#5. Beast (Part II)

40 12 5
                                    

Entah berapa menit telah aku lewatkan. Aku terbangun di sebuah tandu yang di daratkan di tanah. Sepertinya ini di belakang arena pertarungan. Rasa geli yang entah dari mana memaksaku untuk membuka mataku. Kualihkan pandanganku ke sekelilingku dan alhasil aku mendapatkan sumber rasa geli itu yang tak lain dari asura. Dengan nyawa yang masih belum sempurna, kulihat asura menjilati tanganku dengan semangat yang luar biasa.

"hei asura, apa yang lo lakuin ke tangan gue" ucapku pada asura

Asura mengalihkan pandangannya padaku, melihatku dengan tatapan dalam. Sekitar satu menit asura menatapku, dia kembali menjilati tanganku.

"dasar kuda aneh" ujarku dalam hati.

Uncle jack yang datang entah dari mana mulai menghampirku. "sepertinya kamu salah paham Rey" uncle jack mulai bersuara.

Aku menaikkan sebelah alisku. Pertanda aku menginginkan penjelasan tentang perkataan uncle jack barusan.

"yang Asura lakukan sekarang bukan hanya menjilati tubuhmu, melainkan dia mencoba untuk mengobati luka akibat pertarungan tadi" ucap uncle jack.

Aku mencoba mencerna dengan pelan perkataan uncle jack tadi. Setelah lama memutar pikiranku, aku akhirnya memahaminya. Disini hanyalah dunia mimpi. Disini ada banyak hal yang tidak perlu dijelaskan dengan logika, dengar dan terima saja. Sepertinya inilah kelebihan dari Asura, meskipun aku harus berusaha keras melindungi asura, atau harus menerima kalau perisai dan baju besiku tak lebih dari sekedar hiasan, setidaknya dia bisa mengobatiku setiap aku terluka.

Paman meninggalkanku tanpa sepatah kata, setelah melihatku berpikir begitu keras. Aku yang sudah merasa baikan mencoba mengunjungi Niko, bukan sebagai lawan tapi sebagai seseorang yang ingin punya hubungan baik dengannya. Aku menghampiri paman lainnya, yang dilehernya menggantung sebuah stetoskop. Aku rasa dia tahu dimana Niko sekarang.

"maaf paman, apa paman tahu Niko dimana?" tanyaku padanya.

"oh iya. Niko sekarang di ruang rawat inap, dari sini kamu lurus saja kemudian kelok kiri. Seperinya Niko juga sudah siuman beberapa menit yang lalu" jawabnya ramah.

"kalau begitu terima kasih paman" ujarku dengan senyum yang sedikit dibuat-buat.

Aku mencoba menyusuri jalan yang lumayan gelap ini dengan arahan yang telah diberitahu sebelumnya. Lurus dan belok kiri, setidaknya aku bisa mengandalkan itu semua. Tak hanya gelap, jalan disini juga bisa dikatakan kotor. Sampah bertumpukan dimana-mana dan tikus-tikus yang sesekali berlarian didepanku. Tempat ini lebih pantas dikatakan tempat sampah dibandingkan tempat perawatan.

Hal yang sama juga terlihat dari luar ruang rawat Niko. Hanya pintunya yang masih tampak normal diantara yang lainnya. Sedangkan gagang pintunya mulai membingungkannku. Entah itu warnanya coklat atau gagang yang sudah mulai berkarat. Tapi aku tak ingin terlalu memikirkan semua itu. Kuletakkan tangaku di gagang pintunya dan dengan penuh semangat kuputar gagang pintu itu sebelum aku mendorongnya.

Pemandangan dari dalam sini jauh berbeda dengan pemandangan di luar. Benar-benar berbeda 180 derajat. Ruang rawat ini sangat jauh dari kesan tempat sampah. Disini semua imej ruang rawat benar-benar ditampilkan. Sebuah tempat tidur yang bisa naik turun, kulkas, kamar mandi, AC, bahkan sebuah pelembab ruangan yang hanya ada di rumah sakit mewah di daerahku.

"Hi Niko, gimana kabar lo" sapaku mulai mendekati Niko. Meskipun aku tahu kalau tendangan asura sebelumnya mematahkan beberapa tulang rusuknya.

"ya seperti yang lo lihat, setidaknya gue harus berada di kursi roda untuk beberapa hari ini" ujar Niko.

"maaf" kataku sambil memegangi leherku.

"oh ya, boleh gue tanya sesuatu?" lanjutku.

"oke silahkan" jawabnya mulai ramah.

"beast itu apaan sih" tanyaku

Tanpa pembukaan yang bertele-tele Niko langsung menjelaskan tentang sesuatu yang dia bilang saat pertarungan tadi padaku. "Beast" adalah salah satu sihir yang diperbolehkan di turnamen ini. Sihir ini akan mengkombinasikan kekuatan antara senjata dan tunggangan yang digunakan. Makanya saat Niko menggunakan matra itu harimau yang digunakan oleh Niko menghilang. Dan kekuatan dari senjata dari Nikopun berubah menjadi jauh lebih canggih.

"oh ya, apa lo tau tentang Arthur?" tanya Niko padaku?

Aku mencoba mengingat nama-nama orang yang aku tahu di tempat ini. Dan hasilnya nihil, yang aku kenal disini Cuma uncle Jack, cowok yang waktu menyapaku dan Niko. akupun merespon pertanyaan Niko tadi dengan gelengan.

"bagaimana mungkin lo ngak tahu apa-apa tentang lawan lo? Dia adalah salah satu rider yang berhasil memasuki babak semifinal. Selain itu juga ada Alex, dan Nadin. Dan satu hal lagi, kalau nanti lo berhadapan dengan Arthur gue saranin agar lo mundur saja, karena orang itu sakit jiwa" ujar Niko.

"sakit jiwa maksud lo?" tanyaku

"lo tahu Dika kan? Dia anak yang saat itu memperingati lo kalau ini hanya dunia mimpi" tanya Niko padaku.

Sekali lagi, aku memberi respon berupa anggukan kepala.

"Dia adalah lawan arthur untuk babak penyisihan tadi. Nyawanya tidak bisa tertolong dan dia meninggal dunia" jelas Niko.

Aku yang mendengarnya begitu kaget. Meninggal, aku kira itu cuma gertakan dari pembawa acara sebelumnya. Ternyata itu semua benar-benar terjadi. Harus meninggal gara-gara pertandingan ini, benar-benar sebuah ironi menurutku. Misteri tentang Colleseum yang menghabiskan nyawa orang itu memang bukan isapan jempol belaka. Pertandingan memang harus ditanggapi serius, kalau tidak bisa-bisa nyawaku juga menghilang.

"gimana ya? Gue udah janji sma asura akan memenangkan pertandingan ini apapun yang terjadi. Jadi gue ngak akan mundur, meskipun lawan gue itu iblis sekalipun" jawabku penuh percaya diri.

"tapi tunggu, sebenarnya sudah berapa hari gue ngak sadar, sejak kapan peserta lainnya mulai bertanding?" tanyaku penasaran.

"lo emang keras kepala ya. Dan mengenai berapa lama lo ngak sadarkan diri, santai aja belum sampai seharian kok. Cuma aturan disini memang begitu, setelah selesai satu pertandingan, maka akan dilanjutkan dengan pertandingan lainnya. Dan kayaknya pertandingan setelah kita ngak berlangsung lama" ujar Niko.

"ooh, begitu. Makasih buat semua informasinya" kataku sambil meninggalkan tempat Niko.

Niko tampak sedikit tersenyum, menunjukkan kemurahan hatinya. Dan satu hal yang masih menjadi pertanyaanku, entah kapan kita mulai akrab satu sama lain.

*****

The 7 RidersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang