#3. Asura

58 14 7
                                    

"Ya, semua kejadian hari ini hanyalah halusinasi". Setidaknya itulah isi hatiku untuk menjelaskan kejadian. Untuk kesekian kalinya aku hanya berpikir ini hanyalah halusinasi karena aku tidak tidur semalam. Segera setelah mengganti seragamku aku langsung merebahkan tubuhku di sebuah tempat tidur yang sangat empuk dan sedikit mewah ini. Percaya atau tidak, siapapun yang melihat tempat tidur ini akan tergoda untuk berbaring di atasnya. Seakan ada suara yang memanggil mereka.

Aku mulai menutup pelan kedua mataku sambil berharap semua imajinasi ini akan segera berakhir setelah aku bangun nanti. Selang beberapa menit berlalu aku mulai memasuki alam imajinasi atau yang biasa disebut alam mimpi ini. Namun saat baru memasuki alam mimpi ini firasatku mulai memburuk. "sepertinya mimpi buruk akan dimulai sekarang. Bukan, mungkin ini lebih buruk dari mimpi buruk" pikirku.

Aku terjatuh di atas seekor kuda yang sedang tertidur, atau bisa dibilang terluka. Karena disekita kuda ini aku bisa melihat genangan darah dalam jumlah besar. Selain itu tubuh kuda ini juga dipenuhi luka-luka, meski sedikit kesulitan melihanya karena rambut-rambut hitam yang menutupi tubuh kuda ini.

"jangan bilang turnamen bodoh itu lagi" kataku dalam hati ketika menyadari bahwa kuda yang terluka ini adalah kuda yang kunaiki sebelumnya. Ditambah lagi suasana Colesseum yang mulai memuakkanku.

"semua yang terjadi di duniamu bukanlah imajunasi. Tapi itu adalah sihir ilusi yang kami gunakan kepada rider yang ingin melarikan diri dari turnamen ini. Meskipun ini pertama kalinya kami menggunakannya. Rider yang besangkutan akan tersiksa di dunianya dan lebih memilih mengahabiskan waktunya untuk beristirahat. Dan ketika seorang rider tertidur sebelum dia menyelesaikan turnamen ini dia akan terus berada di turnamen ini, sampai menang, kalah atau MATI". Kata 'MATI' dari pembawa acara tadi terdengar begitu menyeramkan di telingaku, dengan nada yang lumayan rendah, kata itu bisa membuat bulu kudukku merinding.

"mati? Cuma di alam mimpi saja kan? Di dunia nyata masih hidup kan?" tanyaku sedikit ketakutan.

"sepertinya kamu sudah mengetahuinya. Ketika kamu tertembak maka di dunia nyata kamu juga akan mendapatkan luka tembakan, meskipun dengan versi yang sedikit berbeda. Begitupun dengan mati, jika kamu mati di sini tentu di dunia nyata kamu juga. . ., kamu pasti tau jawabannya kan?" pembawa acara mulai menjelaskan.

"di dunia nyata akan mati juga ya? Turnamen ini ngak bisa diremehkan. Sepertinya turnamen ini menarik juga" ucapku dalam hati sambil mengangukkan kepalaku sambil sedikit tersenyum.

"oke kalau gitu, berarti gue ngak punya pilihan selain bertarung kan? Tapi bagaimana dengan pertarungan gue sebelumnya? Bukankah gue udah kalah? Lagian kuda yang bakalan gue pakaipun udah mati" teriakku pada pembawa acara.

"tunggu-tunggu, biar saya jawabnya pertanyaannya satu per satu. Mangenai pertarungan kamu sebelumnya, kami sepakat mengadakan pertarungan ulang 1 jam lagi. Dan mengenai kuda kamu ini, kamu masih bisa mengobatinya. Sepertinya dia belum benar-benar mati"

Aku mengangukan kepalaku pertanda mengerti. Dalam hitungan detik, tim medis mendatangi arena pertarungan. Dengan cekatan, dia segera membawa kuda ku ke belakang, serta memintaku untuk mengikuti mereka.

Di belakang arena pertarungan, aku bertemu dengan uncle jack. Sepertinya uncle jack berbicara dengan tim medis dan meminta untuk meninggalkan kudaku bersamanya. Aku yang melihatnya hanya diam, tak ingin ikut campur.

Uncle jack meraba-meraba sekujur tubuh kudaku layaknya dokter sedang memeriksa penyakit pasiennya. "wah? Apa uncle seorang dokter?" tanyaku mencairkan suasana. Seakan tak mendengar suaraku, lagi uncle jack hanya mengacuhkan kudaku sambil menganguk beberapa kali.

The 7 RidersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang