"Pertama kali aku bersamamu itu masih biasa. Kedua dan ketiga itu juga masih biasa. Tapi, saat waktu tidak memihak kita untuk bersama, aku baru sadar kalau kamu itu istimewa."
※※※
"DEK! Gue gak sekolah, lo berangkat naik angkot aja, ya!" teriakan seseorang yang sangat membuat Yana kesal. Siapa lagi kalau bukan Alan?
Terdengar suara hentakkan kaki menuruni tangga, Yana tentunya, dia tidak terima harus dipermainkan oleh kakaknya. Dan dia masih ingat seingat-ingatnya kalau dia telah dibohongi Bian.
Jadilah, Yana seperti dulu. Ya, seperti dulu.
"Najis! Sumpah jelek banget kamu, dek, kayak gitu!" ujar Alan saat melihat Yana yang telah berdiri tepat di depannya.
"... udah tau jelek, gak usah dijelek-jelekkin juga, dong!" lanjut Alan. Ah, Yana telah biasa dibuat sakit hati. Jadi, ketika dia dikatakan seperti itu dengan 'saudaranya' sendiri dia juga telah kebal.
"Banyak alasan yang buat gue balik berpenampilan kayak gini. Setidaknya gue gak bagus di luarnya doang, kan?" Yana membalas perkataan Alan, sedangkan cowok itu manggut-manggut mendengarnya.
Yana menghembuskan nafasnya kasar lali membenarkan letak kacamata super bulatnya. Tidak ada lagi Yana yang rambutnya digerai, sekarang telah berganti Yana dengan kepangan rambut desanya. Sama seperti dulu.
"Lo bilang gak sekolah? Kenapa?" tanya Yana sambil memakai kaus kaki di sebelah Alan. Yana sengaja mengibaskan kauskakinya supaya Alan merasakan aroma yang luar biasa sedap.
Alan mendorong adiknya supaya menjauh. "Iya, gue gak sekolah lagi. Udah lulus! Yaampun adek sendiri aja gak tau abangnya udah lulus?"
Yana berdecih mendengar perkataan Alan, "bodo amat."
"Gue tau."
"Tau apa?"
"Bian."
Seketika Yana mempercepat aktivitasnya, dia sedang malas membahas manusia bernama Bian.
"Oh. Gue berangkat dulu ya, bang! Bye!"
Yana langsung berlari meninggalkan Alan. Dan tekad dia sudah bulat, untuk kembali menjadi Kayana Meizandara, anak idiot yangmemang ditakdirkan untuk tidak memiliki seorang teman.
Karena kejadian kemarin Yana tersadar, Bian memang bukan sahabat yang baik untuknya. Sama seperti saudaranya, ternyata mereka berdua sama-sama pembohong.
"Pembohong." Gumam Yana.
• • •
Suasana kelas telah ramai saat Yana memasukinya. Tapi, bangku di samping bangku Yana masih kosong. Belum terlihat ada manusia yang mendudukinya. Pertanda bahwa Bian belum datang.
Perempuan itu juga tersadar, Finsa tidak lagi menganggunya. Mungkin dia telah menyadarinya. Ah, hidup Yana seperti sinetron yang ada di televisi. Menyedihkan dan dramatis.
Pandangan Yana berhenti saat melihat seorang cowok memasuki kelas. Dengan senyuman khasnya, yang selalu membuat Yana senang. Tapi, kali ini berbeda, Yana tidak senang, Yang benci. Sangat.
Cowok itu berjalan menuju Yana, dan pandangan perempuan itu tidak lepas dari Bian. Sampai Bian duduk di bangkunya.
Cowok itu menatap Yana dengan tatapan aneh. Dia kaget saat Yana telah kembali seperti Yana dahulu. Yana yang culun, idiot dan super aneh.
Bian menghembuskan nafasnya, "Gue mau ngomong." Bukan Yana yang bersuara melainkan Bian.
"Iya?"Bian menarik nafasnya panjang lalu menatap Yana dengan pandangan lain. Bukan pandangan yang selalu Bian perlihatkan pada Yana. Kali ini berbeda. Sangat berbeda. Bian lagi-lagi membuat Yana sangat kasihan pada dirinya sendiri.
Jadi, selama ini apa?
"Gue bukan Andra. Gue-"
Yana menginterupsi perkataan Bian, "Gue udah tahu. Lo Bian, kembaran Andra."
"Baguslah lo udah tau." Ujar Bian dengan mudahnya. Tidak ada beban dari suaranya, semuanya seolah dibuat sangat midah oleh cowok itu.
"Wah. Semudah itu? Baru kali ini gue ketemu manusia yang gak ada rasa bersalahnya." Yana menggeleng-gelengkan kepalanua tidak percaya pada Bian. Semudah itukan, Bian mengubah tingkah lakunya. Semudah itu?
"Lo mau gue minta maaf?" tanya Bian.
"Ya terus?" jawab Yana.
"Gue minta maaf selama ini gue bohongin lo." Perkataan Bain benar-benar tidak terdengar sungguh-sungguh. Ini semua hanya dianggap permainan olehnya.
Kenapa semuanya jadi semudah ini?
"Gak akan pernah gue maafin. Lo kira semudah itu maafin orang? Lo kira hidup gue kayak sinetron kalau ada yang minta maaf langsung gue maafin? Gak akan pernah."
"Gue gak berurusan amat sih sama persoalan kayak begini." Kalimat itu keluar dari mulut Bian tanpa beban.
Perempuan itu menatap Bian tidak percaya. Jadi, ini sebenarnya Bian? Jadi, yang selama ini bersama dia ktu siapa? Kenapa sifatnya sangat bertolak belakang.
"Wah. Memang benar, apa yang dibilang Andra. Hati-hati dengan saudaraku yang terlihat baik di luar, tapi di dalam tidak." Ujar Yana.
"... Jadi, itu kamu?" lanjut Yana sambil menatap Bian dibalik kacamata bulatnya.
Bian tidak menjawab. Dia hanya menatap lurus ke depan. Tanpa melihat, Yana. Seperti itu, sampai bel masuk berbunyi dan pelajaran dimulai.
• • •
Sore ini mendung sekali. Sama seperti hati Yana yang gelap karena kenyataan yang harus ia hadapi. Sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan. Orang itu bukanlah aslinya.
Yana mengikuti Bian dari belakang. Berjalan menuju parkiran. Suasana telah sepi karena waktu pulang memang telah lama berlalu. Tapi, Yana mengikuti Bian.
Ya, Bian akan pergi dari sekolah ini dan kembali ke tempat asalnya. Di Amerika.
Bersama Flo.Dugaan Yana benar. Bian bersama Flo. Semua kenangan yang telah mereka buat, hancur sudah. Yana kubur dalam-dalam. Perempuan itu lupakan tidak akan pernah ia mau mengingatnya lagi.
Yana menatap benci pandangan di depannya. Bian dan Flo.
"Bahagianya. Berbaliklah dan lihat siapa di belakangmu sebenarnya." Gumam Yana dengan pandangan yang tidak lepas dari pasangan sejoli di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Idiot Girl | √
Dla nastolatkówBerpura-pura. Ketika aku berpura-pura apakah kehidupanku menjadi indah atau sebaliknya. Ketika aku menjadi orang lain apakah kau masih mencintaiku seperti dulu, atau tidak? aku ingin mencari orang yang setia di bumi ini. Sampai aku tahu, lik...