Seorang gadis menghabiskan waktunya di dalam toilet, dengan beberapa gulungan tisu. Bersikeras dia mengusap seluruh bagian seragamnya. Tujuan utamanya menyeka noda yang bahkan tak kasat mata bagi setiap orang. Noda yang hanya dapat dirasakan oleh bulu kuduknya yang masih belum berhenti bergidik.
"Seharusnya aku bawa disinfektan semprot dari rumah," keluhnya resah. Tak ada hentinya gadis itu menghelakan napas panjang. Bahkan yang ia tak mengerti, air mata terus jatuh melewati pipinya yang merona. Rona itu jadi hampir mengenai hidungnya yang mungil. Berkali-kali ia menyeka air mata itu. Beberapa kali pula ia menarik gulungan tisu dan membuangnya.
"Apa yang kau lakukan? Menjijikkan! Jangan dekati aku! Mati saja sana!"
Gadis itu berdesis. Hanya mengingat apa yang terjadi sebelumnya saja telah menimbulkan penyesalan besar baginya. Bahkan ia menyadari kalimatnya menusuk telak lelaki yang saat itu di hadapannya. Masih terus terbayang dalam benaknya bagaimana terkejutnya wajah lelaki itu.
"Apa aku ini bodoh? Dia anak pemilik sekolah ini, ingat?" Gadis itu terus berbincang pada dirinya sendiri. Kesekian kalinya dia kembali berdesis. "Seharusnya kau lebih menjaga mulutmu. Kau pasti benar-benar bodoh, Sara. Aku tidak yakin hidupku selamat setelah ini,"
Kepalan tangan Sara terus mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri. Rutukan-rutukan tak henti terlontar dari mulut Sara. "Bodoh. Bodoh, bodoh, bodoh," bisiknya setengah menggerutu, menggunakan bahasa Korea tentu.
Setelah setengah jam mencela diri sendiri, Sara memutuskan keluar dari toilet. Sejenak dia menghadapkan dirinya di depan cermin. Dia mencoba mencuci wajah di wastafel. Setidaknya mata sembapnya tidak terlalu mencolok. Dia hanya perlu menjernihkan pikiran dan pandangannya dengan air segar.
Kemudian, dia kembali menegakkan tubuhnya untuk berhadapan dengan cermin. Sebuah tarikan di kedua sudut bibirnya berhasil meruntuhkan wajah kusutnya beberapa menit lalu. Dia mengambil napas dengan dalam, lalu membuangnya perlahan.
"Lihat, kau baik-baik saja, Sara," ujar gadis itu dengan intonasi yang agak ditinggikan, lantas tak ada yang menyahut. Toh, dia masih berbicara pada dirinya sendiri. Hingga terlontarnya sebuah kalimat Sara menyusul dengan intonasi yang merendah. "jangan menangis hanya karena orang yang baru saja kau kenal...ya...,"
Dia terdiam. Seribu bahasa bersembunyi, namun seribu teori dan tanda tanya berteriak menyerbu pikiran Sara saat ini.
Menyerah diserbu, Sara beranjak dari sana dan sepenuhnya keluar dari toilet wanita.
Tepat kala itu sesosok yang menyandarkan tubuhnya di samping toilet wanita, cukup mengejutkan Sara. Sosok itu terasa familiar bagi Sara. Tubuh lelaki yang tegap dengan cara pandang yang tegas namun lembut. Sara berharap lelaki itu bukan menunggu dirinya. Dengan tenang, Sara berjalan melewatinya. Berusaha tak peduli apa pun.
"Yoon Sara,"
Ketika dia memanggil nama Sara, gadis itu tahu lelaki itu memang menunggu dirinya. Wajah Sara memucat seketika. Bahkan saat lelaki itu menggenggam tangan Sara. Gadis itu meronta ketika merasakan bulu kuduknya kembali bergidik.
"Lepaskan tanganku! Menjijikkan! Apa maumu, huh?" Sara terus meronta, namun lelaki itu tak mau melepaskan. Kedua alis Sara saling menaut, hampir menangis. "Kumohon lepaskanlah! Aku lelah bolak-balik ke toilet untuk membersihkan ini semua!!" teriaknya semakin melengking. Suaranya gemetar. Entah mengapa, Sara merasa sangat sentimental hari ini.
Usaha keras Sara melepaskan diri percuma. Tangan lelaki itu besar dan terlalu kuat untuk menahan Sara. Dibalik genggamannya yang kuat, tatapan lelaki itu terhadap Sara melembut. Meski ada sedikit kekecewaan dalam warna matanya.
"Aku Devan Sanjaya. Kau lupa?"
Mata Sara melebar. Lantas dia berhenti meronta. "H, huh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOOP (Love Only One Precious)
RomantikPerasaan Yoon Sara selalu menyenangkan bila bersama Devan Sanjaya, teman masa kecilnya. Devan selalu berhasil meruntuhkan prinsip Sara tentang lelaki dan sangat tahu bagaimana cara membuatnya terasa nyaman. Begitu hangat ketika dirinya diselimuti ol...