Waktu menunjukkan pukul 01.00 WIB. Kutarik tas punggung yang sudah kupersiapkan dari bawah tempat tidur, memeriksa kembali barang-barang yang kubutuhkan, termasuk berkas identitas asli dan palsu (jika keadaan darurat), peta tiga puluh negara, uang, dan bekal secukupnya untuk sampai ke tujuan pertama. Ponsel kutinggalkan, benda canggih yang kubawa adalah kamera dan jam tangan kesayanganku bermotif rumus fisika dan kimia.
"Sparta, kamu siap?" mengeong dan kedipan matanya yang pelan adalah jawaban 'Ya'.
"Spica, kamu juga siap?" kibasan ekor pun mewakili jawaban 'Ya'.
Segera kumasukkan Sparta ke dalam cat bag, dan menggendong Spica di punggungku. Lalu bergegas ke halaman rumah melalui jendela kamar, sepedaku menunggu di sana.
Angin sejuk dini hari berhembus seperti pistol yang ditembakkan ke udara, sepedaku mulai melaju menuju pelabuhan kapal laut terdekat.
Aku tak meninggalkan rumah ini, kota ini, hanya pergi sebentar untuk menenangkan diri. Ke mana aku pergi? Entahlah, mungkin pedalaman Mentawai, atau ke perbatasan negri, mungkin juga ke pulau tak berpenghuni.
Sehingga, tak ada lagi piring pecah. Tak ada lagi bantingan pintu penuh amarah. Tak ada sumpah serapah. Tak ada hinaan yang membuatku menahan agar tak naik darah. Silakan menikmati dunia kalian yang tak terarah.
Sebagai penumpang yang terakhir naik, aku memilih duduk di pinggir kapal, meletakkan tanganku ke pagar besi. Di ujung cakrawala, terlihat matahari yang belum terbit sepenuhnya. Untuk terakhir kali, kupandang sepedaku yang kuberikan kepada anak kecil yang berjualan koran, ternyata ia juga memandangku seraya melambaikan tangan yang kubalas dengan suka cita.
Cerobong kapal pun mengeluarkan asap. Sparta dan Spica pun terlihat antusias.
Akhirnya, aku bebas, di duniaku yang tak terbatas.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days of Literature
Nouvelles30 Days of Literature is a writing project that lasts for 30 days, in which participant allowed to write any kind of literature with different theme/topic each day. For further information contact ID line: michelle_ardia