Part 3

137 15 0
                                    

Aku meletakkan tumbuhan tengkorak itu di pojok pekarangan. Aku sengaja menyembunyikannya agar ibu tidak menemukannya. Matahari belum naik tepat di tengah, tetapi tubuhku rasanya letih sekali. Sesampainya di kamar, aku langsung mengganti pakaian kemudian berbaring di kasur.
Aku mengambil remot tv yang tergeletak di sudut kasur dengan kakiku, lalu menyalakan TV.
Esoknya, aku tidak pergi ke sekolah karena merasa sangat malas. Lagipula tidak ada lagi tugas yang diberikan oleh sekolah. Badanku sudah tidak letih lagi, padahal semalam aku serasa mau mati kecapaian. Wajahku sampai terlihat pucat. Aku heran padahal aku hanya melakukan pekerjaan ringan di sekolah dan di rumah pun aku tidak melakukan apa-apa.
Pagi itu aku teringat kembali dengan tanaman tengkorak itu. Aku beranjak pergi ke luar dan mencarinya di tempat aku menyimpannya kemarin. Saat kucari, aku tidak bisa menemukannya. Aku mencoba mencari di tempat lain, tetapi tidak juga bisa kutemukan.
"Ma, lihat tanaman yang ada di pekarangan?" Tanyaku pada mama yang sedang mencuci pakaian.
"Tanaman apa? Ada banyak tanaman di situ."
"Tanamanku, ehm... Yang daunnya ada putihnya. Pokoknya kemarin aku bawa dari sekolah"
"Mama tidak lihat. Lagipula tumben kamu mau mengurus tanaman."
Kurasa memang mama tidak mengambilnya. Mungkin ini ulah Alex. Huh!
Beberapa hari berlalu. Aku mulai melupakan tanaman itu. Aku sudah tidak seberapa memikirkannya. Lagipula aku tidak tahu apa yang kulakukan jika ingin menyimpannya. Aku takut mama melihatnya. Bisa-bisa beliau marah padaku karena menyimpan tanaman semacam itu. Hari ini aku dapat kabar di telepon bahwa besok semua murid harus datang ke sekolah karena ada beberapa hal yang ingin disampaikan. Aku yang sudah beberapa hari tidak masuk tentu saja tidak tahu. Untung ketua kelasku menyampaikan itu padaku. Kurasa sebagian murid lain juga tidak ke sekolah. Benar saja. Keesokan harinya saat aku bertemu teman-teman, mereka juga tidak ke sekolah. Bahkan ketua kelas pun tidak ke sekolah.
Tepat jam 9 pagi, seorang guru menyampaikan pengumuman lewat interkom untuk duduk diam di dalam kelas. Kami segera kembali pada bangku masing-masing. Tidak lama kemudian wali kelas kami masuk. Kami yang tadinya gaduh langsung berhenti bicara. Wali kelas kami menyerahkan setumpuk surat pemberitahuan kepada ketua kelas. Ternyata hari ini beliau menyampaikan tentang pengumuman kelulusan yang akan disampaikan 2 hari lagi. Kami juga diberi surat pengumuman yang wajib diberikan kepada wali murid. Selepas pengumuman itu diberikan, wali kelas kami meninggalkan kelas dan kami diperbolehkan pulang. Aku memilih untuk tidak pulang dahulu. Aku akan menghabiskan waktu di kantin sampai agak siang baru setelah itu aku akan pulang.
Saat jam menunjukkan pukul 11 siang, aku dan teman-teman yang lain memutuskan untuk pulang. Kami berpisah di depan sekolah karena aku harus naik angkot sementara sebagian lain pulang dengan sepeda dan berjalan kaki. Saat aku memasuki kompleks rumah, aku menyadari seseorang mengawasiku dari sudut tembok salah satu rumah. Aku cuek saja.
"Sssstttt, hey!"
Aku menoleh pada suara itu. Ternyata Alex.
"Apa? Kamu tidak pergi sekolah?"
Ia tidak langsung menjawab. Wajahnya pucat sekali seperti mayat. Seringainya tidak pernah lepas dari ekspresinya.
"Kamu mau lihat sesuatu?"
"Apa itu?"
"Bunga. Bunganya indah sekali. Ikuti aku, Rob."
Aku mengikutinya di dari belakang.
"Sini, sini Rob. Kamu pasti suka sekali."
Aku masuk ke pekarangan rumahnya, ia lalu menunjuk pada salah satu sudut pekarangannya. Itu dia!
Tanaman itu tumbuh subur di sana. Dugaanku benar, ia yang mengambilnya dariku. Tidak kusangka tanaman itu cepat sekali tumbuhnya. Waktu aku membawanya pulang, kira-kira daunnya ada 6-7 buah. Sekarang sudah tumbuh setinggi pandangan mataku dan sudah berbunga di beberapa dahan. Memang benar kata Alex. Bunganya indah sekali. Berwarna ungu tua dengan totol warna putih di kelopaknya. Bentuknya segi enam menyerupai bunga terompet. Tetapi baunya agak busuk. Di sekitarnya terbang beberapa lebah yang singgah diantaranya.
"Hihihi... Kamu suka, bukan?" Alex menyeringai diantara tawanya. Wajahnya menyeramkan sekali.
"Kamu mengambilnya dariku. Aku akan ambil bunganya!"
"Tidak! Kubunuh kamu jika menyentuhnya!" Ia mencengkeram bahuku. Wajahnya terlihat marah dan beringas. Aku jadi takut padanya, seringainya  mengerikan sekali. Tanpa bicara lagi aku meninggalkan rumahnya. Aku jadi merinding melihatnya seperti itu. Seumur hidup, aku tidak pernah sekalipun melihat Alex begitu. Seolah ia sudah kerasukan setan.

The Sprouting FleshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang