SATU

379 33 11
                                    

Seorang gadis berambut hitam pekat sedang duduk di bangkunya. Tatapannya fokus pada novel yang sedang ia baca, sesekali senyum tipis menghiasi wajahnya. Konsentrasi gadis itu sama sekali tidak terganggu dengan kebisingan kelas. Masih saja tetap asik membaca tanpa ingin tahu apa yang sedang terjadi di sekitarnya.

"WOY BU RATNA NGGAK MASUK!" teriak seorang cowok yang berdiri dengan gagahnya di ambang pintu kelas. Bryan, nama cowok itu.

Sontak saja, gadis yang tadi sedang fokus membaca langsung mendongak. Ayra, begitu sapaan gadis itu. Gadis yang hobi membaca, tanpa melupakan hobi lainnya yakni menyanyi.

"Bohong lo, ah," balas Gina--gadis yang duduk tepat di depan Ayra, "Mana mungkin Bu Ratna nggak masuk," sambungnya tak percaya.

"Walau gue ini anak nakal, gue bukan type cowok pembohong."

"Alah, Yan, bukan pembohong gimana? Satu kelas juga tau kali lo tuh tukang bohong, satu sekolah malah!" sahut Tria, gadis yang menjadi teman sebangku Gina.

"Sembarangan lo kalau ngomong! Dosa!" balas Bryan tak mau kalah. Cowok itu tidak terima dicap sebagai tukang pembohong, meskipun dia sendiri sadar itu adalah kebiasannya.

Tria mendengus dan langsung bertanya, "Lo nggak ingat apa kejadian waktu lo bohongin Pak Tono? Katanya ke WC sekalinya malah nongkrong di kantin."

Waktu itu Pak Tono--guru matematika--sedang mengajarkan rumus matriks tapi tiba-tiba Bryan berdiri. Berjalan kearah Pak Tono sambil memegangi perutnya lalu meminta izin untuk ke toilet. Setengah jam berlalu Bryan tak kunjung datang. Bahkan sampai pelajaran Pak Tono selesai, cowok itu masih belum menampakkan batang hidungnya. Membuat Pak Tono yang terkenal dengan kekejamnya murka. Akhirnya Bryan dihukum membersihkan perpustakaan. Ruangan yang jarang, ralat, sangat jarang terjamah oleh siswa.

"Sesekali mah boleh aja," cengir Bryan. Deretan gigi putihnya terlihat rapi.

Gina terkekeh. Untuk Bryan nggak mungkin sekali, dua kali, bisa aja ratusan kali. Bahkan ribuan kali!

"Perlu gue sebutin satu-satu kebohongan lo?" tantang Tria, gadis ini makin-makin aja melawan.

Bryan mulai geram, lantas berjalan mendekati Tria. "Dendam apa gimana, sih? Mulut lo kayak cewek aja."

Ayra di belakang cekikikan bersama Sesa--teman sebangkunya. Bryan dan Tria itu udah kayak tom and jerry. Kerjaannya kelahi aja di kelas. Ntar ujung-ujungnya pasti kejar-kejaran.

"Sorry aja nih, gue nggak pendendam."

"Yaudin-"

"Ettt, jangan bawa-bawa nama babe gue!" teriak Deden dari kejauhan.

Sontak seisi kelas tertawa. Setiap kejadian yang tercipta di kelas itu seperti sebuah hiburan saja.

Gina terkekeh pelan lalu berujar, "Udah sana lo berdua, jangan bawa-bawa masalah rumah tangga di sini."

"DIAM!" balas kedua sejoli itu-eh.

Ayra terkekeh dan langsung angkat suara. "Udah deh, ribut mulu."

"Biasanya kalau sering ribut gini bisa cinlok loh, kayak yang di ftv-ftv." Kini Prita ikutan nimbrung, menggoda kedua sejoli itu.

"Najis. Naudzubillahi Mindzalik," sahut Tria sembari mengetuk-etukkan pelan kepalanya dengan tangan terkepal.

Ayra tertawa lebar. Bayangkan aja, gimana jadinya kalau Bryan dan Tria jadian? Pasti satu kelas heboh. Bahkan bisa aja satu sekolah juga ikutan heboh. Walaupun dalam sejarah, mana ada tikus dan kucing bersatu!

"EH JANGAN SENANG DULU WOY!" teriak Alfin--ketua kelas XI-IPA 3 yang menjabat tahun ini--yang muncul tiba-tiba dari luar kelas, "Bu Ratna emang nggak masuk tapi barusan dia ngasih tugas dan harus dikumpulin hari ini juga."

Melodi PianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang