Malam Mingguan?

1.7K 223 5
                                    

MiniMiniCouple's Fanfiction




Happy reading, guys~~~




======




Sabtu malam, Jimin bersandar pada punggung kursi mobilnya. Jari-jemarinya memgetuk pelan kemudi sembari pandangannya terpaku pada sebuah rumah yang baru dua kali dikunjunginya. Itu kediaman keluarga Min. Tapi, mengapa sejak lebih sepuluh menit lalu Jimin mengamati kediaman Min Yoongi?

Jadi, mari salahkan Kim Taehyung yang dengan seenak hidung mancungnya memutus perjanjian yang telah mereka buat. Dengan alasan kedatangan neneknya dari Daegu, perjanjian untuk menghabiskan waktu akhir pekan dengan nongkrong bersama hanya jadi wacana saja. Sialnya bagi Jimin, pemutusan janji itu diberitakan Taehyung saat ia telah berbaur dengan pengendara lain di jalan yang ramai itu.

Semangatnya yang berapi-api padam kemudian. Karena menyumpahi Taehyung sudah membosankan, ya itu salah satu keseharian Jimin omong-omong, serta tak ingin izin pamit ke ibunya tadi menimbulkan kesia-siaan, maka mobil Jimin berputar arah menuju rumah Yoongi. Mau kemana lagi dirinya. Mengajak Soonhye keluar, hubungan mereka jauh dari kata baik. Satu nama yang hinggap di pikirannya hanya Min Yoongi.

Jimin melirik ponsel di genggamannya. Pesan yang menanyakan keberadaan Yoongi tak terbalas hingga kini. Ia hanya tak ingin repot-repot ke pintu depan rumah Yoongi saat lelaki itu tak berada di dalam rumahnya. Padahal sudah sampai di kompleks perumahan Yoongi sejauh ini.

"Apa salahnya mencoba, Jim."

Maka, diputuskannya berlalu meninggalkan mobil biru yang telah menjadi kawannya tadi untuk menekan bel rumah Yoongi. Tak menunggu lama, seorang wanita setengah baya membuka pintu rumah Yoongi.

"Selamat malam, Nyonya," ucap Jimin sambil membungkuk sopan.

"Selamat malam, Nak." Wanita setengah baya itu mengamati saksama sosok Jimin. Merasa ingatannya tak pernah menyimpan sosok yang berdiri di depannya itu.

"Saya teman Yoongi, Nyonya."

"Oh, silahkan masuk."

Jimin mengikuti kemana wanita itu membimbingnya. Sesekali diluaskan pandangannya mengamati isi rumah Yoongi. Meski telah dua kali berkunjung, saat mengantar Yoongi pulang tentunya, Jimin belum pernah menginjakkan kaki ke lantai rumah Yoongi. Jadi, ini merupakan kali pertama ia benar-benar berkunjung ke rumah Yoongi.

"Siapa namamu, Nak?" Tanya wanita itu saat mereka menginjak anak tangga menuju lantai dua.

"Park Jimin, Nyonya."

"Panggil Bibi saja, Jimin."

Wanita itu menghentikan langkahnya. Pun Jimin menyusul. Wanita itu, yang Jimin yakini merupakan ibu Yoongi tersenyum hangat padanya.

"Yoongi ada di kamarnya. Masuk saja, Jimin."

"Terima kasih, Bibi."

Ibu Yoongi mengangguk dengan senyum yang masih terpapar sebelum kemudian berbalik meninggalkan Jimin. Jimin tak lantas masuk ke dalam ruangan yang terhubung oleh pintu di sisinya. Ia menunggu hingga bayang ibu Yoongi hilang dimakan tangga. Setelah itu, tangannya bergerak menggenggam kenop pintu kamar Yoongi, lalu mendorong pintu itu perlahan. Kepala berhias mahkota pirangnya menyembul lebih dulu, matanya memutari seisi kamar hingga ditangkapnya keberadaan seniornya itu. Yoongi tengah memunggunginya dan nampak serius pada sesuatu, tak heran ia tak menyadari kehadiran Jimin.

"Sunbae!" Seru Jimin berusaha mengagetkan kekasih barunya itu.

Lelaki itu menunggu reaksi Yoongi. Satu detik setelah seruannya tubuh Yoongi nampak kaku, jarinya yang tadi bergerak tiba-tiba bergeming. Detik berikutnya tubuh itu berbalik cepat menuju sumber suara. Mata sipitnya melebar kala bersitatao dengan Jimin.

"KENAPA KAU BISA ADA DI SINI?!"

Hening. Jimin tak menjawab. Ia malah sibuk mengusap telinganya yang berdengung. Bohong, sih. Telinganya baik-baik saja setelah teriakan Yoongi masuk ke inderanya. Reaksinya itu hanya bumbu pedas untuk memanasi Yoongi.

"YAK! SIAPA YANG MENYURUHMU MASUK KE KAMARKU?!"

"Ibu Sunbae yang menyuruhku."

Yoongi berniat meluapkan murkanya lagi, namun segera dipendam. Takut ibunya mendengar teriakannya dan malah balik memarahinya. Ketahuilah segalak-galak Yoongi tadi, ibu Yoongi tak ada tandingannya." Aish. Sudahlah, kau juga sudah ada di sini.

Sang pemilik kamar kembali memunggungi Jimin. Ia bahkan tak berbasa-basi meski sekadar menyuruh Jimin duduk, apalagi menawarkan minuman pada kekasihnya itu.

"Ini lagu siapa, Sunbae?" Tanya Jimin penasaran saat indera pendengarnya menangkap lagu yang sangat asing. Ia tak pernah mendengar lagu itu sebelumnya. Namun, di pendengaran pertamanya, lagu itu menarik perhatian.

"Lagu ciptaanku," jawab Yoongi santai. Detik berikutnya tawa Jimin bergaung. Padahal tak ada yang lucu menurut Yoongi. Jadi, apa Jimin tengah mengejeknya?

"Kenapa? Kau tak percaya?" Tawa Jimin masih mengalun. Lama-lama telinga Yoongi bisa pekak. "Terserah." Jadi Yoongi tak mengindahkan respon Jimin berikut-berikutnya.

"Serius Sunbae bisa buat lagu?"

"Menurutmu?" Balas Yoongi apatis.

Lelaki yang lebih muda berdecak. Kemudian mengambil gerak untuk duduk di atas kasur Yoongi. Ditebaknya Yoongi terlalu cuek untuk sekadar menawarkan tempat duduk untuknya, jadi lebih baik duduk tanpa izin daripada tungkainya menjadi kebas.

Berada satu ruangan dengan Yoongi tak beda dengan seorang diri di tempat pemakaman. Yoongi tak sedikitpun mengajaknya berbicara. Ia hanya bergumam pelan mengikuti alunan lagu yang terputar. Mungkin sedang serius atau masih dalam mode marahnya. Maka dari itu, Jimin berinisiatif memutus tali keheningan itu. Ia mulai memanggil seniornya itu. Empat panggilan tak digubris.

"Min Yoongi Sunbae." Itu adalah sapaan kelimanya. Tangannya serasa ingin menarik kursi yang ditempati Yoongi. Baiklah, jika panggilan keenamnya tak jua dihirau, maka ia akan nekat menarik kursi itu dan membalik badan Yoongi. Membanting Yoongi ke tempat tidur kalau perlu. Oh, pikiranmu, Park Jimin.

"Min Yoong-"

Belum selesai Jimin berkata, sang lawan bicara segera berbalik memandangnya. "Oh ya, Jimin. Jangan memanggilku Sunbae. Aku tak enak dengan panggilan itu."

Yang lebih muda lantas mengukir senyum usil. Di otaknya terlintas akal untuk mengusili kekasih lelaki kelewat dinginnya itu. Ia butuh hiburan. "Terus aku harus memanggil Sunbae apa? Sayangku? Baby? Honey? Atau cinta-"

"Park Jimin!'

Benar saja. Apa yang dipikirkannya berbanding lurus dengan realita. Yoongi mulai murka di tempat.

"Ya, cintaku?" Dan Jimin sengaja mengabaikan Yoongi yang bangun dari kesabarannya. Malah ia menyukai wajah Yoongi yang sedang meradang. Ya, setidaknya wajah itu berekspresi.

"YAK! Brengsek kau!"

Satu, atau dua pukulan mendarat mulus di pelipis Jimin. Jimin balas dengan panggilan sayangnya lagi. Yang tentu mengundang kepalan Yoongi menghantam tubuhnya secara beruntun. Andai yang memanggilnya demikian adalah kekasih wanitanya, mungkin Yoongi akan merasakan kupu-kupu kebahagiaan. Namun, saat Jimin yang menyuarakannya, terlebih dengan raut usil itu, tangannya tiba-tiba gatal ingin menghantam Jimin. Panggilan itu berubah menjijikkan menurut Yoongi.

Seperti itu kiranya Sabtu malam yang dihabiskan Jimin di rumah Yoongi. Cukup menghibur meski berakhir babak belur. Ada untungnya juga pemutusan perjanjian sepihak itu. Jimin menjadi tahu tujuannya bila bosan di hari-hari senggangnya. Lagipula, bukankah hal semacam itu yang harus dilakukannya. Menghabiskan waktu senggang bersama kekasih. Ya, meski mereka masih canggung dengan predikat kekasih yang tak biasa itu.




======


Semoga suka yaa😊😊😊
Banyak2 terima kasih buat yg berkenan baca, bahkan sampe vote komen chap kmaren😊😊😊 maaf kalo kesininya ngecewain..
Once again thanks a lot kesayangan bangtan~~~

Love Talk | MinYoon | BTS | FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang