatu disana, aku memperhatikan setiap gerak gerik yang ia lakukan. Emily menuliskan sesuatu disana dan walaupun aku melihatnya dengan terbalik aku tetap bisa membaca tulisan itu.
    "Jika kamu adalah tumbuhan aku harap kamu bukan bunga Mawar. Hanya harum dari jauh, tapi akan melukaiku dari dekat."

    Aku membacanya dalam hati. Aku akan ingat dalam-dalam.

   Ia menatapku. Mataku dan matanya bertemu. Dengan cepat ia menarik kasar Earphone yang ada di telinganya dan memasukkan buku itu dengan cepat ke dalam tas.

    " Em, santai." Kataku dengan sekilas.
    "E—eh iya dev." balasnya sambil tersenyum. Cantik.
    "Dari tadi disini?" Tanya ku sambil meminum Cotton Candy Blended yang sudah ada di tanganku.
    "Iya Dev, ini tempat kamu kan ya? Gakpapa kan kalo aku disni?" Jawab Emily dengan terkekeh sedikit.
    "Gakpapa." Jawabku singkat.
    "Kamu dari mana?" Tanyanya lagi.
    "Dari rumah." Jawabku berbohong.
    "Oh, soalnya aku pas lagi jenguk Eliana di rumah sakit ngeliat orang yang postur tubuhnya mirip banget sama kamu." Balasnya sambil melihat sekeliling Café yang tidak terlalu ramai.
    Aku tersentak mendengarnya melihatku di Rumah sakit. Aku putuskan untuk hanya diam saja.
    "Dev, kok kamu dingin banget sih?" Tanyanya sambil menatap ku dengan tajam.
    Telfonnya berdering.
    "Halo." Jawabnya
    " Ini yang kamu sebut dingin?" Tanyaku. Ya, aku adalah orang yang meneleponnya.
    Emily diam dan hanya menatapku.

Wahh dita baper nih ngeliat Devano. Tau dari mana coba nomor Emily? 😂😂

Keep voted and Comment yaaa !!!!
Segala kritik dan saran kalian bermanfaat bagi aku. Terimakasih yang sudah menyempatkan membaca.

Maafkan ke typoan aku yaaa 😂

Sincerly, dita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain dropsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang