Three

64 13 3
                                    

Pandangan Lex tetap ke arah foto yang dipegangnya di bus saat perjalanan pulang 3 hari yang lalu. Ini sudah tiga hari setelah hari kematian Tyler dan sudah tiga hari juga Lex tidak keluar dari kamarnya. Tisu berserakan dimana-mana. Kamarnya terlihat seperti kapal pecah. Sama seperti dirinya sekarang. Ia hancur. Dan tak dapat diutuhkan kembali.

Ia berdiri dari kasurnya lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya. Ia melihat sekelilingnya sejenak untuk memastikan tidak ada yang melihatnya lalu berjalan perlahan keluar rumah dan menuju ke halte bus. Di perjalanan, ia hanya terdiam sambil menggenggam foto itu di tangan kanannya.

Ia turun dari bus dan berjalan ke arah pemakaman Tyler. Saat ia berada tepat di depan batu nisan Tyler, ia menjatuhkan dirinya sambil menangis.

"Kenapa kau pergi begitu cepat? Kehidupan kita baru saja akan dimulai dan kau sudah meninggalkanku terlebih dahulu. Kau sudah berjanji kepadaku bahwa kau dan aku akan hidup bersama saat kita sudah lulus nanti. Kau dan aku akan kuliah di kampus yang sama, tinggal di apartement kita sendiri, memasak bersama, tapi semua itu lenyap begitu saja. Mana janjimu, Tyler? Kau pembohong!! Aku membencimu." kata Lex sambil melepaskan promise ring yang melingkar di jarinya lalu melemparkannya ke arah batu nisan Tyler.

Cincin itu diberikan Tyler beberapa minggu yang lalu. Itu sebagai tanda bahwa ia serius dengan hubungannya dengan Lex.

Lex menangis, "Aku membencimu. Sangat."

Ia merangkak ke arah batu nisan itu dan memeluknya dengan erat, "Tidak. Aku sangat mencintaimu. Sangat. Apa kau mencintaiku juga? Ayo, Tyler. Aku tau kau bisa mendengarkanku dari dalam sana. Keluarlah. Buktikan bahwa kau masih menginginkan aku dan kau bersama."

Cuaca sudah mulai mendung tetapi Lex masih tetap memeluk batu nisan itu.

*****
Lex POV

"Alexis!! Alexis!!" panggil seseorang. Aku membuka mataku perlahan. Dylan. Aku melihat sekelilingku. Aku berada di kamarku. Aku memegang kepalaku yang terasa sakit, "Kenapa aku bisa ada di sini?" tanyaku.

Dylan menatapku sejenak lalu memelukku dengan erat, "Kenapa kau melarikan diri?" tanya Dylan khawatir.

"Apa kau baik-baik saja? Aku sangat mengkhawatirkan kau ,Alexis." lanjutnya setelah melepaskan pelukannya.

Dylan Morgan. Ia kakakku. Satu-satunya keluarga yang aku punya saat ini setelah ayah dan ibu meninggal. Ia orang yang merawatku dan menyayangiku.

Aku mengangguk sambil tersenyum, "Aku baik-baik saja hanya kepalaku agak sedikit pusing." jawabku.

"Istirahatlah. Saat bangun nanti, pasti sakit kepalamu sudah hilang. " ucapnya sambil mengecup keningku lalu pergi.

Haloooo sorry ya buat short partnya,, janji deh bakal buat yang lebih panjang lagi selanjutnya.. xx

IS IT LOVE IN YOUR EYES?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang