Episode 9

279 18 4
                                    

     Aku bagai patung yang dipahat ribuan orang, teracak dan bingung. Aku sudah pasrah dengan apa yang terjadi kedepannya. Tapi yang kutahu, Ghai sangat marah kepadaku.

     "Maaf, aku pulang terlalu malam." Menunduk adalah satu-satunya cara agar bisa terhindar dari tatap tajam Ghai dan Melody secara bersamaan.

     Melody pasti sangat marah kepadaku karena telah menguncinya bersama Lids. Dia berfikir alasan aku menguncinya bersama Lids adalah karena aku ingin pergi kencan dengan Viyo. Apa yang barusan kukatakan? Kencan?

     Sedang Ghai, aku tahu dalam hatinya dia sangat marah kepadaku. Lelaki mana yang tidak marah jika melihat wanitanya pergi bersama lelaki lain, sampai selarut ini pula. Ini semua karena Viyo.

     "Sorry, Mel. Gue cuma ajak Frieska ke rumah gue, ketemu nyokap." Viyo angkat bicara kali ini.

     "Ngapain lo ngajak Frieska ke rumah nyokap lo? Gue tau, lo pasti ada maksud tersembunyi kan? Bangsat!" Ghai yang biasanya terlihat tenang membuatku takut malam ini. Bahkan Melody dibuatnya heran, jika seperti ini pasti Melody akan berpikir macam-macam.

     "Ghai, stop! Kamu kenapa sih? Waktu aku dikunci sekamar sama Lids kamu kelihatan tenang-tenang aja. Sekarang giliran Frieska diajak Viyo ketemu mamanya kamu sensi banget. Apa yang dibilang Okta bener?" aku melotot, apa yang ular sawah itu adukan kepada Melody.

"Kak, aku sama Ghai nggak ada hubungan apa-apa."

     "Bohong. Mereka udah pacaran bahkan sebelum lo kenal Ghai. Disini lo cuma dijadiin bahan bodohan mereka aja." Viyo. Setan apa yang merasukinya? Jangankan Melody, aku saja yang mendengarnya bergetar hebat.

     "Ghai, lo cowok kan? Sekarang lo pilih Melody atau Frieska. Kalau lo pilih Frieska itu pilihan bener, jagain dia dan gue akan pergi. Kalo lo pilih Melody, gue siap nampung dia." plak. Kutampar pipi Viyo agar ia sadar dengan apa yang ia ucapkan.

     "Aku kecewa sama kamu. Aku kira kamu nggak bakal buka kartu aku secepat ini. Aku punya cara sendiri buat nyelesaiin ini dengan baik-baik. Bukan kaya gini..." aku menangis sesenggukan. "Lalu kamu bilang apa? Siap nampung aku? Kamu kira aku apa? Aku benci kamu tau nggak!" tak ku pedulikan luar yang ku mau hanya sendiri dahulu.

     Kurasakan usapan lembut dikepalaku. Kucoba tengok ke kanan tempat orang itu berada, Melody. Bahkan aku masih dapat melihatnya tersenyun tenang setelah apa yang barusan terjadi. "Keluar dulu yuk. Selesaikan masalah, kan kamu juga ikut andil, Fries." bagai terhipnotis, aku mengikuti langkah kaki Melody di ruang tengah.

     "Mau siapa dulu yang jelasin?" tanya Melody to the point, selang beberapa waktu kami hanya bertatap-tatap. Hingga Viyo membuka suaranya,

      "Gue." Melody mengangguk mempersilahkan Viyo bicara. "Gue kenal Frieska dari dulu, dari masih jaman SMP, dia temen satu sekolah gue. Gue kenal banget Frieska, tapi dia nggak. Jangankan kenal, sedikit noleh aja nggak. Frieska waktu SMP hobi banget keluar masuk perpustakaan buat menuhin isi list perpustakaan dia, mungkin biar dikira murid yang rajin." Viyo terkekeh pelan. Aku pun terkejut, aku tak merasa memiliki teman SMP seperti Viyo.

"Gue pengagum Frieska, dia cinta pertama gue sampai sekarang." lanjutnya.

"Alasan kamu cinta Frieska?" Melody seperti sedang mengintrogasi Viyo.

"Nggak ada, tapi gue suka pembawaan dia yang tenang dan easy going. Adem gitu kalo lihat dia."

     Sepertinya penjelasan Viyo selesai. Kenapa dia tidak membahas masalah Ghai? "Selanjutnya?" Melody menatap Ghai penuh permohonan.

     "Ok, gue." akhirnya Ghai pun mulai menjelaskan. "Sebelumnya maaf buat Melody. Gue nggak ada niatan buat mainin perasaan Melody ataupun Frieska. Karena ini salah gue sebagai cowok yang kurang tegas. Gue emang udah pacaran sama Frieska semenjak SMP walau kita beda sekolah. Bahkan SMA sebisa mungkin gue naikin nilai agar bisa satu sekolah dengan Frieska. Tapi ada yang salah ketika tiba-tiba Frieska minta gue buat deketin Melody. Gue awalnya nolak, tapi Frieska maksa. Jadi mau nggak mau gue harus lakuin apa yang Frieska suruh." aku Ghai yang kubenarkan dengan senyuman.

    "Sekarang aku yang mau jelasin sesuatu. Aku kira Frieska punya banyak sesuatu yang harus dijelasin." Melody tampak biasa saja ditengah forum dadakan ini. Padahal aku tahu bagaimana hati Melody sesungguhnya.

     "Masalah ini aku udah tau dari Okta. Walaupun aku nggak percaya tapi melihat tatapan Ghai untuk Frieska aku jadi tahu bahwa wanita yang Ghai cintai adalah Frieska, bukan aku."

"Kak..."

"Nggak papa kali." Melody lalu tertawa setelah mengatakannya seakan itu hanya gurauan semata.

     "Sekarang giliran terakhir aku. Masalah Viyo ternyata adalah teman SMP ku, aku bahkan baru tahu sekarang. Aku nyaman bersama Viyo, hal yang kurasakan bersama Ghai. Tapi aku tahu, sangat tahu bahwa pemilik hatiku saat ini masih Ghai. Aku meminta Ghai untuk bersama Melody karena keegoisanku di masa lalu. Aku terlalu egois dengan meminta agar kami bertukar asuhan. Sehingga Kak Mel mendapat banyak masalah dulu. Aku nggak mau Kak Melody sedih, masih inget waktu awal kakak cerita masalah cinta pertama kakak? Ghai? Sama kaya kakak dulu, aku ingin mengabulkan apa yang kakak mau. Aku nggak ada niatan untuk membodohi siapa saja disini."

      Akhirnya terbuka juga isi hati kami semua. Entah sampai kapan drama ini akan berlanjut. Yang kutahu pelukan hangat Melody adalah hal mujarab sebagai pemanis luka. Akan berakhirkah?

0o0

Pendek aja ya... Tuh udah ditanya Frieskanya. Besok bakal ada last chapt. Jadi ditunggu ya... Dan buat yang nunggu Love Life Melody lanjut yuk merapat. Voment ya!

@kisnaini

STAND UP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang