Bagian Dua Puluh Lima
Dia sempurna dan aku benci mengakui ini bahwa aku tergoda untuk jatuh kepadanya- Flesh Out
Note : Dibaca sampai author note ya hehe.
-Flesh Out-
Petrikor. Sebuah kata yang berasal dari Yunani, artinya adalah bau yang dihasilkan saat hujan jatuh ke tanah yang kering. Reina suka petrikor, terlebih jika hujan yang membasahi tanah adalah hujan yang membawa hawa sejuk.
Secangkir teh hangat menemani Reina menghirup petrikor dari balkon kamarnya ketika jam memasuki pukul empat sore.
Hari ini Reina tidak sekolah, dikarenakan tadi pagi maagnya kambuh. Mamanya tidak mengizinkan Reina untuk sekolah terlebih kemarin, wajah Reina pulang sekolah juga sangat pucat karena tidak makan seharian.
Reina menghela napas panjang, menaruh cangkir teh yang baru ia sesap beberapa kali. Balkon kamarnya mengarah ke taman samping rumahnya, dimana ada kolam ikan yang sengaja dibuat oleh papanya karena hobi. Dulu Reina sangat berharap lahan samping rumah dijadikan kolam renang saja, tapi sayangnya hal itu tidak terealisasikan.
Sebuah ketukan di pintu kamar membuat Reina menoleh, ia memilih beranjak untuk membuka pintu kamarnya. Setelah dipikir, mungkin itu adalah bude yang mengantarkan cemilan untuknya mengingat saat ini ia di rumah hanya berdua dengan bude saja. Mama masih di Rumah Sakit sedangkan papanya ada tugas di luar kota.
Iya, Reina menyadari sekali mengenai orang tuanya yang jarang di rumah. Reina memaklumi itu.
"Iya sabar Bude," kata Reina sambil membuka kunci pada pintu. Jarang banget bude ngetuk pintu nggak sabaran kayak gini.
Ketika Reina membuka pintu, matanya langsung menangkap Frans yang sedang berdiri dengan cengiran lebarnya di depan pintu. Reina mengerjap untuk memastikan bahwa matanya tidak salah.
"Halo Yang." Suara Frans terdengar dan detik itu juga Reina segera menutup pintu, sayangnya gerakannya kalah cepat karena Frans menahan pintu dengan kaki kirinya membuat kakinya itu terjepit. "Rein sakit Rein."
"Pergi aja," usir Reina segera. Tangannya terus mendorong pintu, Frans tetap bertahan pada posisinya.
"Ih orang mau jenguk pacar sakit, malah dimarahin. Buka dong, gue juga sudah izin sama Om Reven dan Tante Irene. Buka ya Rein," bujuk Frans.
Reina menggeleng. "Ngapain sih, jangan ganggu gue."
Frans terkekeh, ia tidak akan kalah untuk kali ini. "Pacar datang tuh dipeluk, ini malah dimarahin. Judes amat sih, gue sumpahin deh lo cinta sama gue," kekeh Frans.
Ketika itu Frans berhasil mengalihkan gerakan Reina yang agak mengendor dengan mendorong pintu dan masuk ke dalam kamar.
"Halo Yang," ucap Frans menyengir. Tangannya mengusap puncak kepala Reina, membuat perempuan itu langsung menghindar segera.
Reina mendesah. "Pulang deh, jangan ganggu gue. Gue mau sendiri!"bentak Reina.
Frans tidak mengindahkan bentakan Reina tadi, laki-laki itu malah asyik memutari kamar Reina dengan tidak sopannya. Ia terkekeh melihat fotonya bersama Reina dan Nesya yang digantung di dinding. "Gue dari dulu ganteng banget ya rupanya dan sekarang tambah ganteng aja," ungkap Frans dengan percaya diri. Kepalanya menggeleng takjub melihat wajahnya semasa kecil.
"Pergi Frans!" Reina mendorong tubuh Frans untuk keluar dari kamarnya. "Jangan bikin gue marah," sentah Reina.
Frans menahan tangan Reina yang mendorong tubuhnya. "Kangen tau." Frans tersenyum lebar dan menatap secara terang-terangan wajah Reina. Reina ingin mengumpat marah, sayangnya hal itu digagalkan oleh Frans karena laki-laki itu memasukan pentol cilok yang sengaja ia bawa, masuk ke dalam mulut Reina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flesh Out
Teen FictionUntuk semua laki-laki yang mencoba mencari tahu bagaimana perasaan perempuan. Ketahui permainan tentang seorang gadis. "Aturan mainnya, kalau perempuan bilang tidak maka dia benar-benar bilang iya, kalau perempuan bilang benci maka arti sebenarnya...