Setelah menikmati Sabtu yang begitu manis, kini saatnya kembali ke hari-hari sibuk dengan berbagai tugas kuliah. Siang itu, dijeda kuliah, Mika mencari Lena di perpustakaan. Di ruang baca, Mika melihat Lena sedang duduk melamun sendiri. Mika mendekati Lena, lalu menyapanya dengan suara lirih karena di ruang ini pengunjung tidak boleh berisik.
"Lena..." sapa Mika sambil memegang pundak Lena. Lena yang tersadar dari lamunannya melihat Mika dengan tatapan yang tidak biasa. Tanpa sepatah kata, Lena menutup buku di depannya, lalu bangkit berdiri dan segera pergi meninggalkan Mika tanpa sepatah kata.
Mika pun merasa aneh dengan sikap Lena yang begitu cuek padanya. Lena pun segera keluar dari perpustakaan diikuti Mika.
"Lena! Tunggu!" teriak Mika. Lena pura-pura tidak mendengar Mika, sehingga ia tidak menghentikan langkahnya. Mika melihat Lena berjalan semakin cepat dan ia segera berlari menyusulnya. Mika menghentikan langkah Lena dengan berdiri di depannya.
"Lena tunggu. Kamu kenapa sih?!"
Lena hanya diam, lalu kembali melanjutkan jalannya. Lagi-lagi Mika diacuhkan.
"Lena tunggu! Kamu kenapa sebenarnya? Kenapa kamu nyuekin aku?" tanya Mika sambil mengejar Lena. Akhirnya Lena menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Mika.
"Kamu tanya kenapa aku nyuekin kamu? Jawabannya, karena kamu menusukku dari belakang," kata Lena ketus.
"Apa? Menusukmu dari belakang? Apa maksudnya, Len?" Mika tidak mengerti.
"Seharusnya aku yang tanya sama kamu! Apa maksudmu peluk-pelukan dengan Raffi di depan rumahmu ha?!" Setelah berkata seperti itu, Lena pergi meninggalkan Mika sendiri. Mika yang mendengar perkataan Lena hanya bisa terdiam. Kali ini, Mika tidak mengejar Lena lagi. Mika termenung dan ia mulai mengerti hal apa yang membuat Lena marah padanya.
***
Setelah kuliah selesai, Mika memutuskan untuk langsung pulang. Di tengah jalan, tiba-tiba sebuah mobil menghampirinya dan berhenti di sampingnya. Mika pun ikut berhenti. Jendela mobil terbuka, dan Mika melihat Raffi di belakang kemudi.
"Hai, Mik!" sapa Raffi.
"Hai, Fi...," balas MIka lesu.
"Mau pulang kan? Aku antar boleh?" tawar Raffi.
"Terima kasih, tapi nggak usahlah. Aku jalan aja, duluan ya, Fi," kata Mika sambil berlalu meninggalkan Raffi. Raffi merasa ada yang aneh dari sikap Mika. Senyum Mika tidak seperti biasanya, tetapi Raffi tetap berpikir positif tentang Mika.
***
Malam harinya, Mika benar-benar tidak tahan dengan sikap Lena. Akhirnya, Mika dengan gelisah memberanikan diri untuk menghubungi Lena. Panggilan pertama tak ada jawaban dari Lena. Panggilan kedua, Lena tak juga mengangkat telepon Mika. Sampai ketiga kalinya, Lena baru mau mengangkat telepon Mika.
"Halo! Lena!"
"Ada apa?" jawab Lena dengan malas.
"Lena, kamu nggak bisa terus marah kayak gini ke aku!"
"Kenapa nggak bisa? Kamu udah nusuk sahabat kamu sendiri! Apa itu yang namanya sahabat?!"
"Kamu salah paham Lena...", Mika mencoba menjelaskan dengan sedih.
"Salah paham gimana ha?! Aku lihat dengan mata kepala aku sendiri, kamu sama Raffi pelukan di depan rumah kamu!"
"Len, tolong dengerin penjelasan aku dulu! Itu nggak seperti yang kamu pikirkan. Lena, aku ini sahabat kamu. Dan aku nggak akan merusak persahabatan kita dengan tindakan yang seperti kamu pikirkan itu."
"Udahlah... aku nggak perlu omong kosong kamu. Aku mau tidur, udah malem."
"Len... Lena! Tunggu! Kamu harus dengerin penjelasanku dulu!"
Tut...tut...tut... hanya terdengar sambungan terputus.
"Lena..." Mika hanya menatap layar handphone-nya dengansedih.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cokelat Cinta
Teen FictionCinta itu seperti cokelat. Terkadang terasa manis, namun tak jarang juga terasa pahit. Setelah segala kepahitan terlewati, akhirnya manisnya cinta pun tercipta dan kebahagian meliputi mereka yang penuh dengan cinta.