Shhh!

1.7K 113 75
                                    

TERNYATA situasinya lebih buruk dari yang Umar kira. Kasus pengancaman seperti yang dialami Siska hanyalah awal dari munculnya kasus-kasus serupa. Besok paginya banyak komplain berdatangan. Dan Umar serta personel UPIL lainnya sadar bahwa ini tak bisa dibiarkan!

"Kita harus cari tau siapa pelakunya!" usul Prima.

"Tapi gimana caranya? Kita kan gak punya petunjuk apa-apa?" kata Umar, resah karena dari tadi sudah dijambak puluhan kali sama cewek-cewek yang dapat surat ancaman.

"Lo salah, Mar! Petunjuknya sudah jelas terbentang di depan mata!" jelas Ilham. "Berdasarkan pola yang ada, si pelaku selalu mengancam dan mengharuskan para korbannya mengirim berbagai camilan atau produk sejenis. Dari situ kita bisa tau kalau si pelaku cukup miskin karena gak sanggup beli camilan sendiri. Tapi orang miskin gak mungkin jahat, karena kita juga miskin, dan kita gak jahat. Tapi sayangnya-"

"Langsung ke intinya ajalah cepet!" sela Umar, jengkel.

"Jadi pelakunya pasti orang kaya yang jahat!"

"Ilham, sumpah lo gak penting banget ...."

"Lo sih nyuruh gue buru-buru ...."

"Kok jadi gue!?"

Sementara Umar dan Ilham berdebat, Prima mencoba membaca ulang tiap surat ancaman yang dilempar ke muka Umar karena dituduh membocorkan rahasia para korban. Setelah membaca semuanya, awalnya Prima berpendapat kalau si pelaku pasti kena gizi buruk makanya meminta camilan sebagai upeti. Tapi setelah dicermati, ternyata ada petunjuk lain yang mempersempit ruang pencarian, yang mana mengarahkan langsung kepada pelaku sebenarnya.

"Kalian sadar gak sih kalau setiap surat ancaman ini ditulis dengan tinta yang berbeda?" Prima tersenyum sambil mengangkat sekumpulan surat ancaman di tangannya. "Pelaku meneror dengan berbagai jenis pena. Menurut kalian, murid yang bagaimana yang punya banyak pena?"

"Murid yang rajin ...." kata Umar.

Ilham menyambung, "Karena dia sering kehabisan tinta gara-gara suka mencatat ...."

"Dan murid yang rajin biasanya?" Prima kembali bertanya.

*****

"Namanya Fraya, kelas tiga, juara umum, suka bakwan," ujar Prima, menujuk ke satu sudut ketika di kantin bersama personel UPIL lainnya. "Dia pasti pelakunya. Dia punya semua motif dan semua yang dibutuhkan untuk bertindak kriminal: dia pintar, dia dianggap anak baik-baik, dan dia kesepian. Lihat aja dia duduk sendirian di sana."

Umar dan Ilham melihat ke arah yang ditunjuk. Di sana seorang cewek duduk sendirian mengunyah bakwan. Sekilas tampangnya sinis ala-ala antagonis: alisnya tajam, jidatnya kerutan gara-gara jarang maskeran, dan bibirnya lentik ke atas gara-gara kelamaan minum susu pakai dot, sehingga menimbulkan kesan judes.

Tapi Umar enggak setuju kalau Fraya dianggap pelakunya. Umar memang tahu kalau fraya sebenarnya seorang kriminal. Tapi dia yakin Fraya belum sampai pada tahap menyebar surat ancaman. Dia cuma sebatas-shhh!

Namun sebelum Umar sempat bilang kalau Fraya bukan pelakunya, Ilham sudah lebih dulu melabrak Fraya dengan gaya ala-ala cewek yang dorong-dorong bahu duluan pas mau berantem.

"Ngaku gak lo!" bentak Ilham.

"Ngaku apa?" Fraya bingung.

"Ngaku gak!"

"Oke, gue ngaku kalau tadi ngambil bakwan lima tapi bayarnya dua ...."

"Bukan soal itu!"

"Jadi soal apaan!? Mie ayam? Bakso? Sate?"

Alhasil gara-gara Ilham satu kasus kriminal terbongkar: kasus penggelapan jajanan kantin. Fraya pun kemudian berhasil diamankan oleh para orang kantin, untuk kemudian dimintai pertanggungjawaban.

SHHH! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang