Langkah kaki seorang pemuda membawa dirinya mengitari langit Tokyo. Tudung pada jaket hitam yang dipakai lelaki itu menutupi kepalanya, berhasil menyembunyikan separuh dari matanya yang sipit. Dia membiarkan sebelah telinganya tersumpal oleh earphone. Celana training yang dikenakannya cukup membuat orang menyangka bahwa dia sekadar berlari kecil di malam hari. Tidak ada yang tahu bahwa lelaki itu kini hilang tujuan. Sampai satu orang membuat langkahnya terhenti.
Pemuda itu berhenti ketika mendapati sesosok gadis baru saja meninggalkan minimarket dengan sekantung plastik berisi bahan-bahan makanan, masih mengenakan seragam sekolah yang tentu sangat dikenalnya. Oleh karena itu, sudut bibirnya tanpa sadar tertarik. Bahkan sebelum dia merencanakan itu. Dirinya terbawa hanyut pada arus ketenangan pada si gadis. Dia menggiring tubuhnya untuk berdiri di depan gadis yang memiliki wajah bernuansa Seoul itu.
"Yoon Sara,"
Panggilan itu membuat Sara terlonjak kaget. Sontak dia mengambil satu langkah mundur dengan menggenggam erat sekantung plastik berisi bahan makan malam sebelum Sa Jin, adiknya, pulang dari sekolah. Entah apa yang membuat bocah sekolah menengah itu belum pulang sampai jam malam ini. Tapi, hal di hadapannya ini lebih mencemaskan daripada soal Sa Jin sebenarnya.
"Kau lagi!" teriak Sara sebal. Dahinya mengerut heran sekaligus benci. Benar, dia sangat benci pada dirinya yang memilih minimarket yang berujung pertemuannya dengan pemuda ini, Nakano Yuuma.
Beribu-ribu kali pertanyaan ini terbesit dalam hidupnya, mengapa takdirnya harus selalu bertemu seorang Nakano Yuuma dari jutaan manusia di bumi ini.
Dalam tatapan tajamnya, Sara bisa melihat pemuda itu melemparkan cengiran kekanakan. Meski dia mendapati mata sipit Yuuma yang hampir tertutup tudung jaket hitamnya. Secara samar gadis itu juga mendengar kekehan Yuuma yang terdengar kacau. "Kau mengikutiku?"
Yuuma menggeleng. "Mau kuantar pulang?"
Pertanyaan lembut itu mampir secara jelas di telinga Sara. Karena itu, kerutan di dahi Sara agak mengendur. Walau masih dengan tatapan yang sama, tajam.
Tak ada jawaban, Yuuma melirik ke arah kantung plastik bawaan Sara. Dia sama sekali tak peduli bagaimana ekspresi Sara sekarang. Tepatnya tidak ingin tahu. "Atau mau kubantu membawakannya?"
Tanpa perlu diberitahu maksudnya, Sara sudah paham. Dia menarik genggamannya pada kantung plastik itu, menjauhkan tangannya dari juluran tangan Yuuma yang segera menangkapnya. Sikap Sara sangat menunjukkan bentuk penolakan. Walau sampai kapan pun Yuuma tak peduli. Namun, pemuda itu paham, dan kembali menarik juluran tangannya.
Pandangan Yuuma kini beredar. Seakan dia sedang mencari-cari objek tertentu. "Devan tidak mengantarmu pulang? Kau baru pulang dari rumahnya, 'kan?"
"Tidak ada urusannya denganmu. Lebih baik kau minggir dari sana, aku mau lewat," hardik Sara terdengar ketus. Tidak ada respon. Karena itu, Sara memutar mata dan meniup poninya sebal. "Bukankah sudah kubilang, kalau kau mendekatiku, kau mati?"
Yuuma mendengus. Senyum jahilnya kembali mewarnai wajah yang menawan itu. Lesung pipinya kembali terlihat. "Aku tak pernah mendengarmu berkata itu,"
"Mungkin kau yang tuli," gumam Sara mengejek. Gadis itu kembali memutar mata. Yuuma tidak mau berpindah tempat, oke. Jalan trotoar masih sangat luas. Sara bisa melewati Yuuma tanpa harus bersentuhan dengannya. Gadis itu beringsut pergi meninggalkan Yuuma.
Seharusnya begitu. Akan tetapi, jemari Yuuma mengapit bagian kecil dari ujung lengan almamater Sara. Seakan dia anak kecil terlantar yang meminta perhatian.
Gerakan Sara yang spontanlitas melepas diri dari jari Yuuma, memutuskan untuk terhenti. Jemari itu mengapit dengan kuat. Toh, Yuuma sama sekali tidak berusaha menyentuhnya. Bagian ujung almamater itu bisa disemprot disinfektan ketika dia pulang nanti. Sebisa mungkin Sara mengambil napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Bila tidak dia tahan, semua kalimat menohok akan kembali menerjam si anak dari direktur utama sekolah Sara ini. Sara tidak ingin membuat Yuuma dalam masalah besar, dituduh sebagai penjahat kelamin misalnya. Setidaknya dia yang menolong Sara menyematkan almamater di punggungnya di hari pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOOP (Love Only One Precious)
RomancePerasaan Yoon Sara selalu menyenangkan bila bersama Devan Sanjaya, teman masa kecilnya. Devan selalu berhasil meruntuhkan prinsip Sara tentang lelaki dan sangat tahu bagaimana cara membuatnya terasa nyaman. Begitu hangat ketika dirinya diselimuti ol...