Bagian 24
Baru saja mobil yang Ayah kendarai terparkir rapi di lahan parkir yang sudah di sediakan pihak Ancol, aku langsung keluar dari mobil yang baunya sangat tidak aku suka. Malah terkadang, kalau perjalanannya lama sekali, aku sering muntah karena tidak kuat dengan baunya yang menurutku sangat tidak enak. Sepertinya kebiasaan ini di turunkan oleh Mamah yang juga tidak suka dengan aroma mobil. Beda jauh dengan Adik dan Ayahku yang betah berlama-lama di dalam mobil. Omong-omong, Ayahku sopir di salah satu hotel bintang 3 yang ada di Jakarta. Jadi gak heran sih, kalau Ayah suka bau mobil. Kesehariannya berada di dalam mobil.
Aku terus berjalan dengan langkah cepat mendekati pantai, menghiraukan panggilan dari Mamah, Nabila dan Marcel.
Aku ingin menikmati moment yang sangat jarang terjadi ini. Moment dimana hanya ada aku, pantai, dan pasir. Aku suka pantai, tapi gak suka berenang. Aneh, 'kan? He he he.
Di tepi pantai, aku merentangkan kedua tanganku dan memejamkan kedua mataku. Menikmati semilir angin yang sangat terasa menggelitik wajahku. Sampai kemudian mataku terbuka karena merasakan tangan seseorang yang melingkari perutku dari belakang.
Dari aromanya, aku bisa menebak. Marcel.
Tanganku terulur untuk mengusap punggung tangannya, senyum benar-benar tak bisa aku sembunyikan saat ini.
Dalam hati, aku berharap dengan sangat, agar Marcel tetap di sisiku sampai kapanpun.
Entah dari kapan, aku sudah sangat mencintai makhluk yang sedang memelukku saat ini. Aku jatuh hati pada pesonanya, dan aku menaruh hatiku sepenuhnya padanya. Dan aku … melupakan satu fakta; dimana seseorang mempercayai orang lain sepenuh hati, di situ ia akan merasa terkhianati.
***
"Ih, Marcel! Yang ini kurang rapi, sendoknya siniin," kataku sambil merebut paksa sendok pasir yang biasa anak-anak mainkan untuk membuat istana dari pasir yang Marcel genggam. Melihat ulahku, Marcel bersedekap—pura-pura marah. Dan aku hanya acuh saja.
Aku kembali berkutat pada istana pasir buatan tanganku yang baru setengah jadi. Sambil bersiul, tanganku asyik memasukkan pasir ke dalam ember plastik lalu ku tumpahkan kembali dengan bentuk terbalik—bentuk silinder. Begitu seterusnya sampai istana pasir buatanku jadi sepenuhnya.
Dan perjuanganku membuat istana pasir dengan segenap hati, sia-sia saat Marcel dengan santainya memukul istana itu hingga hancur tak berbentuk.
Aku melongo kaget, sedetik setelahnya, secara spontan mulutku berteriak marah pada Marcel yang saat ini sudah berlari pergi menjauhiku, dan mendekati pantai yang terlihat surut dan tenang.
"Marcel! Sialan lo, anjing! Istana pasir gue, astagaaa!" aku ikut berlari, mengejar Marcel yang terus menghindar agar tidak tertangkap olehku. Ih, awas aja sih, tuh anak kalau ketangkep! Abis sama gue!
"Dasar bego, gak ber-peri-ke-pacaran! Pacar sialan! Awas ae lu, nyet!"
Kaki Marcel terus berlari, namun kepalanya menoleh ke arahku, menjulurkan lidah singkat lalu berkata, "tangkep aja sini, kalau bisa."
Dan mendengar itu … aku semakin ingin merauk wajah tampannya! Membuat wajahnya menjadi gak tampan lagi. Biar aja kalau nanti gak ada yang suka lagi padanya. Abis, ngeselin!
Aku semakin mempercepat lariku, berupaya menangkap Marcel yang harus aku akui larinya sungguh cepat, bahkan hampir mengalahkan atlet lari yang sudah sangat terlatih.
Di balik rasa kesalku karena Marcel menghancurkan istana pasir yang aku buat secara susah payah, rasa bahagia terselip di dalam lubuk hatiku. Rasa bahagia karena hadirnya Marcel yang sudah mengisi hari sepiku tanpa Lanang selama satu bulan ini.
***
a/n
Dan dari sekian byk part yg udh ada,part ini yg plg aku syukaaa😘😋 don't forget to comment and vote! Thank you💕
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBREAK
DragosteIni bukan tentang cinta dan bahagia saja. Tetapi juga tentang, sakit hati. Sakit hati karena merasa terasingkan, tidak dianggap, selalu di banding-bandingkan, di campakkan, di jadikan pelampiasan, dan di caci-maki. Hal itu membuat Adeeva Fredella se...