Bagian 3 : Air Mata

82 5 9
                                    

Bandung di pagi hari.

"Waaah, nggak nyangka ini hari terakhir kita di Bandung!" kata Embun yang sedang merapikan kopernya dan bersiap untuk check out dari hotel.

"Udah, yuk, ke bawah!" kata Marry.

Lalu Embun dan Marry pun turun dan menyerahkan kunci kamar. Mereka menuju ke bus untuk segera berangkat ke tempat terakhir yang akan dikunjungi-- pusat oleh-oleh.

"Ntar lu mau bawa oleh-oleh apa buat Awan?" tanya Marry kepada Embun.

"Apa, ya? Baju? Atau jaket?"

"Ya, terserah lu, Mbun... Menurut gue, Awan cocok pake dua-duanya!" ucap Marry.

"Yaudah, lu aja sana yang beliin oleh-oleh buat Awan!" kata Embun ketika mendengar ucapan Marry tentang Awan. Apa gue cemburu?, pikir Embun.

"Hmm, cemburu, nih! Hahaha..."

"Serah, deh, serah!"

Alhasil, Embun dan Marry berdebat selama perjalanan mereka.

Sementara itu, Awan yang sudah berada di Semarang bertanya-tanya tentang sekolah barunya nanti kepada maminya.

"Mi, Awan didaftarin dimana?"

"Aaah, tenang aja, Kak Aya udah urus semuanya, Wan! Besok kamu tinggal masuk..." kata Mami bahwa pendaftaran sekolah telah beres.

"Emang dimana?" tanya Awan kebingungan. Dia berharap masuk ke sekolah yang dapat mendukung pembelajarannya di semester dua nantinya. Karena sebentar lagi dia akan menghadapi Ujian Nasional, dia berfikir untuk fokus belajar dan berencana untuk tidak mencari teman di sekolah barunya.

"Di SMP-nya Kak Aya dulu..." kata Mami.

"Oh, ya baguslah..." kata Awan. SMP yang dulu ditempati Kak Aya termasuk sekolah negeri yang berkualitas terbaik, terkenal karena sering menjuarai lomba cerdas cermat hingga tingkat nasional. Awan tahu karena lomba tersebut pernah diselenggarakan di sekolahnya. Dan ketika itu sekolah Kak Aya menjuarai lomba tersebut.

***
Siang menjelang sore. Cuaca mendung menyelimuti kota Bandung.

Embun dan teman-temannya sudah selesai berbelanja oleh-oleh dan makan siang. Mereka segera masuk ke bus untuk kembali ke Jakarta.

"Eh, Mar"

"Apaan, Mbun?"

"Bagus nggak?" kata Embun sambil menunjukkan dua sweater berwarna biru dongker.

"Bagus... Warnanya gue suka! Tulisannya apaan, tuh?"

"Hm... Ada, deh! Pokoknya yang ini buat Awan! Hehe..." ujar Embun sambil mengangkat sweater yang berada di tangan kanannya. Dua sweater berwarna biru dongker dan memiliki gambar yang sama di bagian depannya. Embun memang berniat membeli sweater kembaran dengan Awan.

"Eh, Mbun, gue mau nanya!" seru Marry.

"Apaan? Jangan yang susah-susah, ya... Ntar gue nggak bisa jawab..."

"Lu itu suka nggak, sih, sama Awan?"

Mendengar pertanyaan Marry, hati Embun seperti disentak keras-keras. Ia bingung memberikan jawaban apa kepada Marry. Jika dia memberitahu Marry tentang rasa yang terpendam lama itu, pasti Marry akan heboh sendiri. Jika dia tidak memberitahu Marry, semua akan aman tapi dia membohongi hatinya lagi.

"Enggaklah! Udah, ah, gue mau tidur! Ntar kalo udah nyampe Jakarta bangunin, yak!" kata Embun sambil mengalihkan pembicaraan. Lagi dan lagi, dia menipu perasaannya terhadap Awan. Tapi dia tidak siap untuk memberitahu perasaan itu kepada orang lain.

Awan, Embun, dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang