Coming of The Prince

113 7 2
                                    

Hari ini adalah hari dimana Shena berjanji untuk datang. Begitu pulang sekolah, aku menantinya di gerbang seperti yang sudah kami janjikan di sms. Tentu saja ini semua sudah dirahasiakan dari Elsa. Tapi, Shena itu benar-benar cowok yang luar biasa. Dia datang tepat di waktu yang kami janjikan. Aku pun langsung mengantar Shena menuju kelas Elsa, yang mana gadis manis itu sedang bekerja dengan sangat keras demi kelasnya.

Di sepanjang perjalanan menuju kelas 1-1, aku harus menutup telinga karena merasa bising dengan teriakan genit dari para gadis yang kagum dengan Shena. Mereka melihat kami seperti perpaduan yang terlalu menyilaukan mata dan menyakitkan hati karena sukses selalu membuat jantung berpacu kencang. Setelah tiba di kelas 1-1, kami berdua hanya diam di depan pintu dan mengamati Elsa yang sedang dilanda kesibukan parah tapi berhasil mengatasinya dengan cara khas seorang murid teladan yang tak akan pernah sanggup kulakukan.

"Hihihi," Shena tiba-tiba cekikikan melihat Elsa yang seperti itu dan tawanya semakin keras. Yah, meski tetap saja itu tidak merusak image nya sebagai seorang pangeran sekolah, sih.

"Kenapa kau tertawa?" tanyaku dengan nada menegur sambil menyenggol lengannya.

"Maaf, habis Arianna lucu sekali, sih. Dia tidak pantas berakting seperti itu. Dia sedang mencoba meniruku. Tapi, berjuang sekeras apa pun jelas dia tak akan bisa karena bukan seperti itu kepribadian aslinya," jawab Shena masih dengan ekspresi geli di wajah tampannya.

"Kau ini benar-benar temannya atau tidak, sih," komentarku merasa heran. Lalu, tanpa meminta izin anak kelas, kami langsung memasuki kelas 1-1 dan menghampiri Elsa yang sedang membuat suatu hal untuk menghias kelasnya dengan gigih.

"Elsa, aku membawa seseorang yang ingin bertemu denganmu," kataku pada Elsa dengan ekspresi sok misterius. Tepat setelah itu, Shena muncul dari belakangku, mendekati Elsa, dan pensil yang ada di tangan gadis itu langsung meluncur dari tangannya dan berdenting dengan dramatis di lantai.

"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Elsa dengan gemetaran sambil berusaha menutupi pekerjaannya. Aku merasa heran dengan sikapnya itu. Kenapa dia melakukannya, ya?

"Tenang saja. Aku tidak akan marah, kok. Hanya saja, kau memaksakan diri lebih dari yang kuduga, ya. Kalau sampai kau sakit, siapa yang repot?" tegur Shena dengan lembut tapi dia melempar senyum-kesal pada Elsa yang tampak mengerikan sambil memegang pundak Elsa.

"A-aku tidak memaksakan diri, kok," balas Elsa tampak lebih ketakutan.

"Sekarang kau istirahat saja. Biar aku yang mengerjakan pekerjaanmu," kata Shena setelah memungut pensil yang dijatuhkan Elsa.

"Tapi, aku belum selesai-," bantah Elsa.

"Istirahat!" bentak Shena.

"Maaf," kata Elsa dengan sedih dan merasa sangat bersalah lalu meninggalkan Shena. "Reita, ayo bicara sebentar," ajak Elsa sambil tersenyum kepadaku dengan lembut tapi sudah jelas.

Maksud sebenarnya dari senyum itu adalah aku bakal diomelinya habis-habisan. Elsa mengajakku membeli minuman dan bicara hanya berdua saja di atap sekolah. Di jam-jam sibuk begini, tidak akan ada orang yang ada di sana. Jadi, sudah pasti Elsa bisa luwes membentakku.

"Jadi, Arya Reita, mari kita membicarakan hal yang sangat penting. Atas perintah siapa dan alasan apa kau mengundang Shena ke sini?" tanya Elsa dengan senyum di wajahnya dan melempar tatapan maut yang membuat bulu kudukku merinding dan membuatku semakin takut.

"Aku yang mengundangnya kemari dan itu inisiatifku sendiri," balasku dengan suara yang tercekat karena ketakutan.

"Ooh," komentar Elsa, sama sekali tidak memperbaiki keadaanku. "Untuk apa kau melakukannya?".

A Fake RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang