When you meet someone special, you'll know.
Your heart will beat more rapidly and you'll smile for no reason.
-Unknown
Rama
Rama mengetukkan jari-jarinya tidak sabaran. Ini merupakan kali pertama Rama menginjakkan kaki ke dalam ruangan yang menurutnya lebih mirip museum dibandingkan perpustakaan.
Pusat perhatian lelaki dengan poni yang hampir menutupi mata kiri itu, tertuju pada pintu masuk ruang penuh buku di sekitarnya.
Tiga puluh menit yang telah berlalu semakin diperjelas dengan rasa pahit di mulut dan diikuti perasaan rindu mengecap tembakau.
Tepat saat Rama berpikiran untuk melupakan niatnya, seorang gadis berkaus hijau melintas. Kuncir kuda gadis itu bergoyang ke kiri dan ke kanan menyertai langkahnya dengan dua buku dalam dekapan tidak lama setelah terdengar derik pintu yang dibuka.
Sebuah senyum terukir di wajah Rama. Usaha menahan rasa pahit di mulut ternyata membuahkan hasil.
Tanpa membuang lebih banyak waktu, Rama bergerak cepat melintasi meja-meja kosong untuk mencapai ambang pintu.
Si gadis yang juga berkacamata kini terlihat tengah berdiskusi dengan seseorang di balik kubikel. Orang yang diajak bicara tengah duduk sehingga hanya menampakkan bagian atas kepala yang bebas dari rambut kepada siapa pun yang berdiri di depan kubikel.
Buku-buku yang semula berada di dalam dekapan si gadis kini sudah berjejer rapi di atas kubikel, tepat di hadapan bapak-bapak paruh baya berkacamata longgar.
"Hey," seru Rama tidak lama setelah mengambil tempat di sisi si gadis.
Si gadis, Rama kali ini harus puas menyebutnya seperti itu, tampak sedikit terperanjat dengan kehadiran Rama.
"Ya?" ucap si gadis sambil meneliti wajah Rama di tengah usahanya membetulkan letak bingkai kacamatanya.
Kacamata hitam itu jelas terlalu besar untuk si gadis, pikir Rama.
"Masih ingat denganku?" tanya Rama menatap penuh harap ke arah si gadis.
Pengalaman sudah membuktikan bahwa sulit untuk seseorang, terutama seorang gadis, melupakan dirinya. Namun dalam situasi seperti ini, perlu bagi Rama untuk sedikit berpura-pura tidak mengerti mengenai hal itu.
Si gadis tampak berpikir sejenak sebelum kembali mengalihkan pandangan ke pustakawan yang menanyakan nomor induk mahasiswa miliknya. Ia menyebutkan sederet angka yang kemudian diikuti bunyi keyboard komputer tidak lama setelahnya.
"Di sini NIMnya tercatat sudah pinjam dua buku," ucap sang Pustakawan.
Si pustakawan kemudian melirik penuh selidik ke arah si gadis yang terlihat menggigit bagian bawah bibirnya dengan pandangan cemas.
Rama jadi bertanya-tanya akan terlihat seperti apa wajah si gadis saat kacamata super besar itu ditanggalkan. Mungkin sama saja karena dari tempatnya berdiri sekarang, Rama bisa melihat bulu mata lentik si gadis yang berkedip beberapa kali dalam satu waktu.
"Jadi begini, Pak. Waktu pertama saya pinjam buku ini, statusnya juga sama, tapi sama Bu Lina dipinjamkan secara manual. Sekarang saya mau perpanjang. Ini di belakang buku ada catatannya," jelas si gadis sambil membuka halaman terakhir pada buku dan memperlihatkan secarik kertas berwarna kekuningan dengan sebuah tabel di dalamnya.
Pustakawan yang diajaknya bicara semakin mengerutkan dahi. Ia meraih buku dari genggaman si gadis dan meneliti deretan tulisan yang ditunjuk si gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side by Side [SUDAH TERBIT]
ChickLit"Tapi apa sebenarnya yang harus kamu lakukan untuk memenangkan taruhannya?" "Gampang. Kita hanya harus berpacaran." Bagi Rama, masa kuliah adalah masa-masa penuh kebebasan dan waktu untuk bermain-main sepuasnya. Sementara bagi Gita justr...