SETELAH kejadian kemarin malam yang membuat Yana kesal setengah mati, karena Alan mengganggu dirinya dan Bian. Tetapi berbeda dengan hari ini, Bian menjemput Yana untuk berangkat sekolah bersama, awalnya Yana menolak keras, tapi dengan sikap Bian yang kodratnya memang memaksa, akhirnya hati Yana luluh dan menerima ajakan Bian.
Di depan rumahnya Yana menyenderkan tubuhnya di pagar berwarna hitam yang cukup besar, Yana memang belum lama menunggu Bian, tetapi itu cukup membuat Yana jadi tidak mood.
Yana berdecak kesal, "Ih... katanya mau jemput, kok lama banget sih!" Yana menundukan kepalanya meredam emosi yang kapan saja siap meledak.
Tiba-tiba pagar rumahnya didorong oleh seseorang membuat Yana sedikit bergeser dari depan pagar. Dan menunggu siapa yang akan melewati pagar itu.
Sebuah motor ninja berwarna hitam berhenti di samping Yana, "Eh... Adek gue yang idiot, udah gak pake kacamata lo yang dusun itu tah?" Tanya Alan yang duduk di atas motornya, kemudian ia membuka kaca helmnya.
Yana yang mendengar itu langsung menatap tajam Alan, setajam-tajamnya membuat Alan menutup kembali kaca helmnya. "Hati-hati lo, gak dijemput kapok!" Ujar Alan lalu pergi meninggalkan Yana sedang menahan emosinya.
Tidak lama kemudian, mobil berwarna putih berhenti di depan Yana. Cewek itu mendungakan kepalanya dan bernafas lega saat tau siapa yang ada di dalam mobil itu. Yana segera berlari kecil dan segera masuk ke dalam mobil.
"Bi, kok lama banget sih! Nanti kalo kita telat gimana coba! Lo mau tanggung jawab apa ke guru piket, pak Arif itu, gue males banget ngeliat kumisnya yang gak dipotong-potong itu!" Omel Yana panjang lebar setelah menyuruh Bian menjalankan mobilnya.
Bian yang tahu Yana akan mengomel kepadanya, sudah siap dengan earphone di telinganya. "Eh... Na, kamu gak pake kacamata dan rambut lo gak diikat lagi. Cie... ngikutin perintah gue ya!" Goda Bian lalu melepaskan earphone miliknya, matanya masih fokus menyetir.
Yana jadi gelagapan, ia melirik Bian sebentar yang tentu saja masih fokus menyetir. Yana menghela nafas pelan, lalu ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Biaaan... mampus kita! Ini udah jam setengah delapan! Buruan nyetirnya, lambat banget kayak siput tau gak!" Teriak Yana sambil memukul lengan Bian membuat pria itu meringis kesakitan.
"Bian... buruan, gue gak mau telat! Lo bisa nyetir gak sih!" Rengek Yana, wajahnya kini sudah agak pucat, ia takut akan menerima hukuman dari pak Arif yang terkenal dengan kumisnya itu.
Sedangkan Bian hanya tersenyum licik saat melihat reaksi dari Yana, "Ha ha ha ha... takut banget sama pak Arif." Ejek Bian sambil tertawa sepuasnya mengejek Yana.
Yana melihat Bian, shock, "Bi... jangan-jangan... kamu sengaja ya berangkat agak siang, supaya kita telat?" Tebak Yana lalu menunjuk Bian dengan jari telunjuk.
Bian mengeluarkan cengirannya, "Iya... gue sengaja! Biar kita bisa kena' hukum bareng-bareng, 'kan gue pengen sama lo, Na." Ujar Bian tanpa melirik sedikit pun ke jok sampingnya.
"BIAAAN! MALES BANGET GUE SAMA LO!!!"
***
Pak Arif memberi Yana dan Bian hukuman membersihkan gudang sekolah yang sudah terkenal kotornya, di tangan Yana sudah ada sapu yang sudah tidak layak pakai, sedangkan Bian memegang kemoceng yang bulu sebagiannya sudah hilang.
"Pak Arif oh pak Arif... kaya' gak ada hukuman lain, namanya juga gudang, ya pasti kotor ngapain pake' acara bersihin segala." Omel Bian seperti emak-emak yang sedang tawar-menawar harga di pasar.
"Ini semua 'kan, gara-gara lo." Gumam Yana sambil menyapu lantai yang dia saja tidak tahu kapan terakhir kali lantai ini di sapu.
"Masih marah aja, 'kan gue udah minta maaf, Na."
"Hm"
"Aduh mata gue kelilipan, tiupin dong, Na." Ujar Bian bohong, sambil berpura-pura menutup matanya dan mengintip Yana yang bodo amat dengan Bian.
"Gue udah minta maaf, Na." Bian membuka matanya kembali, kemudian dengan asalan dia membersihkan barang-barang yang ada di gudang.
Sunyi.
Yana hanya diam dengan tingkah Bian, berani sekali cowok itu bohong padanya. Bian juga tidak mengeluarkan suaranya, dia takut Yana tambah marah dengan dirinya.
Mata Yana membulat sempurna saat tangannya ditarik Bian, sapu yang ia pegang dilepaskannya begitu saja. Langkah kaki Yana tidak dapat menyeimbangi langkah Bian yang lebih besar dari dirinya terkadang Yana menabrak kakinya sendiri, membuat tubuhnya sedikit oleng.
Sialnya, bel istirahat telah berbunyi. Yana jadi was-was saat ada yang melihat adegan yang menjijikan ini.
"Eh... lo ngapain?" Tanya Yana gelagapan saat tangan kanan Bian merangkul dirinya. Yana menatap Bian seolah tak percaya.
Bian menyurun Yana duduk di kursi kantin, sedangkan Bian bertugas membeli minuman untuknya dan Yana.
Yana sangat risih saat tatapan-tatapan aneh melihat dirinya. Yana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Waw... Si Yana lo apain Bian, sampe Bian deket banget sama lo." Yana kaget saat melihat Finsa sudah duduk di depan Yana diikuti oleh Vera-temannya.
Finsa melihat Bian yang sedang membeli minuman, pandangannya menatap Yana kembali. Yana menatap tajam Finsa, dia mencoba untuk berani menghadapi Finsa dan sejenisnya.
Finsa tersenyum miring yang sulit untuk diterka oleh Yana, "Lo udah berani ya! Oh... kemana kacamata upay lo itu?" Bisik Finsa tangannya sudah menarik rambut Yana, Yana meringis kesakitan dia sudah mencoba memberontak, tapi entah kenapa kekuatan Finsa lebih kuat dari dirinya.
"Fin... Bian dateng tuh," Vera memperingati Finsa, tapi cewek itu tidak peduli.
Bian yang melihat kejadian itu, segera menaruh minuman yang ia bawa ke atas meja kantin, lalu menarik tangan Finsa, yang ditarik berteriak kesakitan. Sedangkan, Yana menghela nafasnya lega saat Bian menyelamatkan hidupnya.
Bian berdecak pelan, "Ck... lo bisa gak berhenti gangguin Yana, kalo lo memang ga' bahagia sama hidup lo, jangan dilimpahin ke orang lain, bisa?" Tanya Bian suaranya penuh intimidasi tangannya masih mencengkram tangan Finsa kuat.
"Eh! Lepasin temen gue!" Vera berteriak, tapi sedetik kemudian ia menunduk karena mendapat tatapan tajam dari Bian.
Finsa menatap Bian tak percaya, "Lo kalo gak ada urusan gak usah sok ikut campur! Lepasin tangan lo!" Finsa berteriak sambil berusaha melepaskan tangannya, Bian tertawa mengejek melihat Finsa.
Yana memohon kepada Bian supaya melepaskan Finsa, "Lepasin aja, Bi. Kasihan." Bisik Yana, Bian melirik Yana sebentar lalu ia melepaskan cengkraman tangannya dari tangan Finsa.
Finsa mengayun-ayunkan tangannya berusaha menghilangkan rasa sakit, "Liat lo besok," ancam Finsa sambil menunjuk Yana menggunakan jari telunjuk.
Bian menarik tangan Yana dan membawa Yana ke belakang tubuhnya, "Lo urusin hidup lo dulu, emang hidup lo udah bener?" Ejek Bian.
"Ayo, Ver!" Raut wajah cewek itu langsung berubah, ia berjalan keluar kantin sedangkan Vera mengekor Finsa dari belakang.
Orang-orang yang sedang berada di kantin berbisik-bisik sambil melihat Finsa dan Vera yang berjalan keluar kantin. Mata Finsa sudah berkaca-kaca menahan tangis yang kapan saja siap keluar.
"Lo gak tau apa-apa."
****
Udah diaad ke library belum? Kalau belum yuk diaad♥
Saran dan kritiknya ya♡
Jangan lupa vote, oke;)06 Januari 2016
XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
Idiot Girl | √
JugendliteraturBerpura-pura. Ketika aku berpura-pura apakah kehidupanku menjadi indah atau sebaliknya. Ketika aku menjadi orang lain apakah kau masih mencintaiku seperti dulu, atau tidak? aku ingin mencari orang yang setia di bumi ini. Sampai aku tahu, lik...