Chapter 1

281 16 5
                                    

CHAPTER 1 - I AM CLARISSA

"Mengapa kau berkata seperti itu? Tentu saja hidupmu berharga Clary, kau hanya belum menyadarinya, kau harus tahu itu." Clary tersenyum, ia bersyukur masih ada orang yang mau mengasihaninya. Namun, tetap saja. Hidupnya tetap tidak berguna. Orang tuanya menghilang. Granny-nya telah meninggal. Ia sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini. Siapapun.

"Terima kasih Niall." Clary tersenyum, senyum lemahnya, sebenarnya, ia tidak suka menampilkan senyum lemah dihadapan orang lain, apalagi orang lain itu adalah seorang laki-laki. Tapi, mau bagaimana lagi? Ia memang sudah terlalu lemah, bahkan untuk tersenyum sekalipun. "Ah, ya, mengapa kau tidak pulang saja? Bukankah sekarang sudah hampir menjelang sore?"

Setelah mendengar apa yang baru Clary katakan, refleks, Niall segera mengangkat tangan kiri nya, di tangan kirinya tersebut, gelang bermerek Swatch model terbaru [yang rasanya sudah pasti Limited Edition.] melingkar dengan indahnya. Niall menyerngit. Ah, rasanya waktu berlalu dengan begitu cepat disaat aku sedang merasa nyaman. Clary memang benar, saat ini memang sudah hampir menjelang sore, dan Niall sadar bahwa niat sebelumnya untuk pulang sudah musnah, digantikan dengan keinginan untuk menemani sekaligus menjaga Clary, orang yang baru saja dikenalnya, dan, orang yang juga baru saja ditabraknya.

"Rasanya kau benar. Baiklah, kalau begitu aku akan pulang dulu sebentar, lalu aku akan kembali lagi malam nanti, okey?" Niall kembali tersenyum. Clary harus mengakui bahwa senyuman Niall adalah senyuman termanis yang pernah dilihatnya. Niall menampakan senyum itu seakan-akan ia sama sekali tidak memiliki beban apapun. Namun, ayolah, bahkan anak murid sekolah dasar pun memiliki kegiatan tersendiri yang membuat mereka juga memiliki kesibukkan, dan dari kesibukkan itu, pasti ada yang menanggung beban. Namun, Clary sama sekali tidak melihat adanya satu pun beban di dalam senyuman pria itu. Benar-benar senyuman yang manis, dan juga ..menawan.

"Niall, tunggu." Kata Clary sesaat sebelum Niall benar-benar keluar ruangan tempat ia dirawat. Niall menoleh, sesaat, ia menampilkan senyuman menawannya. Lalu, ia kembali menghampiri bangkar tempat tidur Clary.

"Ada apa Clary?"

"Berapa lama aku akan berada disini?"

"Entahlah, kurasa dua atau tiga hari lagi, memangnya kenapa? Ada masalah?" Clary mendesah, kalau ia terlalu lama berada disini, bagaimana dengan pekerjaannya ? Bos nya pasti tidak akan senang jika Clary sampai ketahuan tidak masuk kerja selama dua atau tiga hari, apalagi sifat bos nya itu terkenal galak dan tegas. Bisa-bisa ia langsung dikeluarkan dari tempat kerjanya saat itu juga. Tetapi, jika ia dipecat, maka ia harus mencari uang dari mana lagi? Uang tabungannya saja hanya cukup untuk membayar sewa flat kecilnya selama dua bulan. Yah, apa yang bisa diharapkan dari seorang pelayan di salah satu cabang Starbucks Coffe dengan gaji yang dapat dibilang pas-pas an seperti dirinya? Rasanya tidak ada.

"Hey, Clary, kau melamun?" Dengan sekejap ia tersadar dari lamunannya. Mata Cokelatnya kembali bertemu dengan mata biru laut yang terlihat indah ketika bertemu dengan cahaya matahari yang baru saja ingin menghilang dari cakrawala, membuatnya merasa lebih tenang dari sebelumnya.

"Mm.. tidak.. aku hanya.. memikirkan pekerjaanku," Clary kembali menunduk, sedangkan Niall justru menyerngit bingung.

"Kau sudah bekerja?"

"Ya, tentu saja, aku harus bekerja untuk kebutuhan hidupku, kau tahu,"

"Memangnya kemana orang tuamu?" Clary menghela nafas.

"Entahlah, aku juga tidak tahu kemana mereka, sepertinya mereka menghilang sejak umurku lima.. tahun.. atau enam.. tahun. Aku tak yakin." Clary menengadah, telunjuk tangan kanan nya mengetuk-ngetuk dagunya sambil otaknya masih terus mengingat saat-saat terakhirnya melihat kedua orang tua nya. Setelah lelah berfikir, ia kembali menoleh kearah Niall yang kini terlihat seperti sedang merasa bersalah, tapi mungkin ia memang merasa bersalah.

Beautiful DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang