I turned out liking you more than i originally planned
-unknown
Gita
Gita's Plan for Today:
1. Nonton sama Rama
2. Submit laporan kerja akhir bulan
Gita kembali mematut dirinya di depan cermin berulang kali. Tidak. Tidak. Rama pernah melihatnya mengenakan sweter ini dua hari berturut-turut dan membangkitkan memori mengenai bagaimana mengenaskan dirinya waktu itu bukanlah ide yang baik.
Gita buru-buru meloloskan sweter kuning kesayangannya itu dan berjalan cepat menuju lemari pakaiannya.
Kotak persegi dari bahan kayu di hadapan Gita sudah hampir kosong. Semua isinya tumpah ruah di atas tempat tidur di mana Gita meletakkannya begitu saja setelah mencobanya. Yang tersisa hanya kemeja putih yang dulu ia kenakan saat orientasi mahasiswa baru dan kaus berwarna abu-abu bersablonkan event acara dua tahun lalu.
Gita terduduk lemas. Ia sekali lagi melirik jam pada ponselnya dan dua puluh menit tersisa sebelum waktu janji temu bersama Rama.
Gita menghela napas sebelum akhirnya memandangi tumpukan pakaiannya sekali lagi.
Gita tidak menyangka janji pergi menonton Rama akan membuatnya lebih pusing dibandingkan mengerjakan soal grammar tingkat advance sekali pun.
Dengan enggan Gita menarik sebuah blus putih dengan motif bunga–bunga kecil berwarna hitam dan mengenakannya. Memang akan terlihat sedikit berlebihan, namun Gita tidak punya pilihan lain lagi.
Gita sedang mengacak-acak apa pun yang ia punya sebagai alat make up saat deru motor Rama terdengar.
Seharusnya Rama datang sepuluh menit lagi. Pemuda itu entah kenapa selalu datang lebih awal pada setiap kesempatan, seolah dengan sengaja mengerjai Gita yang sebaliknya selalu merasa kehabisan waktu.
Sekali lagi, Gita merutuki keputusannya untuk mencoba memoleskan eyeliner di matanya. Hasilnya sungguh mengerikan sampai Gita harus berlari ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya berulang kali.
Kini bagian atas blus putihnya basah. Bahan chiffon membuat pakaian dalam berwarna kremnya tercetak jelas. Ditambah lagi rambut yang awalnya ia urai dengan serapi mungkin kini berantakan saat ia berupaya mengeringkan bagian rambut yang dekat dengan wajahnya.
Deru motor Rama tidak terdengar lagi.
Meski tahu Rama tidak pernah keberatan untuk menunggunya yang selalu terlambat, untuk kali ini saja, Gita tidak ingin terlambat dan merusak semuanya. Dengan berat hati, Gita meraih sweter kuning kemudian mencepol rambutnya ke atas.
Sekali lagi ia mengusapkan handuk di wajahnya untuk mengusir semua keringat yang membasahi dahi.
Ia tidak punya waktu lagi. Gita meraih tas selempang yang selalu dikenakannya dan berlari menuruni tangga.
**
Wajah yang tengah tersenyum ke arah Gita saat ia membuka pagar bukan Rama melainkan Diki, teman sepermainan Luna. Niat Gita untuk segera menutup gerbang segera ditahan oleh Diki.
"Mau ke mana, Cantik?"
Pemuda beralis tebal itu meraih batang rokok di bibirnya setelah meniupkan uapnya ke wajah Gita. Bau apek serta alkohol dari badan Diki kini bercampur dengan bau tambakau yang membuat Gita terbatuk-bantuk tanpa henti.
"Luna ada?"
"Luna tidak ada di sini," seru Gita sambil berusaha menutup pintu pagar namun kembali dihalangi oleh tangan bertato tengkorak milik Diki.
"Ke mana dia?"
"Mana kutahu," jawab Gita singkat.
"Kamu tidak bohong, kan?"
"Untuk apa aku berbohong!"
Gita melirik sekilas ke arah jalanan dan tidak menemukan motor lain yang terparkir selain milik Diki. Gita yakin betul sempat mendengar deru motor Rama. Kehadiran Diki membuat Gita bertanya-tanya apakah sudah terjadi sesuatu kepada pemuda itu.
"Ketus sekali," serunya sambil terkekeh.
"Kalau diperhatikan, kamu jauh lebih cantik dari Luna." Gita bergerak menjauh saat Diki berusaha meraih wajahnya.
Dalam sekejap Gita merasa jijik dan bertanya-tanya mengapa Luna bisa sampai jatuh hati pada pemuda seperti ini.
"Eits.... Jangan sok jual mahal seperti itu," ucap Diki sambil kembali terkekeh.
Dengan pandangan mata yang tidak fokus seperti itu serta bau alkohol dari keluar dari mulutnya, Gita yakin Diki sedang mabuk.
Kepanikan melanda Gita mengingat orang mabuk dapat melakukan hal-hal mengerikan.
Saat melihat seorang bapak-bapak melintas di jalan, tanpa pikir panjang Gita segera berteriak meminta pertolongan.
Diki memandangnya tidak percaya kemudian lari terbirit-birit saat terlihat massa mulai berkumpul di depan kos Gita. Setelah mengucapkan terima kasih, Gita kembali masuk ke dalam dan mengunci pagar rapat-rapat.
Luna dan segala sesuatu tentangnya selalu berhasil merusak hari-hari Gita.
**
Typo?
Bersambung.
Note!
Ganti judul ya menjadi Side by Side.
What do you think?Thank you for all ur supports.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side by Side [SUDAH TERBIT]
ChickLit"Tapi apa sebenarnya yang harus kamu lakukan untuk memenangkan taruhannya?" "Gampang. Kita hanya harus berpacaran." Bagi Rama, masa kuliah adalah masa-masa penuh kebebasan dan waktu untuk bermain-main sepuasnya. Sementara bagi Gita justr...