Sara mengerjapkan mata. Pemandangan yang kini di hadapan gadis itu berhasil membuat mulutnya sulit mengatup.
"S, sensei?!" teriak gadis bernama Yoon Sara itu ketika sesosok pria separuh baya yang dikenalnya membuka pintu rumah keluarga Sanjaya untuk menyambut mereka berdua, Devan dan Sara. Tidak mungkin bagi Sara untuk tidak terkejut melihat sosok di hadapannya. Bahkan wajah mencekam yang terlempar ketika upacara semester baru kemarin masih terpatri jelas dalam ingatan Sara. Ya, wajah itu milik pria ini yang merupakan guru keamanan Nakano Gakuen.
Lantas tatapan Sara langsung beringsut ke arah Devan. Dia menatap Devan dengan guru keamanan itu bergantian. Matanya memicing. "Ini benar ayah kandungmu? Kalian sama sekali tidak mirip," bisik Sara sedikit menggerakkan bibirnya ke arah Devan.
"Kau orang kesekian yang berkata seperti itu," ujar Devan ikut berbisik. Senyum masih terus melekat di wajahnya.
Tiba-tiba sebuah pukulan canda mendarat di lengan Devan. "Oh, Devan, kenapa kau tidak memberitahuku bila kau akrab dengan anak baru, padahal sebelumnya kau bertanya pada anak direktur itu," sergah pak guru yang notabene ayah Devan itu, kemudian tertawa keras.
"Aku sudah mengatakannya kemarin, saat ayah baca koran," Devan melempar senyum hambar. Sudut bibirnya sedikit terangkat dengan paksa. "Dan lagi, namanya Yuuma, ayah, anak direktur itu."
"Ya, ya, aku tahu si Nakano itu," jawab ayah Devan. Kemudian, sebelah tangannya menelusuri bagian atas punggung Devan dan menepuk-nepuknya dengan keras. "Sudah, ayo, masuk sekarang. Kebetulan ibumu memasak banyak makanan."
Ayah Devan menoleh pada Sara. "Kau juga, Yoon," sergah ayah Devan dengan suara kerasnya.
Spontalitas Sara mengangkat kelima jarinya untuk berimpit di samping pelipisnya dan menjawab 'siap' dengan lantang. Posisi Sara kini terlihat seperti prajurit yang mengikuti aturan komandonya. Tak lama kemudian, dia meniup poni rambut yang hampir menutupi pandangannya. "Rasanya aku mengerti mengapa Devan mengatakan ayahnya menyukai kedisiplinan."
Lantas kakinya pun ikut melangkah masuk ke dalam bagian rumah Devan, dengan gestur layaknya prajurit.
Sepuluh tahun terbilang Sara tidak menapaki rumah Devan. Dulu rumah ini begitu sepi. Berbeda dengan ibu Sara yang bawel, ibu Devan sangatlah pendiam. Itu semakin menjelaskan keheningan rumah ini. Meski kini kehangatannya berbeda. Rumah pemuda itu pun kini telah semakin hidup dengan suara keras Pak Kinoshita, guru keamanan yang notebene ayah Devan. Sara merasakan itu ketika mereka makan di meja yang sama. Ibu Devan juga semakin banyak bicara. Cara bicaranya pula terdengar lembut dan ramah. Semakin memberi kesan hangat pada keluarga yang satu ini.
Mereka pun saling bercengkerama bermacam-macam hal dalam ruangan kecil itu. Seolah Sara menjadi bagian keluarga Sanjaya.
"Ah, aku heran mengapa nama margamu tidak berubah, Dev. Bukankah seharusnya namamu Kinoshita Devan?" tanya Sara di sela-sela makannya.
Seperti yang diduga Sara, Devan mendenguskan tawa tipisnya yang dewasa. "Keluarga Indonesia tidak begitu mementingkan nama marga. Dan lagi, aku lebih suka namaku yang sekarang. Bukankah itu terlihat keren? De-van-San-ja-ya, wow."
Devan memenggal namanya dengan menerawang. Tiba-tiba ayahnya kembali memukul lengan Devan. Sepertinya itu hal yang biasa dilakukan oleh guru keamanan. Sara baru tahu kebiasaan itu ternyata bisa juga diterapkan di keluarga.
"Jangan membohongi teman masa kecilmu," sergah ayah Devan, lalu mengalihkan pandangannya pada Sara. Tatapannya tak berubah, tajam dan mencekam. Tipikal guru keamanan. "Aku yang menyuruhnya untuk tidak mengubah nama marganya. Aku tidak ingin teman-temannya tahu bahwa dia anak dari guru bp,"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOOP (Love Only One Precious)
RomantikPerasaan Yoon Sara selalu menyenangkan bila bersama Devan Sanjaya, teman masa kecilnya. Devan selalu berhasil meruntuhkan prinsip Sara tentang lelaki dan sangat tahu bagaimana cara membuatnya terasa nyaman. Begitu hangat ketika dirinya diselimuti ol...