I Love You

78 4 0
                                    

Pagi ini, aku berangkat dengan perasaan yang bagus dan penuh semangat. Sejak Elsa sudah menjadi dirinya sendiri lagi dan dia sudah tidak menyukai Shena lagi, aku jadi punya banyak kesempatan untuk mendapatkan hatinya. Tapi, aku harus memutuskan hubunganku dengan Lisa terlebih dahulu. Nah, di situlah masalah terbesarnya.

Jika diperkirakan dengan mempertimbangkan Lisa yang seperti itu, rasanya akan menjadi sangat sulit untuk membujuknya supaya mau putus denganku. Dia pasti akan mengamuk, menjerit-jerit, merengek padaku, dan pada tingkat terparah akan menyerang Elsa yang menjadi alasan utama kenapa aku ingin putus dengannya. Maka dari itu, aku terus memikirkan dengan serius kata-kata yang akan kuucapkan pada gadis manja itu. Aku akan mengatakan padanya setelah pulang sekolah di atap sekolah hari ini juga.

"Jadi, ada perlu apa kau memanggilku kemari? Jarang sekali kau melakukan ini," tanya Lisa dengan penasaran saat kami sudah berada di atap sekolah hanya berdua.

"Tolong jangan marah, menjerit, atau pun menangis ketika mendengar ini. Mungkin kau sudah tahu tentang hal ini," kataku dengan perasaan berdebar-debar.

Lisa sendiri menatapku dengan tatapan was-was yang malah membuatku semakin berdebar-debar.

"Meski kita sudah berpacaran, tapi diriku tetap memikirkan Elsa. Karena itu, aku merasa kalau sebaiknya kita putus dan tolong biarkan aku mengejar cintaku," kataku sambil memejamkan mata karena tidak siap melihat reaksi Lisa.

"Silakan saja," balas Lisa, membuatku sangat terkejut dan langsung membuka mata. "Dari dulu aku selalu menyadarinya, kok. Aku selalu merasa meski kita ini pacar, tapi yang ada di hatimu selalu Elsa. Sekarang pergilah dan gapai gadis itu".

"Lisa, terimakasih banyak!" seruku dengan sangat lega lalu aku berlari menemui Elsa yang syukurlah masih ada di kelas.

"Oh, Reita! Habis dari mana? Kenapa nafasmu tersenggal-senggal begitu?" tanya Elsa dengan logat anak nakal ketika melihatku.

"Elsa, ada hal penting yang ingin kuutarakan padamu. Ayo ikut aku," kataku padanya dalam nafas yang masih belum teratur.

"He?" Elsa menatapku dengan bingung.

Tanpa mempedulikan jawaban Elsa, aku menyeretnya menuju gedung olahraga yang syukurlah tidak sedang dipakai. Sesampainya di sana, aku melepas genggaman Elsa dan mengatur nafasku sampai kembali normal dahulu.

"Kau ini apa-apaan, sih! Tiba-tiba datang, narik orang seenaknya, dan menyeretku sampai sini!" omel Elsa dengan emosi karena sudah pasti dia merasa capek.

"Sorry," balasku, syukurlah yang ini nafasku sudah kembali normal.

"Jadi, begini. Tolong jangan terkejut atau membenciku setelah mendengar ini. Mungkin kesannya kurang ajar bagiku yang tau kalau kau habis ditolak oleh Andika, tapi aku sudah tak bisa menahannya lagi," kataku sambil menatap Elsa dengan dekat.

Aku membuka mulutku dan bicara lagi, "Ketika pertama kali bertemu denganmu, aku jatuh cinta pada wajahmu. Di saat aku semakin mengenalmu, aku semakin jatuh cinta pada dirimu yang begitu tegar. Aku memutuskan, seperti apa pun dirimu nantinya, aku tetap akan mengatakan bahwa aku mencintaimu selalu."

Elsa diam mendengarnya, tapi tatapannya berubah menjadi serius dan tajam.

"Aku pikir kau temanku dan bisa memahamiku sebaik yang kuharapkan. Tapi, kau ternyata melakukannya karena kau menyukaiku. Aku sangat kecewa," kata Elsa dengan mata yang tiba-tiba mulai berkaca-kaca.

Gawat. Dia pasti merasa kalau aku sudah mengkhianatinya. Dia mungkin berpikir kalau aku lah yang sudah membuat hubungannya dengan Shena tidak berjalan dengan lancar. Dengan langkah tergesa-gesa, Elsa berjalan menjauhiku dan melangkah menuju pintu.

"Tunggu dulu!" teriakku, sukses menghentikannya tepat sebelum dia keluar.

"Memangnya itu ada bedanya dengan dirimu?" balasku dengan berani dan itu membuat Elsa terkejut. "Aku juga hanya selalu melihatmu mengejar Andika sambil menahan sakit karena rasa cemburu. Kau dan aku tak jauh berbeda. Kita sama-sama mengejar hal yang kita tahu bahwa itu tidak akan pernah berhasil kita gapai. Kau yang pernah mengalaminya harusnya tahu betul akan itu".

Mendengar itu, sepertinya air mata gadis yang kucintai itu menetes, mengalir di pipinya yang lembut. Dia langsung menutup wajahnya dan berjongkok di tempat dia berdiri. Aku yang berdiri cukup jauh darinya bisa mendengar suara isakannya yang penuh rasa bersalah dan penyesalan.

"Maafkan aku," tangisnya. "Harusnya aku tahu akan hal itu sedari awal. Maaf sudah menyakiti perasaanmu dan tidak mempedulikanmu. Maaf, aku terlalu peduli dengan Shena. Aku benar-benar minta maaf".

"Tak apa," kataku sambil ikut berjongkok di hadapannya dan mengelus kepalanya dengan lembut. "Jadi, jawabannya?"

Elsa mendongak dan menatap wajahku. Dengan beberapa bulir air mata di pelupuk matanya, dia tersenyum dan berkata, "Aku mau. Kali ini, sebagai pacar sesungguhnya".

Aku jelas merasa sangat senang mendengar jawaban itu. Saking senangnya, aku langsung memeluk erat gadis itu dan Elsa cekikikan melihat reaksiku itu. Aku terus-terusan berterimakasih dan jantungku berpacu kencang. Tapi, kali ini karena merasa sangat senang.

A Fake RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang