ANAK panti, dalam berbagai cara, sering diidentifikasikan sebagai makhluk kesepian. Umar sendiri adalah anak panti, dan dia nyaris enggak pernah kesepian. Mana mungkin dia kesepian setelah belasan tahun terbangun dengan posisi yang sama: ketek ketemu ketek.
Umar dan personel UPIL lainnya memang bukan hanya sekadar sahabat. Mereka saudara. Kalau biasanya ada istilah saudara seper-susu-an, istilah buat mereka adalah saudara seper-ketek-an. Istilah tersebut tercipta karena situasi yang mengharuskan UPIL tidur sekasur, yang mana juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan tubuh mereka yang tidak berbanding lurus dengan lebar kasur. Alhasil, kegiatan ketek ketemu ketek nyaris mustahil untuk dihindari.
Tapi itu enggak masalah. Minimal Umar enggak pernah kesepian tiap bangun pagi. Dan itu menunjukkan bahwa lebar tidaknya sebuah kasur tak bisa jadi tolok ukur kebahagiaan. Bahkan, kasur yang paling nyaman sekalipun tak bisa menjamin kebahagiaan ....
Uniknya lagi, menjadi anak panti secara langsung mewajibkan diri untuk masuk ke dalam satu profesi: ahli gizi. UPIL yang saban hari bangun untuk sarapan pagi pun sadar apa yang mereka makan tidak-lah cukup. Mereka dipaksa keadaan untuk paham kebutuhan gizi harian, atau gizi buruk taruhannya.
"Kita gak bisa terus-terusan kayak gini! Kita butuh asupan gizi tambahan!" kata Umar pada suatu waktu di pagi hari. Prima dan Ilham pun mengangguk setuju.
Untuk memenuhi asupan gizi, UPIL terpaksa bergaul di dekat pohon buah. Mereka seolah-olah melatih diri untuk hidup nomaden, berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain, karena satu pohon tak pernah cukup untuk mereka. Bahkan tak jarang mereka sampai harus bersimbah darah bertarung dengan monyet-monyet dalam perebutan wilayah. Sesungguhnya mereka tumbuh menjadi pesaing sejati hewan-hewan pemakan buah ....
Saking agresifnya mempertahankan pohon, bahkan Ilham, salah satu personel UPIL, pernah digigit monyet rabies. Dan sejak itu dia tak pernah lagi sama. Sejak itu dia enggak pernah mau "cebok".
Dan parahnya lagi, dalam usaha perebutan wilayah, Umar dan Ilham enggak sekadar cekcok sama hewan primata, tapi juga berkomunikasi.
"Kasih jambunya!" seru Umar kepada monyet yang mejeng di pohon jambu incaran.
"Ini jambu gue! Ini pohon gue! Kalian gak bakal dapat apa-apa kecuali am-pas!" kira-kira begitulah kata si monyet.
"Asal lo tau, gue gak takut!" seru Ilham emosional. "Gue udah pernah kena rabies!"
"Lepasin buah itu dan turun tanpa perlawanan!" ancam Umar.
Kenapa mereka bisa paham bahasa monyet? Bodoh amat ....
Peduli amat mereka bisa bahasa monyet. Toh, paham enggak paham ujung-ujungnya mereka kena cakar, ujung-ujungnya Ilham juga kena rabies (lagi). Dan karena Prima yang paling rasional di antara personel UPIL, jadi dia enggak ikut-ikutan sok paham bahasa monyet. Dia sendiri mengambil peran penting yang lain.
Umar sadar kalau tiap orang punya kelebihan di bidang tertentu, dan kurang di bidang yang lain. Dia juga sadar kalau di antara personel UPIL, cuma Prima yang paling sehat secara rohani dan jasmani. Dia juga sadar kalau membuat keputusan klinis seputar kebutuhan gizi membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi. Maka, tak seperti anak panti lainnya, Umar dan Ilham punya ahli gizi pribadi. Mereka punya Prima yang suka pelajaran biologi ....
Prima di antara personel UPIL termasuk yang paling serius. Bahkan, sejak ditunjuk jadi ahli gizi buat Umar dan Ilham, dia bertekad bahwa gizi buruk pantang bagi personel UPIL. Sebagai bentuk antisipasi terhadap gizi buruk, pada pagi hari sebelum sarapan selalu diadakan pemeriksaan rutin, termasuk pagi ini. Gampangnya, ini permainan dokter-dokteran versi anak cowok ....
"Oke, sejauh ini aman, cuma minus vitamin C ..., lo harus makan satu atau dua buah yang mengandung vitamin C. Buahnya yang murah aja. Kalau ada yang gratis lebih bagus. Misalnya buah jambu yang kebetulan pohonnya ada di deket sini," kata Prima kepada Umar.
Umar pun mengangguk paham, setelah sebelumnya jadi korban keusilan Prima. Dia percaya kalau dia harus buka baju biar hasil diagnosa-nya optimal.
"Kalau gue gimana?" tanya Ilham yang percaya dan ikut-ikutan buka baju.
"Lo kurang pinter ..., rajin baca buku biologi sama banyak-banyakin makan ikan, ya," jawab Prima.
"Wah, lo pinter banget bisa tau detail," Ilham terpesona.
"Tapi kok kenapa baru hari ini buka bajunya, ya?" tanya Umar curiga. "Kemaren-kemaren kok beda?"
"Yuk ke pohon," ujar Prima, berusaha mengalihkan pembicaraan.
Baik Umar, Prima, dan Ilham saling mengangguk. Mereka sudah siap dengan pertarungan perebutan wilayah. Mereka sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi ....
*****
Sepulangnya dari perebutan wilayah pohon jambu antara UPIL versus hewan primata, hal buruk pun terjadi. Ilham memang kena rabies lagi untuk yang ketiga kalinya, tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah: selama mereka pergi, calon pengadopsi yang dibilang sudah datang ke panti. Dan satu anak panti pun sudah terpilih. Satu anak telah pergi.
Di antara personel UPIL Umar-lah yang paling telat datang. Dia datang paling akhir dikarenakan dialah yang membutuhkan dosis vitamin yang paling besar.
Dan melalui teriakan si Udin yang belakangan ini semakin sering muncul, Umar tahu apa yang terjadi, "GUE KURANG AP-HA? KENAPA BUKAN GUE YANG DIADOPSI!?"
"Kamu kurang cewek, Udin. Mereka nyari anak cewek, bukan cowok," kata Pak Panti, berusaha menenangkan. "Dan Angel kebetulan anak cewek."
"T-tap-pi ..., ta-pi siapa bilang kalau saya cowok tulen," balas Udin, yang lagi dan lagi semakin sering muncul dalam percakapan.
"HA!?"
Pak Panti panik. Apa mungkin selama ini dia membesarkan seorang anak dari kaum yang salah?
*****
Sementara Pak Panti galau karena bingung apakah Udin termasuk bagian dari kaum yang tidak diharapkan tumbuh dan berkembang, Umar galau karena Angel diadopsi. Dia sedih karena pada kenyataannya kata adopsi bisa berarti ucapan selamat tinggal.
Dan parahnya, ketika Umar sama personel UPIL lainnya memberi selamat sama Angel di sekolah, Angel justru mengucap selamat tinggal sama Umar, "Mulai hari ini lo jangan deket-deket dengan gue lagi, Mar."
"Tapi kenapa!?" balas Umar kaget.
"Lo gak perlu tau. Ini rahasia gue," kata Angel sambil pergi.
Umar terpaku di tempat. Angel ternyata tak seperti yang diduga. Ternyata masih ada yang disembunyikan, masih ada sebuah rahasia.
Umar berpikir sejenak ketika dipeluk personel UPIL lainnya.
Orang yang kita suka bisa jadi enggak seperti yang kita duga. Di antara kata yang terbuka, bisa saja tersimpan rahasia. Dan pertanyaannya adalah: apakah dia masih tetap jadi orang yang kita suka?
"Apakah dia masih tetap jadi orang yang gue suka?" gumam Umar dengan sangat pelan.
"Lo ngomong sesuatu, Mar?" tanya Prima.
"Enggak ..., tadi ada dahak," balas Umar.
"Jangan gerak-gerak, kita lagi pelukan ini!" kata Ilham yang keenakan.
akhirnya gue ngupload ini cerita ..., makasih buat siapa aja yang udah nungguin. cerita ini gue persembahin khusus buat kalian semua, buat semua rahasia yang kita punya. btw, kelanjutannya bakal cepet diupload tergantung dari reaksi kalian :p
KAMU SEDANG MEMBACA
SHHH! (Completed)
HumorUntuk setiap rahasia yang kita simpan. -hak cipta dilindungi Tuhan yang Mahaesa melalui: 1. Azab 2. Karma 3. Dosa