Episode 2

534 31 12
                                    

     Aku memilih kelas sebagai tempat persembunyianku. Saat ini sedang istirahat, maka dari itu kelas terlihat sepi. Ku tangkup wajah agar tak terlihat kesedihan menjalar didiriku.

"Sudah kubilang, hentikan ini!" Aku tahu suara siapa ini.

"Ini tidak hanya menyakitimu, tapi aku dan Melody juga. Apa kamu tidak berpikir ke depannya bagaimana? Egois, Fries!" Lanjutnya. Sakit saat dia mengatakan hal tersebut.

     Kuberanikan membuka tangkupan tangan yang sedari tadi menutupi wajah memerahku. Menatap si pemilik suara dengan tatapan tajam. Dia bisa berkata seperti itu karena dia tidak berada di posisiku.

"Ghai, kita udah bahas ini. Jadi stop untuk merubah pikiranku. Melody lebih butuh kamu dibanding aku. Tolong ngertiin keadaan kita."

"Kamu pikir dengan kamu relain aku dan maksa aku untuk bersama Melody, dia bakalan senang? Kamu bahkan tidak berani untuk memutuskan hubungan kita. Aku sama kamu kaya selingkuh dibelakang Melody, padahal kenyataannya kita lebih dulu menjalin hubungan sebelum aku mengenal Melody." Itulah kenyataannya.

      Kenyataan itu tak dapat aku singkirkan. Aku sangat mencintai Ghai, tetapi disisi lain Melody juga mencintai dan lebih membutuhkan Ghai dibanding aku. Aku juga tak punya ketegaran hati untuk memutuskan Ghai. Sungguh aku tak bisa.

"Aku tahu kamu sudah dewasa, Fries. Jadi aku tunggu keputusanmu. Melepaskan aku bersama Melody atau bersamaku dengan menyakiti Melody. Karena aku hanya bonekamu kan?" Lalu dengan itu Ghai pergi.

     Salah siapa jika Melody mencintai lelakiku? Aku sudah banyak memberinya derita di masa lalu. Tidak, tidak lagi untuk sekarang. Kepalaku perlahan-lahan tenggelam di lekukan tanganku.

Flashback

     Aku dan Melody berpelukkan menahan isak tangis saat melihat pertengkaran ayah dan ibu. Itu sudah menjadi hal rutin setiap malam. Tapi apa daya dua orang anak kecil seperti kami yang masih rentan dan butuh kasih sayang melihat ibu memaki ayah dan ayah yang tak segan memberi tamparan kepada ibu.

     Hingga suatu hari Melody dibawa ibu menaiki mobil dengan beberapa koper ditangannya.

"Ibu dan Kak Mel mau kemana?" Ibu berjalan kearahku sambil menangis.

"Kami harus pergi, sayang. Hak asuh Melody jatuh pada ibu dan kamu..." Aku tahu kebenaran itu karena aku pun menghadiri sidang perceraian mereka. Hak asuhku jatuh pada ayah yang selama ini kutakuti.

     Aku tak tahan jika harus bersama ayah, kami memiliki sifat sama. Keras kepala dan tidak mau kalah. Aku tak tahu jika aku hidup dan dirawat ayah bagaimana keadaanku.

     Sudah seminggu ibu meninggalkanku. Setiap hari ayah hanya sibuk bekerja dan pulang larut malam bersama wanita yang berbeda-beda. Ayah pikir aku tak melihatnya mungkin. Aku selalu berpura-pura tidur saat ayah menghampiri kamar sekedar mengecek keberadaanku.

      Setelahnya, dia akan membawa wanita asing itu kekamarnya hingga pagi. Saat aku bangun pun kamar ayah telah bersih tak berpenghuni. Kata pembantu di rumahku, ayah sudah berangkat bekerja.

      Situasi tersebut terus berlanjut hingga bulan ketiga. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku rindu ayahku yang dulu. Walaupun dia bukan tipe lelaki yang senang memperlihatkan kasih sayangnya secara langsung tetapi lewat tatapan mata hangatnya kita dapat tahu seberapa besar dia mencintaiku, mencintai kami. Yang ada sekarang hanya kekosongan.

     Suatu hari, ayah membawa seorang perempuan cantik datang ke rumah. Dia memperkenalkan perempuan tersebut sebagai calon istrinya. Aku tidak suka akan hal tersebut, maka dari itu aku langsung menyatakan ketidaksetujuanku dan berlari pergi.

     Aku berjalan tak tentu arah. Bahkan aku tidak tahu dimana aku sekarang. Aku takut, benar-benar takut. Saat sedang ingin menyebrang jalan, ada mobil yang mengklakson berkali-kali. Aku sedikit menengok dan membelalakkan mata. Itu mobil ayah, jerit batinku.

       Aku tidak boleh pulang kerumah ayah. Aku ingin ibu, aku tidak mau memiliki ibu tiri. Aku terus berlari menjauhi mobil ayah. Tapi tak berselang lama, ayah dengan mudah memasukkanku kedalam mobil dan membawaku pulang. Aku terus-terusan menangis dan memanggil nama ibu.

"Hentikan tangismu! Ibumu telah bahagia dengan pria lain."

"Ibu tidak seperti itu. Ayah yang menjijikan! Setiap hari bergonta-ganti wanita."
Plak. Ayah menamparku.

      Mobil yang sudah diam tak menyurutkan tangisku. Hatiku sakit saat ayah menamparku. Sekeras-kerasnya ayah, dia tak pernah menyakitiku.

     "Sekarang kenapa kamu lebih mirip ibumu? Cerewet! Tidak bisakah kau menurut seperti Melody?" Satu fakta lagi yang telah kudapatkan. Sebenarnya ayah ingin hak asuh Melody jatuh kepadanya. Mereka memperebutkan Melody di pengadilan dengan saling lempar hak asuhku. Kalian tahu bagaimana perasaanku?

     Aku ditarik paksa kedalam rumah. Ayah mengunciku di kamar saat dia melangsungkan pernikahan dengan wanita yang kuketahui bernama Naomi itu. Aku ingat wajah cantik tetapi lebih mirip setan neraka itu. Aku tidak ingin hidup ditengah keluarga menjijikkan ini.

     Aku sudah diperbolehkan ayah keluar dari kamar. Bahkan 2 hari yang lalu Melody baru saja mengunjungiku. Aku turun keruang keluarga saat ayah memanggilku. Wajahku tak terdefinisikan lagi saat ibu ada di ruangan yang sama denganku. Langsung saja kupeluk dia, tak menghiraukan sekitarku.

    Entah kenapa aku merasa ruangan ini sejuk, tak ada wajah kosong ayah lagi.

"Sekarang kau kemasi barangmu dan ikut dengan ibumu." Ayah bilang apa tadi? Aku ikut bersama ibu? Itulah yang aku mau!

       Dengan semangat aku memasukkan semua barang-barangku. Aku tidak suka ada dirumah ini.

"Ibu ayo kita pulang kerumahmu." Ujarku dengan semangat. Sekilas aku melihat ibu menyeka air matanya. "Iya ayo." Ibu menuntunku kedalam mobil.

     Aku merasa ada yang kurang disini. Apa ada sesuatu yang tertinggal? Aku kembali mengecek isi koperku. Kurasa aku sudah memasukkan semua barangku. Lalu apa?

     Tatapanku terhenti di kursi mobil. Hanya ada aku, ibu, dan sopir. Mataku membulat sempurna saat kudapati di mobil ini tidak ada... Pikiranku melayang ke kejadian 2 hari lalu.

"Aku ingin bersama ibu, Kak. Aku tidak mau bersama ayah. Aku tidak suka dengan Naomi."

"Hus, bagaimanapun juga bunda Naomi sekarang jadi ibu tiri kita. Kamu harus hormat juga dengannya." Melody seperti biasa tersenyum menenangkan.

"Melody..." Gumamku. Kenapa memori yang sudah lama itu muncul kembali.

Puk

"Lo nggak capek apa nangis dari tadi. Nangisin Ghaida atau Melody?" Seseorang melemparku dengan gulungan kertas. Orang itu ternyata sedang tiduran tanpa alas di lantai belakang kelas.

"Kepo."

"Kalo lo nangis, itu cuma memperlihatkan sisi lemah kamu."

"Jadi kamu bilang aku lemah. Gitu?"

"Kalo bukan itu lalu apa?" Kesabaranku sudah habis dengan orang ini.

"Diem kamu, Viyo!"


0o0

Boleh minta pendapatnya?

Bingung juga mau dilanjut nggak. Karena aku pikir terlalu baku bahasanya dan waktu Yona muncul pake lo gue itu kerasa aneh. Iya gak sih? Tolong jawab lewat kolom komentar ya. Terima kasih...

Kisnaini

STAND UP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang