Chapter 7: "I saw my mum and I miss her"

361 19 0
                                    

“SIALAN LO CATHREENNNNN, DEMI CHEESE BURGER DAN TEMAN TEMANNYA, GUE BENCI LOOOO” teriak gue sambil ngegedor gedor pintu kamar mandi

Nyaris 1 jam gue duduk duduk gak jelas dikamar mandi minta pertolongan. Emang rada percuma sih minta tolong secara model kamar mandinya menjorok ke belakang dan jarang banget orang orang lewat sini dan katanya sih rada horror, dan itu hal yang bikin gue merinding. Tunggu, kenapa gue gak nelpon aja. Bego bego bego. Dengan cepat gue ambil handphone gue dari kantong celana gue

“sial! Apa apaan nih masa tingga 3% batrenya” frustasi gue, dengan sigap gue langsung cari kontak Carmella, dan click. Yesssss terhubung ke handphonenya. Beberapa detik gue menunggu terangkat, dan yep gue langsung nyerocos aja mengingat baterai handphone sekarat

“hallo” ucap orang di sebrang sana, dengan suara serak nan jantan. Eh.

“CARMELLAAAAA TOLONGIN GUE, GUE KE KUNCI DI TOILET BELAKANG. CEPETAN TOLONGIN GUE KEBURU GUE MATI KELAPARAN” cerocos gue, cukup membuat telinga orang tuli seketika. Dan tepat dugaaan gue, handphone gue langsung mati. Great. Untung gue udah selesai ngomong.

gue  pun masuk ke bilik kamar mandi, dan menutup tutup closet, bersiap siap untuk tidur dengan tangan di tempat tisu toilet dan gue sanggah kaki gue diatas tempat sampah. Kembali lagi ke kebiasaan gue dulu di sanjose. Setelah gue mendapatkan posisi yang paling nyaman gue pun berusaha untuk tidur, tapi gatau kenapague keinget suara orang yang tadi gue telpon. Siapa yang gue telpon tadi? Mengingat tadi pas gue mau liat ID-nya handphone sialan gue langsung mati. Sedikit demi sedikit rasa kantuk menyerang gue dan akhirnya gue terlelap di buaian closet.

-----

“gimana udah puas tidurnya”

Kata kata yang dingin itu membuat gue kembali ke dunia nyata, dan terbangun dari mimpi indah gue. ku kejapkan mataku berulang ulang, dan gue bisa melihat seseorang depan gue dengan jelas.

“Justin? Lo ngapain disini?” Tanya gue ke seseorang yang bersender di pintu dengan santai di depan gue,

“lo tadi nelpon gue” balasnya, singkat. Padat. Jelas.

Oh jadi gue nelpon dia.

Waitttttt.

Nelpon Justin.

Wtf.

“lo masih mau disitu aja?” dengan sigap gue bales dengan gelengan, dan dia pun langsung menarik gue ke parkiran sekolah.

Justin pun memberikan gue helmnya, dan gue mulai terbiasa akan kelakuannya yang selalu ngasih helm. Dan gue langsung naik ke motor ducati hitamnya

“pegangan” ujar Justin,

“tapi luka lo?”

“udah tenang aja, pegangan ya” Justin menarik kedua tangan gue dan melingkarkannya di pinggangnya, ini cukup awkward.

-----

Justin pun memberentikan motornya di pinggir hutan kecil, gue langsung turun dari motor dan mengikuti Justin masuk ke dalem hutan. Yang menurut gue cukup serem.

“Justin kita mau kemana? Gue takut” kata gue bergemetar, gue itu orangnya paranoid. Justin gak ngejawab, ia hanya memegang tangan gue, seperti puzzle yang mengisi satu sama lain. Jantung gue seakan berhenti berdetak. Aliran darah gue seakan berjalan kearah tangan gue yang di pegang Justin, rasa hangat yang gue rasakan sekarang.

“tenang, ada gue” ujarnya lembut.

Gak nyampe 10 menit gue berjalan, akhirnya gue dan Justin keluar dari hutan yang cukup mengerikan. Dan di depan gue udah ada pemandangan yang cukup menakjupkan, hamparan bunga dandelion.aku hanya bisa tercengan dan membentuk mulutku seperti ‘O’

“lo suka gak?” Tanya Justin

“sangat suka” balasku, ia pun melemparku sebuah senyuman yang mampu membuat hati kecilku berteriak. Baru pertama kali ini aku melihatnya tersenyum. Puas? Senang? Entahlah tapi senyumannya manisnya mampu membuat banyak gadis berteriak teriak.

Gue dan Justin pun duduk diantara bunga dandelion

“makasih” gumam gue, Justin hanya menatap gue dengan bingung

“buat?”

“ngajak gue ke tempat sekeren ini”

“sama sama”

“lo sering ke sini?” Tanya gue, dia gak ngejawab cuman natap menerawang

“dulu gue sama nyokap gue sering kesini” jawabnya parau, gue cuman ber O ria

Dan kita pun kembali terdiam, bukan diem awkward. Tapi diem menikmati suasana sunyi. Ketika gue lagi asik asik main sama bunga dandelion tiba tiba gue liat sesosok perempuan dengan dress putihnya bangkit dari duduknya –mungkin- dan berjalan menuju sebuah gunungg di depan. Gue cuman merhatiin perempuan itu dari jauh, tiba tiba perempuan itu menengok ke arah gue menatap gue dengang tatapan rindu, bersalah dan entalah. dan ia memberi gue senyum.

“Mama?!”

gue ngeliat gak percaya, gue tengok ke arah Justin sebentar. Tatapan dia masih menerawang kedepan seakan memikirkan sesuatu. Akhirnya gue memutuskan untuk lari mengejar mama tapi jarak pandang mama cukup jauh dari gue, gue coba lari secepat mungkin untuk mengurangi jarak gue dengan mama tiba tiba gue berasa ada yang tahan gue, seseorang dengan badan besar menyekap mulut gue dengan sapu tangan. Kedua tangan gue kedepan layaknya zombie,berusaha menggappai mama yang ada di depan gue. gue menengok kembali kearah Justin seakan meminta bantuan kedia. Tapi percuma dia hanya menatap lurus kedepan sambil tersenyum miris. Gue kembali menatap mama, meminta bantuan. Tiba tiba seorang laki laki menghampiri mama dengan jaket hitamnya.

Ku dengan sayup sayup mama meminta tolong, gue masih berusaha lepas dari pegangan cowo bertubuh kekar ini tapi seakan badan gue mati gak bisa bergerak. Dan gue liat laki laki itu mengeluarkan senjata apinya, dan menembak tepat di dahi mama. Gue berteriak memberontak, tapi gak bisa.dan laki laki itu menatap gue dengan tatapan liciknya

“red shadow?!” pekik gue gak terima,

Tiba tiba cowo tubuh kekar yang tadi sekap gue menyuntikkan gue sesuatu.

Dan seketika pandangan gue semuanya gelap.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makasih banget ya udah ngeluangin waktunya buat baca chapter ini semoga kalian puas, sorry kalo ada typo dan sebagainya. Jangan lupa buat vote dan comment

See you on saturday! x

Out of blood (BLS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang