Bagian 22
Pelan-pelan cahaya matahari menusuk mataku saat mataku mulai terbuka dengan lambat. Aku merentangkan kedua tanganku, merenggangkan otot-otot tubuhku karena kaku sehabis tidur semalam suntuk. Mulut terbuka efek masih mengantuk tak bisa ku hindarkan. Ku yakin, wajahku sangat-sangat tidak mengenakkan untuk di lihat saat ini.
Di sampingku, Nabila masih tertidur dengan nyenyaknya. Satu hal yang perlu kalian tau: Nabila itu biasa tidur dengan mulut terbuka kalau benar-benar kelelahan. Seperti saat ini, he he he.
Aku meraih ponsel yang terletak di atas nakas samping tempat tidur, memeriksa apakah ada pesan masuk ke ponselku atau tidak.
Tidak ada.
Baru saja aku ingin meletakkan kembali ponselku ke atas nakas, mataku tersentak kaget saat melihat satu notification muncul pada layar ponselku. Pesan dari Marcel.
From: Marcel
Bae, aku di depan rumah Nabila, nih. Tadi malem Mamah kamu telepon aku, katanya aku di suruh jemput kamu. Mamah kamu mau ngajak kita ke Ancol.
-
Ah, shit! Mamah selalu aja kayak gini. Ngajak pergi, tapi selalu tiba-tiba. 'Kan aku belum mandi, gak enak juga ninggalin Nabila sendirian tanpa pamit kayak gini. Dulu Mamah juga pernah seperti ini. Sampai-sampai Nabila merajuk selama seminggu karena aku pergi tanpa berpamitan terlebih dulu padanya. Bukannya aku gak mau pamit, tapi gak enak membangunkan Nabila yang sedang pulas-pulasnya. Jadilah Nabila marah padaku. Dan jangan sampai kejadian dulu terulang lagi. Nabila itu seram kalau lagi merajuk. Benar apa kata pepatah, karena diam seribu bahasa jauh lebih seram daripada mengamuk habis-habisan.
Setalah aku pikir masak-masak, lebih baik membangunkan Nabila sebelum pergi. Mengantisipasi kejadian yang dulu pernah terjadi.
"Nab!" Aku menepuk pelan pipinya berkali-kali, berharap Nabila bangun karena tepukkanku, tapi sayangnya tidak. Nabila masih saja tidur dengan asyiknya.
"Nabila!" Aku menepuk pipinya lebih keras sampai Nabila meringis pelan lalu mengerjapkan matanya.
Berhasil.
"Ih! Apaan sih, Div! Ganggu orang tidur aja, deh!" Nabila mendengus kasar yang berhasil membuat aku terkekeh pelan. Bukannya apa-apa, ekspresi Nabila sangat lucu kalau seperti itu.
"Keluarga gue ngajak ke Ancol, nih. Lo mau ikut gak? Atau mau di sini aja?"
"Hmm." Nabila hanya bergumam pelan sembari membenarkan posisi tidurnya agar terasa nyaman dengan posisi menyamping dan memeluk guling.
"Ih! Nabila!" Aku berteriak nyaring di depan telinganya. Bodo amat kalau habis ini dia harus di bawa ke THT. Siapa suruh membuat aku mengeluarkan suara emasku? Rasakan!
"Apaan sih, Div?" katanya lesu.
"Gc! Mau ikut atau enggak? Marcel udah di depan, nih," kataku penuh penekanan.
"Ya, udah, lo mandi duluan sana!" Usir Nabila sembari kembali memejamkan matanya.
"Ih! Awas aja lo kalau gue udah selesai, lo belom juga bangun, gue tinggal! Bodo amat," kataku kesal sembari berlalu meninggalkan ranjang yang terasa nikmat untuk kembali di tiduri, aku berjalan gontai ke arah kamar mandi. Jam-jam segini tuh, rasanya masih malas banget buat terkena air kran. Jam 6 pagi begini, ya, enaknya bergemul dengan selimut sampai siang. Menikmati hari libur dengan bermalas-malasan. Pantas saja Nabila betah di ranjang sampai sulit di bangunkan. Gak heran, sih.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBREAK
RomanceIni bukan tentang cinta dan bahagia saja. Tetapi juga tentang, sakit hati. Sakit hati karena merasa terasingkan, tidak dianggap, selalu di banding-bandingkan, di campakkan, di jadikan pelampiasan, dan di caci-maki. Hal itu membuat Adeeva Fredella se...