"Paman, es krim vanilla satu!"
Sejulur tangan muncul dengan segenggam es krim rasa vanilla tak lama setelah anak itu berseru. Dia tersenyum lebar menyambutnya. "Terima kasih, paman!"
"Sama-sama dik, hati-hati bawa es krimnya,"
Anak itu mengangguk riang. Mendapat es krim sama seperti mendapat sebuah hadiah baginya. Padahal ini belum musim panas. Guguran bunga sakura masih berceceran di mana-mana. Jalanan sekitar taman pun masih terlihat seperti lautan kelopak bunga sakura. Bahkan di saat begini, langkah anak itu terlalu lincah saat memakan es krim, sampai tak sadar adanya tumpukan bunga sakura di sana hanya membahayakan seorang anak kecil. Lantas sepatu anak itu salah langkah hingga tergelincir dan beringsut jatuh dengan sangat tidak layak. Es krim yang dibawanya ternyata berhasil melesat di baju seragam sekolah seorang wanita di sekitar sana, membuat wanita itu menoleh dengan cepat.
"Dik, kau baik-baik saja? Ayo, bangun." Wanita itu segera membantu setelah menghampiri. Ia mengangkat tubuh anak itu dan membantunya berdiri dengan sebelah tangan. Jari lembutnya mengusap bagian hidung dan dahi anak itu yang terlihat kotor. Punggung tangannya pun ikut membantu untuk menyeka air mata yang senantiasa jatuh melewati pipi si anak. Anak itu terlalu takut untuk terisak. Hanya air mata dan endusan kerasnya yang menandakan bahwa ia begitu sedih. Hidungnya pun memerah. "Jangan menangis. Anak laki-laki harus kuat, kalau kau tak ingin besar menjadi seorang gay."
Wanita itu tertawa hambar. Ia bercanda. Ingatkan wanita itu bahwa lelucon seperti ini tak akan berlaku pada anak kecil.
"Es krim....es krimnya jatuh..," rengek anak itu melihat es krim yang telah hancur di antara guguran bunga sakura setelah menabrak bagian punggung seragam si wanita. Anak itu masih terus mengendus. Baru beberapa waktu lalu anak kecil itu sangat riang dengan sebuntal koloid berasa vanilla yang tergeletak di sana.
Tak kuasa melihat kesedihan si anak, lantas wanita itu tersenyum seraya menjulurkan sebelah tangannya yang sejak tadi menggenggam es krim berwarna hijau kebiruan. "Kalau begitu, kakak punya es krim rasa mint. Kau suka? Rasanya tak kalah dengan dengan vanilla, percayalah,"
"Benarkah?"
Wanita itu mengangguk pasti, berusaha meyakini. "Karena es krim ini adalah kesukaanku,"
Sigapnya anak itu segera mengambil es krim di tangan si wanita. Wajahnya kembali cerah dengan bekas-bekas air mata yang mengering di kedua pipinya. Anak itu tersenyum lebar bak manusia polos. "Terima kasih, kak. Aku yakin jodoh kakak dekat."
Kalimat terakhir berhasil membuat wanita itu melongo. Mulutnya sedikit terbuka mencerna arti dari kalimat anak itu. Bahkan ia masih sibuk memikirkannya sampai anak itu pergi dan melambaikan tangan. "Jodoh?"
Entah mengapa, satu kata itu membuat bulu kuduknya menari dalam sekejap. Ia mengamati bagian-bagian kedua tangannya. "Ah, aku baru saja menyentuh anak laki-laki. Menjijikkan,"
Susah payah wanita itu meniup dan membersihkan setiap bagian yang tersentuh oleh anak kecil beberapa waktu lalu. Bulu kuduknya semakin merinding.
Teringat kembali tentang es krim, wanita itu hampir lupa tentang tabrakan maut antara es krim vanilla dengan almamater seragamnya.
Ia segera melepas almamater itu dan mengamati bagian yang terkena noda es krim. Tak butuh waktu lama, karena noda itu terlihat besar dan mencolok. Si wanita yang masih belum disebutkan namanya mengerjapkan mata sejenak. Hanya sebentar, lantas wanita itu langsung memasang ekspresi kecewa. "Argh, bagaimana aku bisa ikut upacara semester baru kalau begini? Ya Tuhan, ini hari pertamaku di SMA Tokyo, aku tak mungkin memberi kesan buruk,"
Tak ada hentinya bila membicarakan wanita itu yang terus mengeluh dan bergerutu. Karena dia akan terus merutuki almamaternya sepanjang waktu ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOOP (Love Only One Precious)
RomancePerasaan Yoon Sara selalu menyenangkan bila bersama Devan Sanjaya, teman masa kecilnya. Devan selalu berhasil meruntuhkan prinsip Sara tentang lelaki dan sangat tahu bagaimana cara membuatnya terasa nyaman. Begitu hangat ketika dirinya diselimuti ol...