Two – Rahasia
"Kalau kamu, gimana? Kamu suka laut?" tanya Ginta sesaat kemudian.
"Biasa aja," jawab Atan. "Gin, berarti kamu sering ke pantai dong?""Iya."
"Sendirian?""Iya."
Alis Atan bertaut. "Kok nggak bilang-bilang aku?" protesnya.
"Ya ampun, emangnya kenapa? Lagipula tadi kamu bilang kamu biasa aja sama laut," sahut Ginta. Atan terkadang memberi reaksi yang tidak biasa setiap Ginta mengatakan sesuatu yang baru ia tahu. Kalau sudah begitu Ginta yang akan gemas sendiri melihat Atan.
"Kan aku bisa temenin kamu," celetuk Atan cepat.
Wajah Ginta panas, lagi. Atan sering membuat situasi Ginta tidak karuan. Tatanan hati Ginta yang rapi selalu teracak kembali setelah mendengar kalimat ringan dari Atan. Padahal Ginta tahu Atan tidak bermaksud serius dengan membuat Ginta terbawa perasaan, tapi Ginta selalu tidak dapat menahan setiap Atan berucap seperti barusan. Ginta selalu tidak dapat melawan atas apa yang Atan lakukan pada hatinya.
Dan untuk menutupinya, kali ini Ginta tidak terkekeh seperti sebelumnya untuk mengusir hawa hangat yang menjalar di kedua pipinya, ia hanya menyahut, "Duh, aku tersanjung kamu bilang mau temenin aku," dan tersenyum lebar.
Ginta memaknai kalimatnya sebagai candaan yang serius, tapi Atan hanya menganggap itu sebuah kalimat sahutan Ginta yang biasa didengarnya setiap ia melontarkan candaan ambigu yang sebenarnya selalu membuat Ginta terbawa perasaan.
Atan menganggap itu sebuah kalimat tanpa makna yang berarti, yang sebenarnya diselipkan Ginta di dalamnya.
"Kan bagus aku temenin kamu. Kalau sendirian terus kamu kebawa ombak, gimana?"
"Atan, kok gitu sih? Jahat banget. Kamu doain aku kebawa ombak?"
"Enggak."
"Tapi omongan itu doa, Tan."
"Kan aku bercanda, Gin."
"Nggak lucu, Tan. Masa aku kebawa ombak kamu jadiin bahan candaan? Mulai kelewatan lagi deh, kamu."
Ginta merengut. Terkadang ia kesal atas tingkah Atan yang suka bercanda tanpa memilih bahan candaan terlebih dahulu. Atan sering membuat semua hal sebagai candaan, tapi kadang candaannya tidak menghibur Ginta.
"Gin, maaf deh."
Ginta masih saja merengut. Di sisi satunya, ia tertawa dalam hati melihat Atan merengek dan mendorong-dorong bahu Ginta pelan seperti anak kucing yang menempeli induknya, tapi Ginta juga kesal karena candaan kamu-kebawa-ombak tadi.
"Gintamani, Selatan minta maaf. Nggak akan diulangi lagi. Sekarang ini janji yang akan ditepati," tegas Atan tiba-tiba.
Ginta terlonjak pelan mendengar nada Atan yang jarang didengarnya. Nada Atan yang benar-benar tegas dan mengisyaratkan kamu-bisa-pegang-kata-kataku. Dan Atan sangat jarang memanggil Ginta dengan sebutan Gintamani saja dan menyebut namanya Selatan saja. Mungkin ini pertama kalinya dalam tiga tahun dia bertingkah seperti itu.
Dan ada yang aneh dengan janji Atan barusan.
"Kamu kenapa?" tanya Ginta bingung. Alisnya bertaut.
Atan berkedip dua kali sebelum menghela napas.
"Atan, kamu kenapa?" ulang Ginta. Atan suka menyembunyikan sesuatu seperti sekarang jadi Ginta berhenti bertanya dan mulai berpikir untuk menebaknya, seperti yang selalu dia lakukan setiap Atan menyimpan rahasia baru darinya.
Ginta yakin ia akan menebaknya dengan tepat seperti biasa, awalnya. Setelah matanya menangkap wajah Atan tanpa senyuman jahil yang selalu ada setiap Ginta sedang menebak-nebak, keyakinan itu hilang seketika.
Meskipun Ginta mencoba berpikir lagi, ternyata itu sia-sia.
Karena sesuatu yang disembunyikan pemuda itu dari Ginta sore ini bukan sebuah hal kecil atau hal yang tidak lebih penting dari nilai UAS di kampus. Karena itulah Ginta tidak dapat menebak.
Sesuatu yang disembunyikan Atan dari Ginta sore ini lebih dari sekedar rahasia tentang siapa gadis yang Atan sukai belakangan ini atau berapa total poin hukuman Atan semester ini atau masalah kecil apa lagi yang terjadi antara Atan dengan keluarganya.
Rahasia yang tersimpan sore ini lebih rumit dari segala yang sempat Ginta bayangkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Laut [6/6]
Short StoryLangit, laut, dan hal-hal yang tak dibicarakan. Menjadi rahasia, menyesakkan jiwa. Desember, 2016 - Maitreya Angkasa