Hujan dan Kenangan

106 7 0
                                    

Aku benci dengan kesunyian ini. Ada apa dengan hatiku? Kurasa itu sulit kujelaskan.

Ketika aku melihat senja datang dan segerombolan burung kembali pulang, namun ada apa dengan hatiku yang selalu tak karuan. Lalu, dengan beribu bintang yang kembali menemani malam, ada apa dengan hatiku yang tiba-tiba terasa keram. Hatiku sudah mati, tak mau lagi merasakan cinta dengan alur sedemikian rumit.
                    
                       ***

Malam itu, masih dengan beribu ketegangan menjelang hari kelulusanku. Aku tak terlalu berharap lagi dengan pria yang dulu kuanggap brengsek itu. Benar saja, ia kembali meninggalkanku kedua kalinya. Ah sudahlah...

Lalu? Dengan sesok misterius yang dua tahun lalu tersenyum kepadaku. Kita saling tak mengenal, bahkan tak pernah ketemu sebelumnya. 'Senyumnya terukir indah' ia terlihat bergairah saat bertemu denganku. Entahlah, mungkin ia kaget melihat keanggunanku. Aku menggelengkan kepala dan membalas dengan senyum seadanya.
      
                      ***

Krik.. Krik..

Kelas ini seperti gudang dengan berpenghuni beribu jangkrik yang sedang bulan madu. Hening dan sunyi. Hujan diluar sana masih saja mengguyur kota ini. Betah sekali. Tugas matematika yang membuatku kesal menjadi sebab aku berada dalam kesunyian ini. Pukul 16.38 WIB baru 16 soal yang terjawab lengkap. Itu artinya, masih 4 soal yang harus kuperjuangkan karna kusadar, anak kelas berhasil mendapat nilai yang memang tak kusangka-sangka. Aku sudah seperti nenek lampir yang kehilangan gigi ompongnya. Sudah hampir gila aku dibuai soal kentir ini. Walau begitu aku harus segera pulang dan memenuhi pesanan perutku untuk makan.

"Huft, akhirnya.. " desisku dengan lega. Keringat di dahiku banyak menetes, itu artinya mengerjakan soal memang menguras tenaga.

Aku segera keluar kelas setelah kertas yang penuh dengan angka aljabar kurapikan. Bergegas lari menghindari ruang kelas yang memang kurasa menakutkan.

Bruk..

"Eh, ma.. maaf, maaf sekali, " aku gugup tak karuan. Aku tak berani menatap sosok yang ada di depanku.

"Sudah tak apa, kita sama-sama tak sengaja. " ia kemudian tersenyun kepadaku. Sungguh, manis sekali senyumnya. Ternyata Wila yang tak sengaja bertabrakan denganku. Dan Wilalah pemilik senyum manis itu. Penampilannya agak beda kali ini. Rambutnya acak-acakan dan mukanya yang kusut sempat membuatku bertanya-tanya. Hebatnya, ia masih berpenampilan menawan dan elegant.

Kami saling bertatap mata. Pandangannya masih sama ketika aku melihatnya dua tahun lalu. Kita saling membereskan buku yang jatuh berserakan. Untungnya, tanganku tak bersentuhan dengan tangannya. Padahal ia berinisiatif mengambilkan bukuku namun aku menyambarnya dengan segera. Sepanjang itu kami masih terus bertatap. Walau akulah yang sering terlihat malu-malu menatapnya. Memang sudah lama aku menyukainya. Tapi entahlah dengan Wila. Apakah ia juga mempunyai rasa yang sama? Biarkan saja, aku tak memikirkannya.

Aku tersipu malu saat bunyi perutku berkeroncong merdu.
"Hey, "ia menepuk bahuku.

"Kau lapar? " sambungnya. Aku menahan anggukanku yang tentu saja mengisyaratkan 'iya'. Namun kurasa Wila telah menerawang pandanganku yang sejatinya berkata 'iya'. Ia menggandengku entah kemana. Tak jelas langkahnya. Hanya saja, ia mengajakku keluar menerobos hujan yng sedang melanda

"Wila, kita bisa kehujanan,"  Ia tersenyum kepadaku lagi. Tuhkan, senyumnya memang seketika dapat menyihirku. Aku kembali tenang. Tentu saja, Wila tak akan membiarkanku kehujanan begitu saja. Eh akalnya ajib, ia melepas jaket yang dikenakan dan merangkulku dengan tangan kirinya kemudian tangan kanannya menyengger jaket guna untuk melindungiku dari hujan. Hatiku berdebar bukan main. Untung saja, ia tak terlalu dekat denganku. Jika dekat, tamatlah sudah riwayatku. Ia pasti akan merasakan berdebarnya hatiku seperti kincir angin yang diamuk angin.

Aku menuruti langkahnya. Aku tak akan kembali berkata padanya, karna itu akan membuatku terlihat gugup. Lalu? Aku harus apa? Diam mungkin akan membantuku.

Kemana ini? Tempatnya cukup strategis. Banyak orang disini. Langkahnya semakin membingungkanku. Namun kunikmati saja kebesamaan ini dengannya (eak).

"Sudah hampir sampai. " aku sedikit bingung namun tempat ini membuatku senang.

'Memang Wila pengertian' batinku sambil tersenyum tak karuan.

"Hey, silahkan pesan. Aku yang traktir kok. "

Dia membawaku ke warung wartek yang menyelamatkanku dari kelaparan ini.

Apakah kisah cinta mereka berkelanjutan?

Baca kisah selanjutnya..

Don't forget to give vote and comment! Thanks

a Wish for LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang