Bagian Dua Puluh Empat
Kamu boleh menyakiti aku dengan sebuah kebenaran, tapi jangan pernah kamu membuat aku nyaman dengan sebuah kebohongan-Reina Pamela, jomblo.
-Flesh Out-
Kantin ramai. Sepasang manusia berbeda jenis kelamin tersebut duduk saling berhadapan.
"Oh anjir, jadi gara-gara anak cowok di kelas lo contekan ulangan fisika jadi mereka disuruh ngitung luas lapangan?" tanya Frans lalu dilanjutkan dengan tawa terbahak.
Perempuan itu mengangguk mengiyakan. "Gue ngakak banget, mana mereka disuruh ngitunginnya pakai penggaris lagi."
Frans tertawa, ia menyeruput jus jeruknya yang tinggal setengah. Mengabaikan bunyi bel yang baru saja berbunyi tadi.
"Sudah jam istirahat. Lo nggak mau balik ke kelas nih?" tanya perempuan itu mengalihkan pembicaraan.
Frans menggeleng. "Malas gue lihat muka Bu Endang, bawaanya sakit hati mulu. Perasaan tiap pelajarannya, gue disuruh keluar terus."
Tadi jam pelajaran ketiga adalah pelajaran matematika, Bu Endang mengadakan kuis matematika dadakan. Soalnya bikin kepala seperti mau lari dari tempatnya.
Dari sepuluh soal kuis, satupun Frans tidak bisa menjawab dan daripada mencontek sana-sini Frans memilih untuk jujur saja. Di bawah lembar soal sekaligus jawaban, Frans menulis :
Hormat kepada Bu Endang selaku guru matematika saya.
Saya, Frans Guntoro mohon ampun seampun-ampunnya. Saya nggak bisa jawab soal yang ibu kasih. Angkanya sih mudah bu, tapi kenapa harus ada X dan Y macam perusak hubungan angka aja ya bu. Saya sedih sendiri melihatnya. Untuk itu daripada saya mencontek sana-sini, hasil ujian besar tapi bukan hasil saya sendiri. Malu sama diri sendiri dan malaikat yang mencatat. Saya mendingan jujur bilang, saya menyerah Bu.
Mohon Bu, dikasih nilai berupa upah menulis. Pahala Bu, masuk surga.
Salam murid jujur :-)
Kebetulan setelah soal dan jawaban kuis dikumpul, Bu Endang langsung mengoreksi dan hasilnya Frans malah dimarahin oleh Bu Endang.
"Kamu mau jadi apa Frans Guntoro, soal semudah ini kamu tidak bisa menjawab dan berani-beraninya meminta upah menulis kepada saya?" maki Bu Endang di depan kelas, ia memperlihatkan lembar kertas Frans ke semua murid di kelas.
Frans yang duduk di pojok sama sekali tidak malu, ia malah tersenyum bangga. "Bu, Indonesia itu nggak butuh generasi penerus bangsa yang pintar. Nggak perlu Bu, percuma kalau pintar tapi nggak amanah dan jujur. Hidup bukan cuma di dunia aja Bu Endang, tapi di akhirat juga. Daripada saya ngaku-ngaku bisa jawab soal dan ujungnya nyontek, mending saya jujur bahwa saya nggak bisa." Frans mengatakannya dengan lantang seolah tanpa beban.
Bu Endang mengeram kesal karena jawaban Frans tersebut. "Jangan menjawab Frans Guntoro!"
"Lah, ibu bagaimana. Kan ibu tadi bertanya, apa perlu saya ulangi pertanyaan ibu," balas Frans tenang.
Semua kelas terdiam dan melongo ke arah Frans dan Bu Endang secara bergantian.
Saat itu Bu Endang sedang menatap Frans dengan tatapan tajam dan menghunus. "Kamu ini!" Frans menanggapi tatapan itu dengan senyuman.
"Saya nggak bangga Bu nilai saya segede apapun, nggak Bu malu lagi ada karena nilai gede nggak didapat dari hasil kerja sendiri. Percuma nilai gede tapi isi otaknya nol. Saya jujur-jujuran aja di sini Bu, saya nggak pintar dalam hal akademik apalagi hitung-hitungan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flesh Out
Teen FictionUntuk semua laki-laki yang mencoba mencari tahu bagaimana perasaan perempuan. Ketahui permainan tentang seorang gadis. "Aturan mainnya, kalau perempuan bilang tidak maka dia benar-benar bilang iya, kalau perempuan bilang benci maka arti sebenarnya...