Bagian 2 : Kenangan, Sakura, dan Kedatangan

78 7 3
                                    

"Gue jadinya milih Bandung!" teriak Embun yang tiba-tiba datang sambil menggebrak meja--mejaku tentunya.

"Deket. Udah biasa..." ujarku.

"Cih! Lu beneran nggak ikut, ya?"

"Enggak, Mbun... Capek!" kataku. "Lagian baru aja selesai ulangan akhir semester. Tau-tau udah main refreshing, aja!"

Aku tak mengatakan padanya bahwa aku akan pindah.

"Yaudah... Ikhlasin kepergian gue, ya! Hahay! Gue bakal kasih lu oleh-oleh, kok..." ujarnya dengan nada angkuh sambil menepuk-nepuk pundakku.

Bukan gue yang bakal kehilangan lu, Mbun...

***
Esok harinya ketika Embun akan berangkat study tour. Dia menyempatkan datang ke rumahku.

"Bunda Un, mau minta oleh-oleh apa?" tanyanya kepada Mami.

"Nggak usah, Mbun, mending uangnya kamu buat jajan di sana aja..." kata Mamiku. Aku melarang Mami untuk memberitahu Embun bahwa kami akan pindah.

"Yaudah, Embun berangkat dulu, ya, Bun!"

Lalu, Embun keluar tanpa berbicara sedikit pun padaku. Dia diantar ayahnya dengan mobil dan tepat setelah mobilnya berjalan, truk barang pindahanku datang.

Rencana kami--aku dan Mami-- akan pindah besok. Embun study tour selama tiga hari, itu berarti aku akan berangkat pindah saat Embun masih di Bandung. Hanya Om Danu dan beberapa tetangga yang tahu bahwa kami akan pindah--ini sangat mendadak-- ke Semarang.

***
Bandung di sore hari.

Sayangnya Awan nggak ikut. Anak itu tega banget ninggalin gue sendirian. Embun bergumam sambil menatap tetesan air hujan dari jendela bus.

"Mbun... Embun... Embun!" teriak Marry yang duduk di sebelah Embun.

"Apaan...?" jawabnya lesu. "Nyari gincu? Gue nggak ngumpetin kok!"

"Bukan gincu, Mbun... Tapi--"

"Terus apaan?"

"Gue bangunin lu dari lamunan yang konyol banget tau nggak!"

"Konyol?"

"Iya... Lu kenapa sih? Keliatannya lesu amat! Sambil melamun di kaca lagi... Kaya sinetron aja!"

Embun hanya diam. Hening. Marry pun juga memilih untuk ikut diam.

Mereka sudah tiba di kawasan Bandung. Namun perjalanan menuju tempat pertama yang akan disinggahi masih lama. Dan sore menjelang petang di Bandung diselimuti oleh guyuran hujan.

"Hujan di Bandung tentram, ya..." ujar Embun kapada Marry.

"Di Jakarta juga, kan?"

"Di Jakarta sekali ujan juga langsung banjir... Nggak tentram!"

"Haha... Inget ujan mulu, Mbun..."

Embun terdiam. Hujan. Mengingatkannya saat dia dan Awan pergi ke Yogyakarta dua tahun yang lalu saat masih kelas satu SMP. Saat itu diadakan study budaya ke Yogyakarta. Mengunjungi beberapa tempat, seperti Candi Prambanan, Malioboro, Taman Pintar, dan beberapa tempat lainnya.

Saat Embun dan Awan berada di Malioboro, hujan datang mengguyur Yogyakarta. Embun teringat saat itu dia dan Awan terjebak di tengah-tengah Malioboro. Mereka berlindung di depan toko barang-barang antik. Mereka tak berani untuk berteduh di dalamnya, karena penjaga toko--seorang kakek tua berumur sekitar 60 tahun dan berjenggot panjang seperti tokoh Dumbledore dalam film Harry Potter-- yang menurut mereka sangat menyeramkan. Mereka hanya berdua di depan toko itu. Dan hanya Awan yang membawa jaket tebal. Yang sangat diuntungkan Awan mau berbagi jaket itu dengan Embun. Dan mulai saat itulah timbul rasa kagum di dalam hati Embun terhadap Awan. Jatuh cinta yang pertama kali dirasakan oleh Embun. Setelah sekian lamanya mereka bersama sejak kecil, satu di antara mereka sudah jatuh cinta. Dan rasa cintanya selalu tersembunyi dengan rapi hampir selama tiga tahun ini.

Awan, Embun, dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang