Duri dalam daging

33.1K 2.8K 287
                                    

Hidup Pancasila! Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI harga mati!

Aku Indonesia!

Om Sam manggung, capah yang nunggu? Eaaaa....
Hehehe.... repost ke dua hari ini. Yang bilang panas siapa? Ih... baru baca ya? Ketauan... cerita eike ga panas kok... anget doang...hehehehe.
Enjoy...

Dengan hati-hati Mika mengoleskan salep pada memar yang ada di pundak Sam. Memar terakhir yang bisa ditemukannya. Hari masih pagi, dan Mika masih harus menahan rasa malu gara-gara kelakuannya semalam saat akhirnya Sam mampu menaklukkan dia. Entah setan apa yang merasuki Mika, karena dia bisa begitu liar, tapi selama menyangkut Sam, sepertinya otaknya tidak mau berfungsi dengan benar. Tubuhnya menerima pria itu, tapi refleksnya bereaksi cepat, dan tahu-tahu Sam sudah ada di lantai, lagi dan lagi, setelah jatuh berkali-kali karena tendangannya. Bukan main!

"Sudah..." katanya sambil menutup pundak Sam kembali dengan menarik leher kausnya yang semula terbuka. Wajahnya memanas, dan dia mundur untuk menaruh kembali kotak P3K ke tempatnya.

Tapi Sam meraih pinggangnya, dan merangkulnya. Dengan nyaman pria itu menyurukkan wajahnya ke perut Mika, menggosokkan hidungnya dengan puas ke kaus Mika sambil bergumam pelan dan puas.

Mika merinding. Setelah semalam, dia memang mulai terbiasa dengan kontak fisik dengan Sam, tapi tetap saja, setiap Sam menyentuhnya, rasa merinding itu tetap ada. Merinding aneh yang biasanya akan menggiringnya pada keinginan untuk mendapatkan lebih.

Pelan dia melingkarkan lengan kirinya di sekeliling kepala Sam, membuat pria itu kian tenggelam di pelukannya. Dan diapun tersenyum lembut ketika Sam makin menggosok hidungnya yang mancung, membuat perutnya terasa geli. Lembut dia membelai rambut landak Sam, menarikan jemarinya di ujung-ujung rambut yang seperti jarum itu. Sam mendongak dan menatap wajahnya.

"Lebih bagus mana rambut saya dengan rambut Rolland?" Tanyanya dengan mata berkabut.

Mika mengerjap, lalu tersenyum. "Rolland lah, A'a," jawabnya jujur.

Sam cemberut, lalu kembali menyurukkan wajahnya ke perut Mika. Terdengar dia menggerutu tidak jelas, sebelum kembali mendongak.

"Barusan panggil apa?" Tanyanya.

Mika menunduk, dan menggigit hidung, Sam.

"Panggil A'a. Kan saya orang Sunda, dan ga mungkin manggil Om terus, jadi manggilnya A'a, yah?" Jawabnya sambil tersenyum lebar.

Sam menyeringai senang. "A'a," ulangnya. Dia meraih wajah Mika yang masih tertunduk, lalu menyambar bibirnya. Untuk beberapa saat dia masih memberikan kecupan-kecupan lembut di bibir istrinya, sebelum melepaskannya saat Mika mulai kehabisan napas.

"Saya bahagia...." Sam berucap. "Saya mencintai kamu...."

Mika mengerjap. Apa yang harus dia jawab? Dia belum tahu apa yang dia rasakan pada Sam, meski jelas dia selalu merasa nyaman bersamanya. Saat itu Sam mengecup hidungnya yang mungil.

"Tidak usah menjawab dulu kalau belum yakin," katanya lembut. "Saya yakin kamu pasti akan jatuh cinta juga pada akhirnya dengan saya."

Mika tersenyum berterima kasih. Dengan impulsif dia duduk di pangkuan Sam dan melingkarkan kedua lengannya di leher suaminya.

"Makasih ya, A'. Saya enggak tahu deh, di mana bisa dapet suami yang pengertian kayak A'a gini. Saya.... " ucapannya terputus saat Sam kembali menyambar bibirnya dan memberikan ciuman yang basah dan lama.

"Terima kasih juga karena kamu mau melawan keraguan kamu pada laki-laki, dan menerima saya. Terima kasih karena telah menjadi bagian hidup saya....." Sam bicara terputus-putus di sela ciumannya.

The Lawyer Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang