8 :: Bianglala

51 12 0
                                    

Bagian 08

"Mau naik bianglala, gak?" Marcel menawarkan padaku dengan senyum manis yang terpatri di wajah tampannya. Aku menoleh ke arahnya dengan mulut yang masih asyik mengunyah jagung bakar yang baru saja aku beli. Walaupun, pakai duit Marcel. He he. Saran aja nih, ya, buat kalian para cewek, kalau jalan sama cowok, jangan mau ngeluarin duit barang seperak pun. Selagi cowok bisa di manfaatin, kenapa enggak? Eh, aku bukannya mengajarkan kalian untuk matre, ya! Tapi, ya, sekadar saran aja.

Mendengar tawarannya tadi, aku mengangguk cepat. Aku suka sekali naik bianglala! Apalagi kalau berada di posisi paling atas, rasanya sangat menyenangkan. Melihat ke arah langit dengan jelas dan melihat puluhan orang yang berjalan seperti semut yang berbaris.

Kulihat, Marcel tersenyum kecil ke arahku lalu mengacak rambutku lembut lantas menarik lenganku ke arah bianglala. Bianglala, I'm coming!!!

"Lo tunggu sini bentar. Gue mau pesen karcisnya dulu," kata Marcel padaku, sedetik setelahnya, Marcel lenyap di telan banyak orang yang sedang mengantri pula untuk menaiki bianglala.

Aku benar-benar bahagia malam ini. Kebahagiaanku terasa lengkap. Keluarga yang penuh kasih sayang, teman yang selalu ada, dan juga... Marcel.

"Ngelamun aja lo! Gue tau, kok, kalo gue ganteng. Tapi, gak segitunya juga, kali." mendengar ucapannya, sontak aku memukul pelan bahunya. "Najis, Cel, najis. Pede gila lo!"

Aku melenggang pergi ke arah pintu masuk bianglala tanpa mau peduli dengan Marcel yang sedang mengejarku sambil meneriaki namaku. Bodo! Siapa suruh dia ngeselin?

Tubuhku mengang seketika saat merasakan seseorang memeluk erat tubuhku dari belakang. Aku sudah tahu pasti kalau ini Marcel. Tapi, rasanya... Sangat menakjubkan! Dadaku langsung bergemuruh dan ribuan kupu-kupu seakan menggelitik perutku.

"Lo jalan cepet banget, sih! Kalau hilang, gimana? Gue juga, 'kan, nanti yang repot." Marcel merubah pelukannya menjadi rangkulan biasa, layaknya seorang teman. "Yuk, ah!"

***

"Lo suka naik bianglala?" aku mengangguk pelan mendengar pertanyaannya. Mataku terfokus pada sisi kiriku yang memperlihatkan indahnya kota Jakarta pada malam hari. Dari bianglala teratas ini, kota Jakarta benar-benar terlihat menakjubkan! Ribuan lampu-baik itu lampu jalan, lampu rumah, atau lampu kendaraan, benar-benar membuat Jakarta semakin indah. Cahayanya berkerlap-kerlip di antara kegelapan malam.

"Kenapa?" aku menoleh sejenak ke arah Marcel dengan satu alis yang terangkat. Merasa ambigu dengan pertanyaannya. "Kenapa, apanya?"

"Kenapa lo suka bianglala?"

Aku menghela napas sejenak. "Ya, gak pa-pa. Suka aja. Soalnya, di atas bianglala gue bener-bener ngerasa tenang dan dari atas sini juga gue bisa nikmatin keindahan kota Jakarta." kulihat Marcel mengangguk pelan mendengar jawabanku.

"Lo kenapa milih kerja, Div? Kenapa gak ambil kuliah? Lagipula, lo 'kan lulusan SMA."

Mataku yang sejak tadi kembali fokus pada kota Jakarta, teralih lagi pada Marcel. Senyum kecil aku suingkan ke arahnya. "Gak pa-pa, pengen kerja aja. Bantuin orang tua cari duit. Terus, gue pengen kuliah pakai duit jerih payah gue sendiri. Gak mau dari orang tua. Makanya gue mutusin buat kerja dulu baru kuliah. Soalnya, bagi gue, menunjang pendidikan dengan kerja keras sendiri, hasil dan prosesnya jauh lebih nikmat di banding hanya meminta dari orang tua."

"Pemikiran lo bagus. Gue suka cara pikir lo," Marcel mengacak pelan rambutku yang berhasil membuat aku mendengus sebal ke arahnya.

"Ah, Marcel. Berantakan lagi, nih, jadinya!" kataku kesal sambil terus merapihkan rambutku agar terlihat rapih kembali.

"Slow aja sih, elah. Lo mau kayak gimana juga tetep aja cantik."

Deg!

Hatiku terasa di bawa terbang tinggi ke angkasa sana, jantungku berdetak kencang, dan pasokan udara seakan terasa menipis. Marcel...

"Jangan ngefly, loh, ya!" dan saat ini juga, aku benar-benar ingin menenggelamkan Marcel hidup-hidup!

Rasanya itu sangat menyakitkan saat kamu di buat ngefly oleh seseorang, tapi di detik itu juga, kamu langsung di buat down. Rasanya... Sialan banget! Seperti Marcel!

***

HEARTBREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang