Ga kerasa semester pertama berlalu begitu cepat. 6 bulan sudah gue menjadi anak SMA. Pemikiran gue waktu kecil tentang betapa enaknya menjadi anak SMA kayaknya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada.
Dulu gue pikir anak SMA itu bebas, enak main sepuasnya tanpa dilarang sama orang tua. Tapi ternyata kehidupan SMA ga se-indah di ftv.
Dengan segala kesibukan ekskul yang ada dan terlebih lagi pelajaran yang bikin kepala mau pecah dengan soal-soal susahnya, mengisi hari-hari di SMA.
Sekarang malah gue mikirnya enak jadi anak kecil. Pikirannya cuma main, main, dan main.
Udahlah, kita lupain aja masalah itu.
Liburan semester yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.
Udah dari jauh-jauh hari gue dan Reski berencana liburan ke Puncak, dan hari itu tiba.
"Barang-barangnya ga ada yang ketinggalan, Rei?" tanya mama memastikan.
"Hemm, kayaknya ga ada deh ma" jawab gue.
"Ya udah kasihan tuh ma, Reina mau berangkat ga jadi-jadi mama tanyain mulu" cetus ayah.
"Oh iya ya, yaudah Rei sana berangkat" kata mama.
"Iya mah, yah, bang, Reina pamit ya" kata gue sambil menyalami orang tua serta memeluk mereka singkat dan menyalami Bang Wira juga.
"Reski juga pamit ya om, tante" kata Reski sambil menyalami orang tua gue.
"Iya, hati-hati ya. Jagain Reina-nya ya, Res!" cetus ayah sambil mengusap-usap rambut Reski. Bisa dibilang itu bukan mengusap-usap tapi lebih ke mengacak-acak rambut Reski.
"Reina balik harus utuh ya, Res!" kata Bang Wira.
"Siapp" kata Reski sambil mengangkat tangannya ke kepala membentuk posisi hormat.
---
"Res nanti mampir toko kaset biasa ya, kan lewat tuh" kata gue.
"Eh iya bener biar bisa nonton di villa" timpal Reski.
Mobil Reski melesat melewati jalanan pagi yang bisa dibilang sepi karena ini liburan jadi ga terlalu banyak kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan.
Gue asik menikmati lagu yang diputar di mobil Reski dan tanpa terasa akhirnya kita sampai di toko kaset. Seperti tujuan awal, gue mengelilingi setiap penjuru toko untuk mencari.
Tujuan awal gue bukan untuk mencari kaset, tapi mencari dia. Di sisa-sisa waktu gue masih berada di Jakarta seenggaknya ada saat terakhir gue ngeliat mukanya sebelum pergi ke luar kota, hal kecil kayak gitu mungkin bisa jadi hiburan tersendiri buat gue. Dan tentunya gue sambil seolah mencari kaset biar Reski ga curiga.
Tapi kayaknya harapan gue sirna setelah 15 menit tetep ga ada dia. Gue asal ngambil kaset biar Reski ga curiga.
"Udah belom? Cepetan Rei nanti kesiangan nyampe Puncak-nya, keburu macet" celoteh Reski.
"Iya ini udah, lu udah?" tanya gue.
"Udah dari tadi gue mah" cetus Reski sambil menunjukkan beberapa kaset yang dipegangnya.
"Yaudah yuk ke kasir" ajak gue.
Kami berjalan ke kasir sambil sesekali kepala gue nengok-nengok, masih mencari.
"Rei"
"Hm"
"Rei"
"Hmm"
"Rei!"
"Apaan sih? Gue denger kali Res, ah" tanya gue kesel.
"Lu ga salah milih kaset itu?" tanya Reski. Seketika gue langsung ngecek kaset apa yang gue ambil.
Horror.
Dan gue ga pernah suka film horror.
"Emm, ngga kok ga salah" kata gue santai. Jelas ini salah banget, gue ga mau ambil resiko setelah nonton film ini. Aduh gimana nih. Tapi ya udah lah ya ga papa dari pada ketahuan gue asal ngambil kaset.
"Eh Res, kali ini gantian gue yang bayar ya" kata gue, mengalihkan perhatian.
"Dih, tumben banget. Tapi ga papa deh lumayan" kata Reski. Kita emang kadang ganti-gantian bayarin satu sama lain, tapi jarang banget kita sendiri yang nawarin diri buat bayarin. Biasanya salah satu nyuruh yang lain bayar, bukan menawarkan diri untuk bayarin.
Harapan gue sirna, salah ambil kaset, lengkap sudah. Semoga setelah ini liburan gue lancar.
Gue masuk mobil Reski, menutup pintunya, dan melihat ke jendela sebelah kiri gue. Ada pengunjung toko kaset yang baru dateng. Motor gede yang gue kenal dengan pengendara yang amat sangat gue tau, Ardan. Tapi kali ini dia ga sendiri, perempuan diboncengnya, tapi bukan Sheila.
Perempuan dengan rambut hitam legam yang panjang dan perawakan yang lumayan tinggi itu turun dari motor Ardan, Ardan menyusul turun setelah ia membuka helmnya. Dan, hah? Ardan menggandeng tangan cewe itu. Ah mungkin itu adiknya, atau mungkin saudaranya.
---
"Woy!" perlahan mata gue terbuka dikarenakan oleh suara yang mengganggu sejak tadi.
"Apa sih, Res?" tanya gue setelah melihat Reski pelakunya dengan nada khas bangun tidur.
"Udah nyampe, tuh" kata dia sambil menunjuk villa, "Lu mau ngelanjutin tidur di sini atau mau pindah ke dalem?" lanjutnya.
"Hoaahh, pindah aja deh" jawab gue setelah menguap. Dengan langkah gontai gue mulai keluar dari mobil.
Gue mulai mengikuti Reski untuk memasuki villa. Setelah Reski menunjukkan kamar gue, gue langsung menuju kamar untuk melanjutkan tidur. Melihat jendela yang terbuka, gue langsung menuju kesana untuk menutupnya.
Mata gue langsung segar melihat pemandangan indah di luar sana. Taman yang asri seakan langsung menyapa, sejuk udara menerpa wajah. Rasa kantuk pun hilang seketika.
"Koper anda, tuan putri" ujar Reski saat memasuki kamar gue untuk menaruh koper.
"Terima kasih sudah membawakannya, pelayan. Bisa sekalian anda memasukkan baju-baju saya ke lemari?" tanya gue dengan senyum seakan dibuat-buat.
"Yee kurang ajar" kata Reski sambil melempar bantal ke arah gue.
YOU ARE READING
Admire from Afar
Teen FictionBener ga sih semua orang pasti pernah mengagumi seseorang dari jauh? Menurut gue sih bener karna gue juga ngalamin itu. Dan ga hanya gue, ternyata sahabat gue pun juga gitu. Kenapa mengagumi dari jauh? Karena seseorang yang mengagumi orang dari jauh...