The GIF above is Matthew Klum. Anyway, enjoy the chapter x
-----
Pandanganku tidak lepas dari laptop yang menyala dihadapanku. Dear Mr. Holmes, I'm willing to let you know that- aku menggelengkan kepalaku, menghapus kembali kalimat yang telah kuketik. Ya Tuhan, apa yang harus kutulis?.
"Apakah ada yang bisa kubantu?" tanya Drew yang sedang berdiri diambang pintu dengan sebotol bir.
"Ya, berikan bir itu kepadaku. Aku sangat membutuhkannya untuk mengajukan persetujuan kepada Ethan supaya ia bersedia mewawancaraiku." Drew mengulurkan tangannya, memberikan ku botol berwarna hijau jamrud. Kuteguk cairan beralkohol itu, membiarkan rasa pahitnya menyebar keseluruh tubuhku. Drew duduk bersila disampingku, lalu menarik laptopku kepangkuannya.
"Holy shit. Kau belum menulis apapun?" ia terlihat terkejut. Aku menggelengkan kepalaku sambil meneguk bir dinginnya. Drew mulai mengetik seseuatu kemudian menghapusnya lagi.
"Sekarang kau merasakan penderitaanku kan?" ia meletakkan kembali laptopku diranjang lalu dan beranjak pergi. "Good luck in hell." sindir Drew sebelum menutup pintu. Aku meneriaki namanya lalu melemparkan bantal ke pintu. Aku mengerang kesal sambil bersusah payah memikirkan kalimat-kalimat yang harus kutulis di e-mail persetujuanku. Bagaimana jika Ethan menolak? tidak, tidak, Bagaimana jika nama Vogue jadi buruk dimatanya karenaku? Ini sama saja dengan mempertaruhkan pekerjaanku di Vogue.
Oh Tuhan aku harus apa?
Kubaringkan tubuhku sejenak lalu menghela nafas seraya memikirkan nasib sialku. Mataku memandang langit-langit kamar yang berwarna putih, lalu kakiku menendang-nendang kesal udara hampa disekitarnya. Terdengar bunyi ponsel yang berdering keras, aku pun melihat caller ID nya, terpampang jelas nama Matthew di layar ponselku.
"Ya?" ia terdiam beberapa saat, seperti menungguku untuk mengatakan seseuatu.
"Kau tidak merindukanku? Kau bahkan hampir menangis dan tidak mau melepaskan pelukanku terakhir kali kita bertemu."
"Brother, we just met 2 days ago and that was because we haven't met in months and now I'm so fucking pissed off at my senior because she put me in a fucking hellhole so please, if you have nothing important to say leave me alone!" aku hampir menekan tombol end call ketika mendengar ia memanggil namaku.
"Apa?!"
"Wow tenang, Adds. Aku hanya ingin meminjam mobilmu untuk hari minggu nanti. Aku akan pergi berkencan."
"Tidak! Kau kan bisa pakai mobilmu sendiri."
"Itu masalahnya, mobilku sedang berada dibengkel dan aku tidak bisa memakainya sampai 1 minggu kedepan."
"Jadi maksudmu kau ingin meminjam mobilku selama 1 minggu? Aku kira kau hanya meminjamnya untuk hari minggu."
"Tidak, hanya untuk hari minggu. Tapi jika kau ingin meminjamkannya selama 7 hari aku dengan senang hati menerimanya."
"Apakah kau berbohong padaku? Aku melihatmu mengendarai mobil Camry hitam 2 hari yang lalu."
"Itu adalah mobil temanku, aku bersumpah! Apakah kau tidak tahu hampir semua orang di New York University memiliki Camry hitam? Lagipula untuk apa aku berbohong padamu?"
"Because my car is a BMW 3 Series and yours is a freaking Camry so technically because my car is better than yours and you want to impress your date, that's why!"
"What the fuck, Adds? is this a pissing contest now? Kau bahkan tidak bisa mengenderai mobil. Jadi apa gunanya kau memiliki mobil mahal?"
"You want a pissing contest? Ooh I'll take it, boy, I'll take it. And for the records, I have a fucking driving license so yes I can drive a motherfucking damn car!"
"Tapi kau tidak bisa mengemudikannya dengan baik. Terakhir kali kau mengemudikannya kau menabrak sebuah tempat sampah dan kau bahkan jarang mengendarai mobilmu ke kantor."
"Shut the fuck up! you don't know shits, Matthew."
"Listen-" dan hal terakhir yang kutahu adalah aku menekan tombol end call. That boy I swear to God. Ya, ia adalah adik kandungku dan ya, aku sangat menyayanginya seperti kasih seorang ibu kepada anaknya tetapi apa yang terjadi tadi sangat membuatku kesal, ia bertanya diwaktu yang salah, seandainya saja ia- Oh tunggu, ada yang harus kulakukan. Aku mengangkat tubuhku dari ranjang dan beranjak pergi ke ruang TV dan tentu saja membanting pintu kamarku kesal.
"Drew! Jika Matthew menelfon atau meninggalkan pesan, jangan meresponnya!" aku memperingatinya sembari megacungkan jari telunjukku kepadanya. Ia mengangguk, pandangannya tak lepas dari layar TV yang sedang menayangkan serial The Originals, aku memutar badanku dan hendak kembali ke kamar ketika mengingat sesuatu. Holy shit! it's The Originals. Aku menjerit kencang lalu berlari dan duduk disamping Drew, mengambil segenggam popcorn yang ada dimangkuk ditengah sofa kami.
"Apakah ini episode barunya?" tanyaku sembari mengunyah popcorn. Ia membalas dengan anggukan.
"Ya Tuhan! Apakah itu Hope Mikaelson? dia bukan anak bayi lagi!"
"I know right?!" Drew tersenyum lebar. Tak lama setelah itu, ponselku berdering lagi.
"What the fuck Matthew?" teriakku 7 oktaf, membuat Drew mengalihkan pandangannya kepadaku.
"Please?"
"Tidak Matthew. Aku mungkin akan memakainya untuk mewawancarai Ethan Holmes, yang aku tidak tahu kapan, karena aku belum mengirim surat persetujuan dan aku bahkan tidak tahu apa yang harus kutulis. Kau tahu? persentase jual Marie Claire lebih tinggi 2% dari Vogue dan itu tidak bisa dibiarkan. Anna memintaku untuk mewawancarai Ethan untuk mengembalikan keadaan seperti semula dan," aku mulai menangis, air mata meleleh diwajahku, membasahi sweatpants yang kukenakan. Drew menarikku untuk bersandar dibahunya. Ia memintaku untuk membiarkannya berbicara pada Matthew namun aku menggelengkan kepala. "Dan aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada Anna jika aku tidak bisa mendapatkan Ethan. Aku bahkan mungkin akan kehilangan pekerjaanku, ia tentu akan sangat murka. Jadi tolong-"
"Addie..." Matt memanggil namaku, aku rasa matanya sudah berkaca-kaca dan mungkin akan menangis.
"Aku belum selesai bicara, Matt. Tolong jangan mempersulit ini. Aku sedang mestruasi, bahkan aku kehabisan mint chocolate chip ice cream dan aku tidak bisa keluar apertemen untuk membelinya karena aku harus mengirim suratnya malam ini jika ingin hidup dengan tenang tetapi tidak ada satu kata pun yang muncul dikepalaku. Apakah kau mengerti apa yang kurasakan? Tunggu, jangan jawab itu," aku menghela nafas, air mata ku masih menetes dan membasahi hoodie Drew. Mataku menatap layar TV, mendapati Hayley —karakter perempuan di The Originals— menangis terharu. "Kau tahu? The Originals mengeluarkan episode barunya malam ini yang sudah kutunggu selama 6 bulan penuh dan sekarang Hayley- Maksudku Phoebe Tonkin, karena kau pasti tidak tahu siapa Hayley, menangis. Bisakah kau bayangkan seberapa miris hidupku? bahkan karakter favoritku menangisi hidupku yang malang. Aku juga tidak bisa fokus menontonnya, aku tidak bisa menikmatinya, aku merasa seperti aku tidak akan pernah bahagia lagi. Kau merasakan itu? Aku hanya butuh mint chocolate chip ice cream." isakku.
"Maafkan aku, Addie. Aku tidak akan meminjam mobilmu, oke? Dan aku akan membawakan mint chocolate chip ice cream sekarang, aku hanya harus memakai mantel dan meminjam mobil temanku. Tunggu aku."
"Tidak! Kau tidak boleh datang kesini. Mrs. Smith akan menghukummu jika ia tahu kau ada diluar kampus pada malam hari, dan ia pasti akan memberi tahu Ayah & Ibu dan memberikanku surat panggilan karena Ayah & Ibu tinggal di Chicago dan tentu saja mereka akan memarahiku karena aku tidak bisa mengawasimu dengan baik. Dan sebelum kau mengeluarkan sepatah kata dan bertengkar lagi denganku, aku tidak mau kau datang kemari tidak peduli apapun alasannya. Dan kau bisa mengambil mobilku hari sabtu atau minggu nanti, aku akan mengabarimu. Dan aku akan kembali ke kamar, menyelesaikan surat persetujuanku dan menghetikan percakapan ini karena percakapan ini menjadi membosankan karena aku terlalu banyak memakai kata 'dan'. Jangan menjawab apapun! Bye!" aku menekan tombol end call lalu menangis dibahu Drew. Ia terus mengusap-usap punggungku sampai air mataku berhenti menetes. Ponselku berdering setelahnya, aku mengangkat panggilan itu tanpa melihat caller ID, sudah pasti itu adalah Matt.
"What?" jawabku kasar. "Tinggalkan aku Matt! Aku tidak ingin mendengar suaramu lagi malam ini."
"Addie?" suara familiar yang kurindukan tiba tiba kembali kudengar. Aku melihat caller ID nya dan tertulis dialing code +61. Tidak ini tidak mungkin dia.
"Who's this?"
"Ini Imogen! Kau ingat padaku? Kita bertemu di-"
"Ya Tuhan! Imogen! Aku merindukanmu, sangat amat merindukanmu!" mata Drew membelalak ketika mendengar nama Imogen, kemudian ia menjerit.
"Put the phone on speaker!" perintah Drew dan aku menurutinya.
"Hai Blondie." sapa Drew antusias.
"Apakah itu Drew? Hai Drew!" kemudian Imogen menjerit lagi.
"Kenapa kau baru menghubungiku sekarang? it's been 2 years! Aku dan Drew bahkan tidak bisa menghubungimu."
"Aku mencoba untuk menghubungi kalian selama aku pindah ke Australia tetapi tidak ada yang menjawab panggilan dan pesanku." jelasnya.
"Kau pindah ke Australia? Aku kira kau kembali ke London! Pantas saja kami tidak bisa menghubungimu."
"Ya, aku mendapatkan tawaran untuk menjadi bintang tamu di serial TV Australia. Maafkan aku, aku baru bisa menghubungi kalian sekarang."
"Itu tidak penting sekarang, yang penting kami sudah mendengar suaramu. Kami sangat merindukanmu! Kapan kau akan mengunjungi New York?" tanya Drew.
"Sebenarnya aku mempunyai kejutan untuk kalian."
"Apa? Astaga! Apakah kau sudah menikah, Imogen?"
"Ya Tuhan, Imogen! Apakah kau hamil?" aku melihat Drew dan tersenyum lebar, kemudian kami menjerit kencang. Wow, kami banya menjerit malam ini. Okay... that came out wrong.
"Kau harus menamainya Adelaide jika ia perempuan dan memanggilnya dengan sebutan 'Addie' jadi ia akan memiliki panggilan yang sama denganku, dan hidupnya pasti akan bahagia."
"Apa? tidak Addie! Bayinya pasti lelaki, iya kan? Kau harus memberikan nama Drew sebagai nama tengahnya, itu akan terlihat keren." balas Drew tidak mau kalah, kami pun memperdebatkan tentang nama yang harus diberikan kepada bayinya selama bermenit-menit dan Imogen tetap tidak mengeluarkan sepatah kata pun, ia hanya mendengarkan kami berdebat.
"Guys, seriously you need to stop. Aku belum menikah apalagi hamil. Aku akan memberitahukan kalian bahwa aku ditawarkan untuk menjadi bintang tamu di sebuah film, dan kabar baiknya adalah, drumroll please, filmnya mengambil tempat di New York! aku akan tiba di JFK pukul 07.00 pagi pada hari sabtu." dan detik berikutnya kami bertiga menjerit kencang. Seriously tho, we have to stop squealing.
"Kami akan menjemputmu! Kau akan berada di terminal berapa?" aku menawarkannya tanpa menanya persetujuan Drew, karena ia sudah pasti setuju.
"Tidak, kalian tidak perlu melakukannya untukku. Aku akan-"
"Shut up." ujarku dan Drew secara bersamaan. "Kami akan menjemputmu di JFK, just text us the details. Oh and we have a lot to tell, Lady!"
"Okay! Thank you guys so much! I love you! Maafkan aku tetapi aku harus mengakhiri panggilannya, karena sebentar lagi pesawat yang ku naiki harus take off dari bandara. Sampai jumpa!"
"Kami mencintaimu. Hati-hati dijalan!" lalu Imogen memutuskan panggilannya.
Ya, itu adalah Imogen. Kami bertemu di Vogue. Ia hanyalah model pemula dan aku & Drew hanyalah pegawai magang pada saat itu. Semua orang melihatnya sebagai orang yang ramah. Ia sangat peduli dan sayang kepada orang yang dekat dengannya. Imogen adalah seseorang yang penyabar & polos, ia bahkan jarang sekali mengeluarkan kata-kata kotor dari mulutnya. Ia juga seseorang yang mudah berbaur tetapi juga pemalu di satu sisi. Imogen merupakan salah satu orang yang sangat kupercaya, teman yang setia dan pendengar yang baik. Bonusnya, ia adalah seorang aktris & model yang saat ini sedang naik daun di Amerika, tidak hanya di Amerika tetapi juga di dunia. Oh, and she's a british. Tidak heran kenapa Matthew sempat mengencaninya, ya Matthew adikku satu-satunya. Yang membuatku heran adalah mengapa seseorang seperti Imogen bisa menerima Matthew? Aku masih tidak mengertinya sampai sekarang. Apa yang kau lihat dari seorang Matthew? Memang, wajahnya tampan tetapi hatinya... Okay whatever, aku tidak akan peduli dengan hubungan mereka, lagipula aku sudah berjanji pada Matthew untuk tidak memikirkan atau membahas hubungannya dengan Imogen lagi.
Tatapan Drew kembali ke layar TV, masih menonton serial The Originals, aku mengangkat pantatku dari sofa dan berjalan menuju kamar. Mau bagaimana lagi? aku harus menyelesaikan surat persetujuan secepatnya, tidak peduli seberapa besar keinginanku untuk menonton episode baru The Originals. "Good luck." ujar Drew sebelum aku menutup pintu kamar.
Aku kembali terduduk di atas kasur dan menatap layar macbook ku. Apa yang harus kutulis? Batinku. 2 jam sudah berlalu, jam menunjukkan pukul 23:27 malam namun aku masih belum bisa memikirkan satu katapun. Dipikiranku hanyalah amarah Anna. Aku mengerang lalu menundukkan kepalaku, tanpa kurasa air mataku mulai menetes, namun aku segera menghapusnya menggunakan lengan bajuku. Aku bisa melakukannya. Persetan dengan Anna dan Liz! Jika mereka akan memarahiku atau memecatku mereka bisa mencoba sendiri mendapatkan Ethan. Aku mulai mengetik kata demi kata hingga semuanya tersusun dengan rapih, dan seperti inilah surat persetujuanku:
From: Aphrodite KlumSubject: Interview & Photoshoot
Date: November 2nd, 2017 23:44
To: Holmes Enterprises Microtech Corp.
Dear Mr. Holmes,
I would like to introduce you to our company, the American Vogue. Which has been one of the best American fashion and lifestyle magazine for 125 years.
We have a well-established track record. The magazine is most notable for its role in forecasting the fashion trends of the seasons and detailing the lives of important people and events in culture and society. Every issue of Vogue brings the most exciting couture from Paris, Milan, New York, and around the world.
I'd like to let you know that since the American Vogue is celebrating the 125th birthday next month, we would be delighted to have you as the front cover model for American Vogue Special Edition. We also would greatly appreciate if we could interview you for the Special Edition.
We look forward to your answer.
Thank you.
Best regards,
Aphrodie Klum
Fashion Editor, American Vogue
There I said it. Aku mengklik tombol kirim and...... sent. Aku tesenyum lebar, merasa lega dan akhirnya semua bebanku terangkat. Aku membaca ulang e-mail yang kukirim dan merasa sangat bangga pada diriku, sebelum aku melihat seseuatu yang janggal.
"Apa? Tidak!" aku mengedipkan mataku berkali kali kemudian menutup mulutku yang terbuka lebar dengan tangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Astaga ini tidak bisa terjadi. Ya Tuhan, kenapa aku tidak mengeceknya kembali? Aku merasa sangat kecewa. Apa yang dikatakan orang-orang kalau mereka tahu seorang pegawai di Vogue melakukan kesalahan sepele dengan salah mengetik namanya. Aphrodie Klum. It says.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire
RomanceWhat happen when a temperamental, control freak famous CEO meets a playful and caring Fashion Editor from Vogue who wants nothing more than to enjoy life?