Prologue

404 20 0
                                    

Tubuhku terbaring lemah, aku tidak peduli lagi dengan berapa tulang yang patah dibadanku dan darah yang terus mengalir hingga membanjiri lantai. Yang kupedulikan hanyalah keselamatan janin yang berusia dua minggu dirahimku. Aku mencoba untuk berteriak sekuat tenaga, tetapi apa daya, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku. Samar-samar aku melihat seseoarang berlari kemari, leherku terasa sakit sekedar kugunakan untuk menoleh. Jangankan menoleh, untuk mengambil nafas saja sulit. Alhasil, aku hanya dapat melihat sepasang sepatu pantofel hitam yang terlihat familiar.

"Siapa itu?" aku pun dengan sisa-sisa suaraku mencoba memastikan, masih berusaha untuk mengambil nafas.

"Addie, stay with me, please." ia berlutut disampingku, membawaku kepelukannya, entah bagaimana aku merasa aman. Tak kuasa menahan kepedihan yang kurasakan, tanpa dirasa tetes demi tetes air mata mengalir membasahi wajahku. Mataku berbinar-binar menatap mata hijaunya yang sekarang sudah digenangi air mata. Jemariku menelusuri rambut-rambut halus di rahangnya yang kokoh.

"Jangan menangis, sayang. Aku ada disini." ia menciumi keningku dengan lembut.

"A- aku harus memberitahumu seseuatu," aku menghela nafas. Ketika aku hendak membuka mulutku untuk berbicara, Pria itu meletakkan jari telunjuknya dibibirku.

"Shhh, hal terpenting saat ini adalah keselamatanmu." ia menggendong tubuhku, jas setelannya dilumuri oleh darah yang membasahi sekujur tubuhku.

Kelopak mataku terasa sangat berat untuk kulawan agar pandanganku tetap terbuka, sebelum kegelapan benar-benar mengambil alih pandanganku, hal terakhir yang kulihat adalah wajah tampannya di bawah cahaya rembulan.

DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang