Renaldi !

21 3 0
                                    

Ia mengelusku iba. Namun seketika tertawa lepas.
"Apa-apaan kau ini? " aku bertanya kesal. Ia kembali tertawa dan memeletkan lidah mengarahku. Aku membusungkan dada dan melotot sadis kearahnya.

"Eits, Pelan aja grandong! " pintaku menahan sakit. Ia mengelap jempol kakiku dengan tissue bernoda alkohol.

Untung saja, Hani datang dengan motor tepat waktu. Sebelum pukul 07.00 ia menemuiku seperti orang hilang di pinggir trotoar. Mungkin karna iba, ia dengan senang hati memboncengkanku menuju sekolah.
                     
                      ***

Riak air pancur dekat bangku taman yang kududuki bersama Hani membuatku haus. Segera kami menuju kantin. Hani dengan sejati menuntunku kearah warung bakso.

"Pesan bakso satu esteh tiga, mak! " pesanku pada mak ina selaku penjual.

"Heh, lo kagak makan? "

"Hm,,  " aku menggeleng mantap. Bengkak pada jempol kakiku membuatku tak enak makan. Pahit. Bahkan untuk minumpun sebenarnya tak ingin, tapi asal saja kupesan esteh tiga. Dua untukku dan satu untuk Hani.

"Pesanan datang... " sapa anak kecil berambut ikal membawakan pesanan. "Silahkan kakak-kakak cantik. " sambungnya beserta gombalan yang dengan segera kusambut dengan senyum. Ia Rojak, lelaki kecil yang harus merelakan sekolahnya demi adiknya yang sakit. Terpaksa ia harus membantu emaknya berjualan di kantin sekolah ini. Tatapan matanya terlihat tulus, tak ada sekalipun kata mengeluh dibenaknya. Memang anak hebat.

"Aiish, dia pria brengsek itu! "

Teriakku sambil mengangkat garpu mengarahnya. Ia tampak memakai tas merah seperti pagi itu saat sepedanya melaju menginjak jempol kakiku. Mukaku memerah. Perutku kembang kempis.

Ah, seperti ingin kusantap ia
hidup-hidup..

Ia berjalan mengarahku. Sepertinya, ia akan memesan bakso sama sepertiku. Semakin dekat dan yakkkk ciakkkk akan ku maki dia. Titik.

Aku mencegatnya tepat didepan tubuh kekarnya.

'Eits.. Besar juga dia,'

(Ia melototiku)

"Renaldi Haffi Valentz"
Ukiran bordir di kanan bajunya tampak mampang di depan mataku.

Tidak berkutip lagi segera kumakinya,

"DASAR PRIA BRENGSEKK "
Kali ini aku hanya membisikinya dengan lirikan tajam dan kedua tangan di pinggang.

"Oh jadi lo yang berteriak tadi pagi? Eh dengar! Gua nggak sebrengsek yang lo kira ya! Dasar wanita tolol "

Ia mendorong kepalaku dengan jari telunjuknya. Bisa-bisanya, pria itu berani memakiku padahal jelas sekali ia yang salah. Iyalah aku tahu, ia kakak kelas 2 diatasku. Tapi setidaknya... Ashh!!!

"Lo nggak ngerti ya?  Ini jempol kaki bengkak gara-gara lo! "

Ia santai saja, seperti tak bersalah.

"Eh,elo! Tanggung jawab oy! "

Mulutnya terbuka seperti bergegas menjawab 'O'. Ya, hanya satu huruf itu saja. Sebelum ia berkata, ku masukkan bakso milik Hani kearah mulutnya. Ia-kaget.

"Hm.. Enak juga. Pesenin gau satu. " katanya dengan santai. Tak ada raut muka sebal sedikitpun, malah dia kesenengan mengunyah bakso gratis yang kusuapkan kemulutnya.

Aku semakin sebal. Bagaimana tidak, perlakuanku tidak direspon dan wajahnya WTDOS (Wajah Tanpa Dosa)

"Sudah-sudah.. Jangan bertengkar! Embak cantik dan mas ganteng cocok loh, " kata Rojak menenangkan suasana dengan kedipan mata yang justru membuatku kesal.

Sebelum amarahku melunjuk, kutinggalkan mereka dengan pelarian pincang.

"Hey! Mana kaki lo yang bengkak? " teriak pria brengsek itu memanggilku. Aku tersipu malu. Apa iya, ia mau tanggung jawab? Hm..

(Kembali berjalan mengarahnya)

"Ni.. " kataku singkat seraya menunjuk kakiku dengan mringis. Ia menatapku abstrak. Seperti memberikan harapan namun seperti menggantungkanku.

"Rasakan ini! " katanya bersamaan dengan injakan kaki kearah jempol kakiku.

Aaaaaaaaauuuu ......

Reflek saja aku berteriak. Tangisku kali ini tak bisa kutahan. Rasa sakit ini semakin sakit. Aku pergi meninggalkan kegaduhan itu dan menangis.

a Wish for LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang