Episode 1

1K 38 3
                                    

     Ini salah Kak Mel. Harusnya dia bangun lebih pagi lagi. Demi Tuhan aku sangat membencinya. Bagaimana Tuhan dapat menciptakan seorang kakak yang nerd dan menyebalkan seperti itu untukku. Ah, lupakan itu dulu, Fries. Sekarang pertanyaannya bagaimana caraku agar dapat masuk kelas dengan selamat. Hari ini ulangan sejarah di jam pertama. Coba saja kalau Kak Mel membangunkanku lebih awal, aku tak akan berada disituasi ini.

     Terus saja aku berlari hingga gerbang sekolah didepan mataku. Kutambah kecepatan agar dapat masuk dan menuju kelas.

Teng...

      Kuatur nafasku saat menyadari aku sudah di dalam lingkungan sekolah. Selamat, batinku bersorak gembira. Seseorang diluar gerbang memohon-mohon kepada Pak Satpam untuk membukakannya gerbang.

"Fries, tolongin kakak. Habis ini kan kakak ada praktek biologi." Suara diluar sana menginterupsiku.

"Aku nggak peduli ya, kak." Jawabku ketus lalu bergegas menuju kelasku. Melody terlihat sedih dan menunduk. Aku sudah biasa bersikap seperti itu kepadanya. Jangan salahkan aku jika aku begitu, karena memang sifat bawaan dari lahir.

      Di koridor aku bertemu Desy. Sambil bercengkrama dengan Okta dia sedikit melirikku. Aku tahu sudah lama Desy menyukaiku. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena aku adalah pacar sahabatnya.

"Des!"

"Iya, Fries?" Desy meninggalkan Okta dan berlari antusias kearahku. Sekilas kulihat Okta mendengus jengkel. Mungkin cemburu?

"Bisa tolong aku nggak?"

"Bisalah. Kenapa?"

"Ada kakak kelas didepan yang telat. Kamu kan ketua OSIS, jadi bisa nggak kamu bantu dia? Bilang aja kamu dapat perintah untuk menghukum murid yang telat hari ini."

"Memang aku hari ini kebagian tugas itu. Jadi, pasti aku bisa bantu kamu."

"Tapi kamu langsung suruh dia kekelas aja ya. Bisa kan?" Saat Desy hendak menjawab Okta datang dengan wajah menantang.

"Lo nggak berhak ya nyuruh-nyuruh Desy kaya gitu. Dan aturan tetep aturan, gak ada tawar menawar." Okta melihatku penuh intimidasi. Ternyata gadis seimut dia bisa tegas juga.

"Apa sih lo, Ta! Terserah gue dong. Disini ketua OSIS-nya gue bukan lo." Desy ikut-ikutan emosi. Kalau seperti ini aku akan ketinggalan ulangan dan Melody akan dihukum oleh OSIS lain yang datang lebih cepat dari Desy.

"Okta bener, Des. Maaf aku ke kelas dulu." Jurus andalanku ku keluarkan. Wajah pasrahku ini akan membuat Desy mau tak mau luluh. Kita lihat saja, 1... 2...

"Gak, kamu tenang aja. Aku bakal selamatin kakak kelas itu dari hukuman. Jadi kamu tenang aja. Oke?" Desy membingkai wajahku agar tak menunduk lagi. Kuberikan senyuman kepadanya sebagai ucapan terima kasih. Ada raut kelegaan diantaranya.

     Okta pergi meninggalkan Desy yang masih setia memandangiku secara dekat seperti ini. Okta pergi setelah sebelumnya mendecih dan memandang kami jijik. Aku juga tidak mempedulikannya. Yang penting Melody selamat dan tidak mendapatkan hukuman.

"Terima kasih, Des."

"Sama-sama."

        Setelah berpamitan kepada Desy aku segera masuk kedalam kelas. Memang banyak orang yang bilang aku kejam terhadap Melody. Tapi di lubuk hatiku terdalam tak ada niat sedikitpun untukku menyakitinya. Sikap Melody yang pendiam dan sulit bergaul itu membuatku geram. Pasalnya, hingga kami SMA aku belum pernah melihatnya menggandeng lelaki. Jangankan lelaki, teman wanita saja dia tak punya.

     Untung saja aku sudah belajar mati-matian semalam. Jadi aku dapat mengerjakan 5 soal essay itu dengan mudah. Bahkan aku dapat mengerjakannya hanya dalam waktu setengah jam. Setelah mengumpulkan hasil pekerjaanku, aku bergegas ke kantin. Sungguh aku sangat lapar. Karena telat bangun aku dan Melody jadi tak memiliki waktu untuk sarapan.

     Aku berjalan melewati lapangan basket. Disana mataku menangkap sosok Melody yang sedang Push Up dengan Okta berdiri di depannya menghitung dengan malas sesekali membentak Melody karena lelet. Apa-apaan ini!

     Aku menghampiri mereka dan menarik Melody agar berdiri. Aku melirik kanan dan kiri mencari keberadaan Desy.

"Lo nyari siapa? Nyari Desy? Dia lagi hukum murid lainnya di lapangan bola." Kata Okta sambil menunjuk kearah lelaki yang sedang memarahi habis-habisan murid di lapangan tersebut.

      Saat Desy meluaskan pandangannya tak sengaja mataku bertabrakan dengannya. Dengan cepat dia berlari ke lapangan basket menghampiriku.

"Hai, Fries. Ngapain disini?" Sapanya.

"Aku nggak mau percaya lagi sama kamu, Des." Segera kutarik tangan Melody membawanya pergi kemana pun asal tidak ditempat ini.

     Aku dan Melody berada di kantin. Aku memesan makanan begitu juga dengan Melody. Belum sempat bernafas lega, Desy sudah berada di hadapanku.

"Fries, aku tadi udah suruh dia buat langsung ke kelas." Desy mencoba menjelaskan dengan harap. Berharap aku mau mendengarkannya.

"Tapi nyatanya apa? Okta malah hukum dia lebih dari siswi lainnya." Aku lihat tadi, bagaimana Okta menghukum Melody saat siswi lainnya sudah dibubarkan untuk kembali ke kelas. Mengingatnya darahku berdesir hebat.

"Aku nggak tahu soal itu. Aku..." Ucapan Desy terpotong karena kehadiran seseorang. "Mel, ngapain kamu disini? Kita ke kelas yuk." Mataku melotot melihat Melody ditarik seseorang itu.

"Tapi Frieska gimana?"

"Dia kan udah besar." Langsung saja Melody meninggalkanku. Aku menunduk menahan sakit. Buku jariku memutih karena terlalu erat kugenggam.

      Kenapa ini terasa menyakitkan? Bukankah aku yang menginginkannya? Melody adalah kakakku. Kebahagiaannya kebahagiaanku juga. Sudah cukup Melody menderita karenaku dulu. Aku hanya ingin menebus keegoisanku dimasa lalu. Tapi apa harus semenyakitkan ini?

"Butuh sandaran?" Desy duduk disampingku membuka tangannya lebar-lebar. Aku sedikit ragu, tapi Desy membawaku kepelukan hangatnya.

"Des, ini sakit banget."

"Aku lebih sakit, Fries. Sakitku dua kali lebih besar. Pertama adalah rasa sakit karena tidak bisa memilikimu. Kedua adalah sakit karena melihat kamu selalu bersedih saat menjadi miliknya. Apa kamu nggak bisa lupain Ghaida?"

      Aku lepaskan pelukanku dan pergi meninggalkan Desy. Aku hanya ingin tenang saat ini. Bukan malah diberi pertanyaan gila macam itu. Aku lelah, apa tak ada yang mengertiku?

STAND UP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang