Four - Akan Rindu

160 9 3
                                    

Four – Akan Rindu

Ketika pegangan Ginta runtuh sekalipun, Ginta tahu tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia tidak akan berguna untuk meminta Atan tetap tinggal. Sekeras apa pun yang dia lakukan, Atan selalu bisa membuatnya mengalah. Atan selalu punya keputusan yang tidak bisa diganggu gugat.

Tapi Ginta ingin sekali saja berkeyakinan bahwa dia sedang bermimpi dan saat ia membuka suara ia akan terbangun. Mimpinya akan berhenti dan semua kembali seperti semula. Jadi dengan hati-hati dan diwarnai seribu harapan, Ginta bersuara pelan, "Maksud kamu ... gimana?" Sedetik kemudian dia merutuki kerongkongannya yang kering dan membuat suaranya terdengar serak.

"Aku akan pindah ke Jerman, Gin. Ayah sama ibu minta aku ke sana buat jadi penerus perusahaan ayah. Pendidikanku juga akan dilanjutkan di sana."

Jawaban Atan membuat keyakinan Ginta memudar secepat Ginta berkedip. Secepat suara Atan terproses dalam otak Ginta dan membuat Ginta mau tidak mau menelan fakta bahwa ia sedang tidak bermimpi. Ia terjaga dan ini semua nyata.

Tubuh Ginta melemas, menurunkan kedua bahunya. Jadi urusan-urusan yang Atan maksud adalah persiapan kepindahannya ke Jerman. Jadi setiap Atan ke Jerman adalah untuk mengurus hal-hal yang akan diperlukannya ketika dia pindah nanti. Jadi selama ini pun ternyata Ginta gagal menebak rahasia yang disembunyikan Atan dengan rapi darinya.

"Kamu nggak akan ke Indonesia lagi?" tanya Ginta. Retorik dan pahit.

"Dalam waktu dekat, nggak. Aku mungkin akan sibuk sama kuliahku di sana. Kamu juga kan, akan lebih sibuk dari semester sebelumnya."

Atan sedikit salah. Ginta memang akan lebih sibuk, tapi itu karena ia memikirkan hal-hal yang seharusnya bisa mereka lakukan bersama. Hal-hal yang akhirnya tidak terlaksana karena waktu tidak memberikan mereka kesempatan. Hal-hal yang ingin Ginta jadikan memori namun semesta tidak pernah mengizinkan.

Ginta bingung memilih kalimat apa yang harus diucapkannya sebagai balasan kalimat Atan. Semua kata yang tercipta di kepalanya mendesak ingin keluar. Ia hanya bisa diam sementara isi kepalanya berlomba untuk menentukan sebuah kalimat singkat.

"Kamu baik-baik di sini, Gin," kata Atan tiba-tiba.

"Kamu juga. Dan jaga kesehatan ya di Jerman," sahut Ginta refleks.

Atan tersenyum simpul. "Yang sering teledor dan sakit itu siapa sih?"

Ginta terkekeh pelan, mau tidak mau. Yah, Atan yang menjadi pengingatnya agar Ginta tidak lupa membawa barang pentingnya. Atan pula yang menjaganya saat dia terserang flu atau migrain. Bagaimana jadinya dia setelah Atan pergi?

"Nggak apa-apa kan, nggak ada aku?" celetuk Atan.

Bahkan ketika Atan tidak masuk kelas karena malas bertemu dosen mata kuliah pun Ginta merasa apa-apa dan sekarang Atan bertanya begitu. Ginta tidak bisa membayangkan seberapa apa-apa-nya dirinya.

Ginta memaksakan senyum. Dia tidak peduli lagi apakah Atan menangkap senyum terpaksanya atau tidak. "Nggak apa-apa," katanya.

"Bener nih?"

Sedikit kejujuran mungkin tidak akan menyakiti siapa-siapa, pikir Ginta. Jadi dia menambahkan, "Mungkin sedikit susah dan aneh di awal, mengingat kamu sering kali ada dekat aku selama dua tahun ini, tapi nggak usah khawatir. Aku nggak akan kelamaan beradaptasi dengan ketidakhadiran kamu."

Dengan berkata seperti itu, sebenarnya Ginta sedang meyakinkan diri sendiri. Meyakinkan hatinya bahwa semua akan kembali seperti sebelum Atan menyampaikan berita kepindahannya barusan.

Atan menghela napas sambil tersenyum. Lalu ia teringat, "Oh, Gin, sekarang giliran kamu."

"Apa?"

"Kamu juga mau ngomongin sesuatu kan, tadi?"

Ginta langsung teringat tentang niatnya memberi tahu Atan mengenai perasaannya pada pemuda itu. Yah, di situasi sekarang hal itu bahkan tidak lebih penting dari apa pun.

"Kamu mau ngomong apa?"

"Aku lupa, Tan."

"Ya ampun. Coba inget-inget."

"Duh, nggak usah deh. Lagian nggak penting-penting banget, Tan," kata Ginta dengan senyum terpaksa. "Tan, udah malem. Kamu nggak pulang?"

"Harusnya kan aku yang ngomong gitu."

"Yah, maksudku, kamu besok berangkat pagi. Apa nggak lebih baik kamu mengepak barang sekarang?"

"Aku emang berencana mengepak setelah dari sini," cengir Atan sambil berdiri dan membersihkan celana dan telapak tangannya dari pasir. "Ayo, Gin, aku antar kamu ke rumah. Kamu ke sini nggak bawa mobil kan?"

Ginta ikut berdiri dan berkata, "Aku bawa kok. Kamu duluan aja." Ia memosisikan tubuhnya tepat di depan Atan, sedikit mendongak karena perbedaan tinggi keduanya.

Atan terdiam sejenak menatap kedua mata Ginta. Mata yang terasa menggelap entah karena cahaya tidak sebanyak sebelumnya atau karena alasan lain. Ia membuang napas dengan berat dan maju selangkah dengan tangan siap mendekap tubuh Ginta.

"Aku akan kangen kamu. Terima kasih atas waktu kamu selama dua tahun, Gin. Kamu perempuan yang selalu berbeda. Dan kamu bawa banyak hal positif bersama kamu," ucap Atan pelan.

Ginta tidak bisa merasakan tubuhnya, tapi jiwanya bisa mencerna kalimat Atan. Setetes air mata lolos dari kelopak Ginta, membuat segaris aliran di pipinya. Ginta tahu pelukan Atan bukan melambangkan seperti apa yang dia inginkan, tapi dia merasa ini sudah lebih dari cukup. Atan yang selalu ada bersamanya sangat lebih dari cukup.

Pertanyaan Ginta tentang kenapa Atan memanggilnya Gintamani dan menyebut dirinya sendiri Selatan rasanya sudah terjawab. Juga pertanyaan tentang kenapa janji yang diucapkan Atan terasa aneh.

Janji itu aneh karena Atan akan benar-benar menepatinya.

Karena Atan akan pergi tanpa kembali dalam waktu yang lama.

Ginta yakin dia akan merindukan Atan bahkan ketika Atan belum merindukan Ginta.

Atan yang dengan mudah mengajaknya ke suatu tempat.

Atan yang terkadang bereaksi tidak biasa atas apa yang Ginta kemukakan.

Atan yang suka membuat candaan dari semua topik bahasan.

Atan yang menyukai musik barat yang berlawanan dengan selera musik Ginta.

Atan yang tetap akan sebuah pendirian yang ia buat.

Atan yang selalu berhasil membuat hati Ginta tidak karuan dengan kalimatnya.

Ginta akan rindu semua hal mengenai Atan.

_____

Langit dan Laut [6/6]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang